Mohon tunggu...
Muhammad Yunus
Muhammad Yunus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kemandirian Pilar Dalam Kebersamaan Saling Berpadu

Penggiat Ekonomi Syariah terapan, dan Pertanian Organik Terpadu berbasis Bioteknologi. Sehat Manusia, Sehat Pangan, Sehat Binatang, Sehat Tanah, Air dan Udara.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Transformasi Budaya Menulis dalam Budaya Akademik

9 Mei 2011   03:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:55 2219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

1. Latar Belakang

Perguruan tinggi adalah bagian tidak terpisahkan dalam kerangka menciptakan kecerdasan berbangsa dan bernegara. Perguruan tinggi dengan tri dharma perguruan tinggi yakni Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian masyarakat. Menjadi kekuatan untuk melahirkan alumni-alumni yang memiliki kompetensi atau skill, sikap dan pengetahuan yang mampu bermanfaat dalam dunia kerja maupun masyarakat banyak. Tujuan dan arah pendidikan Tinggi di Indonesia seperti yang tertuang pada Bab II pasal 2. Keputusan Menteri Pendidikan No.232/U/2000 adalah menyiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dalam menerapkan, mengembangkan, dan/atau memperkaya kasanah ilmu pengetahuan, teknologi dan atau kesenian, serta menyebarluaskan dan mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan dan memperkaya kebudayaan nasional. Perguruan tinggi sebegai sebuah organisasi menciptakan dan memiliki budaya tersendiri dan khas.

Budaya merupakan istilah deskriptif sebagai system yang dianut bersama atau penciptaan nilai yang disepakati bersama menetapkan tapal batas. Budaya perguruan tinggi memiliki perbedaan dengan budaya organisasi perusahaan yang memiliki orientasi penciptaan laba. Salah satu nilau utama dari budaya akademik adalah budaya menulis. Budaya menulis (lectary) berbeda dengan budaya bicara (oral). Budaya menulis dalam ruang lingkup perguruan tinggi menghasilkan produk berupa jurnal, skripsi, makalah. Namun bukan kualitas produk ini mengalami stagnasi yang menjadi rutinitas kehilangan makna. Banyak karya ilmiah menjadi kuburan dalam makam bernama perpustakaan. Dibutuhkan sebuah transformasi budaya menulis untuk mendorong lahirnya karya ilmiah yang bisa membumi yang bermanfaat bagi stakeholder perguruan tinggi.

Mencermati budaya menulis dalam lingkungan perguruan tinggi dengan ini penulis tertarik untuk menelaah tentang bagaimana melakukan transformasi budaya menulis dalam budaya akademik. 2. Defenis budaya Budaya Perguruan tinggi dengan core aktivitas dalam intelektual melahirkan budaya akademik. Budaya adalah ”the complex whole which includes knowledge, belief, art, morals, law, custom, and any other capabilities and habits acquired by man as a member of society” (sekumpulan pengetahuan, keyakinan,seni, moral, hukum, adat, kapabilitas, dan kebiasaan yang diperoleh seseorang sebagai anggota sebuah perkumpulan atau komunitas tertentu) . Sedangkan Budaya menurut Djoyodiguno yang di kutip oleh Notowidagdo adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa . Perguruan tinggi sebagai sebuah produk penciptaan budaya memiliki pengetahuan yang menjadi landasan dalam aktivitas akademik, hukum-hukum sebagai aturan bagi pimpinan, dosen dan karyawan.

Budaya yang tercipta di perguruan tinggi memiliki perbedaan antara satu perguruan tinggi dengan perguruan tinggi lainnya. Faktor internal meliputi tentang kurikulum, tenaga pengajar, visi dari pemimpin. Sedangkan pembentuk budaya secara ekternal adalah perubahan dalam bidang pendidikan, ekonomi, social dan politik.

2.1 Budaya menulis

Menulis adalah tingkatan terakhir dalam keahlian manusia dalam bidang aksara. Pertama adalah mendengar, berbicara dan terakhir adalah menulis. Menulis adalah kegiatan mental dalam menciptakan ide dan gagasan yang mempunyai nilai dan manfaat. Budaya menulis merupakan nilai utama budaya akademik. Dimana terdapat aktivitas budaya akademik lain yang menjadikan nilai utama sebuah perguruan tinggi. Sebuah fakta sebagaimana disampaikan oleh Prof. Ir. Amrinsyah Nasution M.E.S.E.,Ph.D bahwa budaya menulis kalangan dosen di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan dosen di luar negeri. Dari 1.200 dosen yang ada di Institut Teknologi Bandung (ITB), hanya sekitar 400 orang atau 30% yang mempunyai kemampuan menulis. Salah satu kelemahan budaya menulis kalangan dosen di Indonesia, yakni para dosen Indonesia kurang memiliki kemampuan dalam menuangkan buah pikiran melalui sarana pendidikan Di kalangan intelektual, seperti para akademisi Perguruan Tinggi, gagasan lebih sering disampaikan secara lisan melalui seminar atau diskusi, yang seringkali tidak disertai dengan bahan tulisan. Membuat karya tulis ilmiah masih merupakan pekerjaan yang dipandang berat bagi sebagian orang, termasuk para mahasiswa dan dosen Perguruan Tinggi.

2.2 Budaya akademik

Budaya akademik berarti apa yang dipelajari oleh mahasiswa selama periode waktu tertentu dari Universitas, Fakultas atau Jurusannya. Pengembangan budaya akademik ini didasarkan atas dua tantangan yang selalu dihadapi oleh pendidikan tinggi dalam penyelenggaraan pendidikannya yaitu tantangan yang bersifat internal dan eksternal .

Budaya menulis dalam ruang lingkup budaya akademik perguruan tinggi berkaian dengan aktivitas-akativitas seluruh stakeholder perguruan tinggi, yakni dosen sebagai staf pengajar, guru besar, mahasiswa sebagai pelajar yang siap mempelajari berbagai ilmu pengetahuan dan terakhir adalah karyawan sebagai penunjang dari kegiatan perguruan tinggi. Melihat budaya menulis diperguruan tinggi dapat diukur dengan beberapa variable yang saling mempengaruhi satu sama lain. Budaya menulis dalam budaya akademik dipengaruhi oleh berbagai variabel utama

a. Budaya membaca,

Dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa bangsa Indonesia berada jauh di bawah jepang, amerika dan inggris tingkat membaca buku. Taufik Ismail pernah menyampaikan sebuah kalimat yang menggambarkan kegeliasauan beliau tentang budaya membaca bangsa Indonesia, khusus pelajar, mahasiswa, dosen dengan istilah Bangsa rabun membaca dan buta menulis. Hal ini bisa dilihat secara kasat mata dalam lingkungan kampus jarang dilihat mahasiswa, atau dosen melakukan membaca buku, berdiskusi tentang suatu topik. Namun lebih banyak melakukan aktivitas berkumpul untuk bercirita dan mengobrol.

b. Metode pengajaran

Proses belajar mengajar antara dosen dengan mahasiswa merupakan factor utama yang mempengaruhi budaya menulis di perguruan tinggi. Metode pembelajaran dosen lebih banyak menekankan kepada penyampaian ceramah tentang mata kuliah, sedangkan mahasiswa adalah pendengar ceramah dari apa yang disampaikan oleh dosen. Untuk beberapa mata kuliah efektif untuk menjelaskan beberapa mata kuliah, namun tidak efektif untuk beberapa mata kuliah dan program studi. Beban mahasiswa untuk menulis dari satu mata kuliah dengan mengikuti kaidah ilmiah jarang ada.

c. Sistem Penghargaan

Setelah budaya membaca dan metode pengajaran sebagai variabel utama mempengaruhi budaya akademik. Maka system penghargaan sebagai bentuk apresiasi atas prestasi dari dunia tulis menulis tidak ada. Keberadaan jurnal internal kampus kehilangan penulis yang diisi oleh para staf pengajar. Koran kampus hanya terbit sekali setahun dan aktivitas lainnya. Sistem penghargaan memberikan daya dorong untuk dosen, karyawan dan mahasiswa untuk melahirkan ide, pikiran dalam bentuk tulis menulis. Sistem penghargaan memberikan dampak kuat bagi motivasi. Mengacu pada hiriearki kebutuhan maslow salah satunya adalah penghargaan atas hasil kerja. Begitu juga dengan menciptakan budaya menulis dalam lingkungan akademik.

d. Perpustakaan

Perpustakaan sebagai tempat pemeliharaan ilmu pengetahuan yang terdiri dari berbagai buku dan jurnal memberikan pilar keempat variabel budaya menulis. Kesan perpustakaan angker, kusam dan tidak terawat turut memberikan andil untuk pengunjung enggan datang. Ketersediaan literature terbaru dan kemudahan untuk mengakses yang ditandai dengan system pelayanan perpustakaan ikut andil untuk menciptakan budaya menulis dalam kalangan akademik Perguruan Tinggi.

3. Transformasi budaya Memulai

sebuah transformasi atau perubahan memulai dari tujuan akhir Tujuan akhir adalah sebuah bentuk pencapaian terstruktur dan sistematis dari transformasi yang meliputi berbagai aspek organisasi, SDM, Managemen, Gaya kepemimpinan. Keberhasilan organisasi pendidikan dibutuhkan core value and concepts yang dapat mendorong untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Suatu organisasi memiliki 10 komponen yang harus dipenuhi untuk melakukan transformasi budaya

3.1 Visionary leadership (visi kepemimpinan)

Perguruan tinggi harus memiliki pemimpin yang memiliki visi untuk menyiapkan arah organisasi dan menempatkan nilai maupun strategi yang dapat dijadikan pedoman bagi semua kegiatan. Memberi motivasi dan inspirasi untuk mendorong keterlibatan semua bagian dalam rangka mensukseskan tugas, dan pemimpin harus dapat menjamin agar proses berjalan baik. Faktor kepemimpinan perguruan tinggi memberikan kekuatan dan daya dorong. Dalam hal ini kepemimpinan sebuah tindakan kolektivitas unsur pimpinan. Kepemimpinan tidak pernah merupakan tindakan perseorangan. Kepemimpinan selalu merupakan kegiatan social, atau kelompok yang melibatkan orang-orang lain untuk melakukan hal-hal yang tepat .

3.2 Academic-driven quality (pengendalian kualitas akademik)

Kualitas adalah hal yang penting bagi sebuah perguruan tinggi untuk dilirik oleh mahasiswa, dosen dan karyawan yang memiliki kualitas terbaik untuk berkontribusi. Dalam transformasi budaya menulis hasil penulisan dari dosen, mahasiswa dan karyawan harus memiliki kualitas unggul yakni memiliki nilai lebih dari perguruan tinggi lainnya. Untuk mendapatkan kualitas akademik dalam bidang menulis dibutuhkan kontribusi tentang menetapkan standar mutu, proses pengendalian, umpan balik sebagai bentuk evaluasi. Menetapkan standar mutu memberikan jaminan kualitas secara keseluruhan aspek-aspek pengelolaan perguruan tinggi.

3.3 Innovation focus (memfokuskan pada inovasi/penemuan baru)

Memfokuskan pikiran pada upaya menjadi budaya menulis terdepan dengan dimensi baru dan berkemampuan tinggi, dan membuat agar melakukan inovasi dijadikan sebagai bagian dari budaya dan falsafah organisasi. Inovasi lahir dari sebuah ruang kebebasan dan dukungan untuk menciptakan hal-hal baru, penemuan baru yang didukung dari visi kepemimpinan perguruan tinggi. Inovasi memberikan sesuatu hal yang baru dalam proses transformasi. Inovasi mampu melahirkan standar baru yang membedakan dengan standar lama sebelum transforamasi budaya dilakukan. Dalam bidang dunia penulisan lahir inovasi tentang melahirkan karya, model atau penemuan baru dalam bidang akademik yang menjadi trend setter terbaru. Perguruan tinggi Jepang menjadikan inovasi sebagai trend setter untuk melahirkan ilmuan baru yang ditopang oleh budaya menulis yang inovatif dan sistematis.

3.4 Organizational and personal learning (belajar secara organisasi dan perorangan)

Pelaku dari perguruan Tinggi harus selalu belajar secara terus menerus mengenai segala hal yang berkaitan dengan proses belajar mengajar, serta menanamkan semangat belajar orang perorang sebagai investasi. Pembelajaran organisasi didukung oleh pembelajaran secara individu. Pembelajaran secara individu didukung dengan ketersediaan ruang untuk berkerjasama sekaligus berkompetisi dalam organisasi perguruan tinggi. Dalam budaya menulis tercipta kerjasama sekaligus kompetisi bagi dosen, karyawan dan mahasiswa untuk terus belajar, melakukan riset yang menghasilkan karya-karya tulisan aplikasi bagi stakeholder perguruan tinggi.

4.5 Valuing people and partners (menghargai anggota dan rekan dari lembaga) Perguruan tinggi memiliki komitmen untuk selalu memberikan kepuasan kepada dosen, karyawan dan mahasiswa dalam mengembangkan dan memaksimalkan kemampuan budaya menulis. Selain memperhatikan kualitas tulisan, namun juga system kesejahteraan atas hasil tulisan dari dosen, mahasiswa dan karyawan. Sistem penghargaan meliputi factor instrinsik dan ekstrinsik bagi budaya menulis. Budaya saling menghargai menciptakan kenyamanan bagi anggota untuk melahirkan karya tulisan. Terjadi sebuah daya dorong secara ekstrinsik berupa penghargaan yang tersistem dan terstruktur dari pihak pimpinan.

4.6 Agility (Ketangkasan) Menciptakan ketangkasan dalam transformasi budaya menuslid dalam budaya akademik membutuhkan ketangkasan dari dosen, karyawan dan mahasiswa. Ketangkasan ini berupa kemampuan untuk menghasilkan karya tulisan. Ketangkasan ini tercipta dari pelatihan terstruktur, system penghargaan yang mendukung. Ketangkasan dari pelaku budaya akdemik mampu dan terampil dalam merespon segala hal yang harus dipenuhi maupun merespon tuntunan perubahan.

4.7 Knowledge-driven system (pengetahuan untuk mengendalikan sistem)

Perguruan tinggi harus mampu menggunakan secara efektif dan maksimal data, informasi dan pengetahuan dosen, karyawan dan mahasiswa untuk menguatkan budaya menulis untuk menunjuang budaya akademik unggul. Perguruan tinggi sebagai institusi berbasis pengetahuan bergerak atas ilmu pengetahuan yang dapat menghasilkan karya tulisan terbaik yang memiliki manfaat dalam proses belajar mengajar. Pengetahuan menjadi penggerak utama dari dosen, karyawan dan mahasiswa yang ditopang system penghargaan. Ketika pengetahuan tidak menjadi penggerak untuk melakukan transformasi akan tercipta konflik yang pada akhirnya merusak proses transformasi budaya menulis.

4.8 Society responsibility (Tanggung Jawab terhadap masyarakat sekitar)

Menciptakan hubungan baik dengan masyarakat sekitar kampus dengan menghasilkan karya yang bisa membantu memperbaiki kualias masyarakat. Dalam melakukan transformasi budaya perguruan tinggi ikut menyertakan masyarakat sebagai laboratorium perubahan. Masyarakat sebagai wadah mewujudkan kebermanfaatan dari hasil budaya kampus. Kampus tidak menjadi menara gading melahirkan praktisi yang tidak bisa bermanfaat bagi masyarakat. Melakukan perubahan budaya dalam bidang akademik berakar dari kebutuhan masyarakat dengan program pengabdian masyarakat yang termasuk dalam tridarma perguruan tinggi.

4.9 Result orientation (berorientasi pada hasil)

Memfokuskan pada hasil tulisan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dan memonitor proses penciptaan tulisan. Melakukan perubahan budaya menulis menekan pada hasil yang dapat dicapai berupa output tulisan. Bentuk output tersebut adalah buku, jurnal, esai hasil dari kajian tersistem dan terstruktur. Sedangkan dalam bentuk lain munculnya hasil riset yang mampu disebar lewat berbagai media online dan offline. Orientasi pada hasil dengan komitmen pimpinan perguruan tinggi menghadirkan gerakan bersama dari dosen dengan menghasilkan tulisan jurnal yang mampu menembus jurnal internasional. Tulisan mahasiswa yang mampu berprestasi pada pekan ilmiah mahasiswa yang rutin dilakukan setiap tahun. Berorientasi pada hasil menumbuhkan kompetisi sehat dan banyak metode untuk mencapai hal hasil yang diinginkan.

4.10 System perspective (perspektif sistem)

Yaitu menyetarakan antara budaya menulis dan struktur dengan tujuan perguruan tinggi yang dibantu oleh keputusan dan kebijakan dari tingkat pimpinan perguruan tinggi. Dalam upaya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan menjaga kualitas budaya menulis dalam budaya akademik, ke depan menetapkan ‘standar mutu’ untuk mengukur kualitas dari budaya menulis dalam budaya kademik. Pencapaian peningkatan mutu dipengaruhi oleh banyak tahapan kegiatan yang saling berhubungan mulai dari perencanaan/desain sampai pada pemeliharaan budaya menulis yang telah dicanangkan. Pencapaian mutu tulisan yang diinginkan ini memerlukan kesepakatan dan partisipasi seluruh anggota kampus, yang dimulai dari pimpinan, karyawan, dosen dan mahasiswa. Tanggung jawab manajemen mutu ada pada pimpinan puncak suatu perguruan tinggi. Terciptanya tulisan berkualitas dari dosen, karyawan dan mahasiswa adalah indicator suksesnya secara system dalam transformasi budaya organisasi.

4. Kesimpulan dan Rekomendasi

Proses transformasi budaya menulis dalam budaya akademik melahirkan banyak manfaat bagi dosen, karyawan dan mahasiswa serta masyarakat. Namun disatu sisi juga memiliki hambatan dan kendala untuk mewujudkan transformasi budaya menulis. Proses transforamasi bukan sebuah proses dalam waktu cepat, namun membutuhkan proses yang panjang dan berkelanjutan. Komitmen dari pihak pimpinan perguruan tinggi adalah kunci utama melakukan transformasi budaya menulis untuk menciptakan perguruan tinggi unggul dan berprestasi. Sebagai wujud dari proses transformasi yang didukung oleh pemimpin dapat dilaksanakan beberapa kegiatan bernama “Penghargaan Akademik” dengan ketentuan:

1. Mengakomodir seluruh civitas akademika, dosen, mahasiswa, karyawan

2. Kegiatan tahunan yang disandingkan dengan kegiatan wisuda setiap tahun.

3. Mempersiapkan infrasuktur secara manajemen dan juga sumberdaya manusia yang dapat inklut dalam satu divisi atau masuk dalam divisi SDM.

4. Pelatihan dan media publikasi bagi civitas akademika.

Catatan kaki

Brown, Andrew. 1998. Organizational Culture. Harlow. Pearson Education Limited.

Drs. H. Rohiman Notowidagdo, Ilmu budaya dasar berdasarkan Alquran dan hadits. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta 1997.

http://akatelsp.ac.id/2009/01/09/akatel/rendah-budaya-menulis-dosen-indonesia/diakses pada 6/5/2011 Supriadi, dalam makalah Khairudin Kurniawan.

Membangun budaya akademik perguruan tinggi Tjipto Atmoko, drs,SU. Makalah disampaikan pada Disampaikan pada acara ‘studium general’ mahasiswa baruProgram Ekstensi FISIP UNPAD, 6 September 2005

Stephen R. Covey, The 8th habit, melampaui efektivitas menggapai keagungan, gramedia pustaka utama, copyright 2005, cet 3 2008

James o’toole, Leadership A to Z a guide for the appropriately ambitious panduan berambisi secara positif, alih bahasa neneng natalina. Editor nurcahyo mahanani, Jakarta erlangga 2003 hal. 10

Daftar pustaka

James o’toole, Leadership A to Z a guide for the appropriately ambitious panduan berambisi secara positif, alih bahasa neneng natalina. Editor nurcahyo mahanani, Jakarta erlangga 2003 hal. 10.

Stephen R. Covey, The 8th habit, melampaui efektivitas menggapai keagungan, gramedia pustaka utama, copyright 2005, cet 3 2008

Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Belajar Mahasiswa

Brown, Andrew. 1998. Organizational Culture. Harlow. Pearson Education Limited.

Drs. H. Rohiman Notowidagdo, Ilmu budaya dasar berdasarkan Alquran dan hadits. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta 1997.

Prof. Ir. Amrinsyah Nasution M.E.S.E.,Ph.D, http://akatelsp.ac.id/2009/01/09/akatel/rendah-budaya-menulis-dosen-indonesia/diakses pada 6/5/2011 Supriadi, dalam makalah Khairudin Kurniawan. Membangun budaya akademik perguruan tinggi

Tjipto Atmoko, drs,SU. Makalah disampaikan pada Disampaikan pada acara ‘studium general’ mahasiswa baruProgram Ekstensi FISIP UNPAD, 6 September 2005

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun