Dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa bangsa Indonesia berada jauh di bawah jepang, amerika dan inggris tingkat membaca buku. Taufik Ismail pernah menyampaikan sebuah kalimat yang menggambarkan kegeliasauan beliau tentang budaya membaca bangsa Indonesia, khusus pelajar, mahasiswa, dosen dengan istilah Bangsa rabun membaca dan buta menulis. Hal ini bisa dilihat secara kasat mata dalam lingkungan kampus jarang dilihat mahasiswa, atau dosen melakukan membaca buku, berdiskusi tentang suatu topik. Namun lebih banyak melakukan aktivitas berkumpul untuk bercirita dan mengobrol.
b. Metode pengajaran
Proses belajar mengajar antara dosen dengan mahasiswa merupakan factor utama yang mempengaruhi budaya menulis di perguruan tinggi. Metode pembelajaran dosen lebih banyak menekankan kepada penyampaian ceramah tentang mata kuliah, sedangkan mahasiswa adalah pendengar ceramah dari apa yang disampaikan oleh dosen. Untuk beberapa mata kuliah efektif untuk menjelaskan beberapa mata kuliah, namun tidak efektif untuk beberapa mata kuliah dan program studi. Beban mahasiswa untuk menulis dari satu mata kuliah dengan mengikuti kaidah ilmiah jarang ada.
c. Sistem Penghargaan
Setelah budaya membaca dan metode pengajaran sebagai variabel utama mempengaruhi budaya akademik. Maka system penghargaan sebagai bentuk apresiasi atas prestasi dari dunia tulis menulis tidak ada. Keberadaan jurnal internal kampus kehilangan penulis yang diisi oleh para staf pengajar. Koran kampus hanya terbit sekali setahun dan aktivitas lainnya. Sistem penghargaan memberikan daya dorong untuk dosen, karyawan dan mahasiswa untuk melahirkan ide, pikiran dalam bentuk tulis menulis. Sistem penghargaan memberikan dampak kuat bagi motivasi. Mengacu pada hiriearki kebutuhan maslow salah satunya adalah penghargaan atas hasil kerja. Begitu juga dengan menciptakan budaya menulis dalam lingkungan akademik.
d. Perpustakaan
Perpustakaan sebagai tempat pemeliharaan ilmu pengetahuan yang terdiri dari berbagai buku dan jurnal memberikan pilar keempat variabel budaya menulis. Kesan perpustakaan angker, kusam dan tidak terawat turut memberikan andil untuk pengunjung enggan datang. Ketersediaan literature terbaru dan kemudahan untuk mengakses yang ditandai dengan system pelayanan perpustakaan ikut andil untuk menciptakan budaya menulis dalam kalangan akademik Perguruan Tinggi.
3. Transformasi budaya Memulai
sebuah transformasi atau perubahan memulai dari tujuan akhir Tujuan akhir adalah sebuah bentuk pencapaian terstruktur dan sistematis dari transformasi yang meliputi berbagai aspek organisasi, SDM, Managemen, Gaya kepemimpinan. Keberhasilan organisasi pendidikan dibutuhkan core value and concepts yang dapat mendorong untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Suatu organisasi memiliki 10 komponen yang harus dipenuhi untuk melakukan transformasi budaya
3.1 Visionary leadership (visi kepemimpinan)
Perguruan tinggi harus memiliki pemimpin yang memiliki visi untuk menyiapkan arah organisasi dan menempatkan nilai maupun strategi yang dapat dijadikan pedoman bagi semua kegiatan. Memberi motivasi dan inspirasi untuk mendorong keterlibatan semua bagian dalam rangka mensukseskan tugas, dan pemimpin harus dapat menjamin agar proses berjalan baik. Faktor kepemimpinan perguruan tinggi memberikan kekuatan dan daya dorong. Dalam hal ini kepemimpinan sebuah tindakan kolektivitas unsur pimpinan. Kepemimpinan tidak pernah merupakan tindakan perseorangan. Kepemimpinan selalu merupakan kegiatan social, atau kelompok yang melibatkan orang-orang lain untuk melakukan hal-hal yang tepat .