Keempat. Doing it. Meliki rencana pelaksanaan yang menggunakan waktu pencapaian dengan akronim SMART (Spesifik, Measurable, Achiveable, Realistic, Time deadline).
Sebuah pepatah mengatakan perencanaan yang baik adalah setengah dari pelaksanaan. Dari sebuah perencanaan terlihat bagaimana segala sesuatu dapat di realisasikan dengan tahapan-tahapan.
Sebuah bangunan istana, gedung, rumah sederhana, maupun sebuah gubuk mesti memiliki tahapan-tahapan pekerjaan. Dimulai dengan memotong kayu, mengukur besi, mengaduk semen. Menata bagian-bagian. Pada saat inilah di butuhkan sebuah kekuatan team yang memiliki tanggungjawab masing-masing yang saling bersinergi satu sama lainnya.
Dalam filosafi solat berjamaah di sinilah masing-masing merapatkan barisan. Mengerjakan tahapan-tahapan solat atau pekerjaan yang di bawah satu kepemimpinan, komando dan koordinasi. Masing-masing melakukan job diskription yang menjadikan sebuah gerakan utuh bersama.
Pada proses doing it (mengerjakan) menjadikan seseorang melakukan tahapan kritis untuk menyelesaikan sebuah rangkaian. Berbagai kendala hadir dan datang silih berganti satu dengan lainnya. Berbagai persoalan menghadirkan banyak perhatian dari berbagai pihak yang dengan ketidaktahuannya menyalahi dan terkadang mencemooh.
Proses doing it pada tahapan awal adalah peneguhan sang pemenang pembelajar dengan lingkungan. Peneguhan ini membutuhkan sebuah konsistensi action, komitmen disiplin berbuat. Belajar tentang ini adalah bagaimana mentari setiap pagi menyinari bumi dengan senyum cahaya yang lembut.
Belajar kepada dedaunan yang selalu tumbuh satu, dua, tiga pucuk baru setiap hari di batang dan cabang yang berbeda.
Belajar kepada bunga yang selalu menghadirkan kuncup-kuncup indah di ujung dahan dengan berbegai aneka warna dan bentuk yang mempesona.
Belajar kepada mata air yang selalu mengalir setetes demi setetes keluar dari bebatuan dan kemudian berkumpul menjadi anak sungai kecil yang bergabung dengan mata air lainnya maka lahirlah sungai nil, musi, dan sungai ciliwung.
Belajar dari air terjun yang menetes perlahan ke bawah dan selalu menetes kebawah tanpa pernah lelah untuk berhenti yang akhirnya memberikan pemandangan indah, pelangi yang selalu hadir ketika cahaya mentari menyinari embun-embun yang berterbangan. Menciptakan kolam yang menjadi tempat mandi dan melepas lelah.
Kelima Duit. Inilah terakhir yang menjadi sebuah kekuatan besar yang menjadikan semua prosesi dreaming yang menaklukkan diri sendiri kemudian masuk pada proses mendisain, kemudian desiring sebagai sebuah daya dorong yang kemudian melakukan sebuah proses doing.
Persoalan yang sering menjadi dilemma adalah pertarungan tauhid dalam ekonomi dengan tidak terlibat dalam ribawi dalam mengelola usaha dan mengembangkan dengan persoalan menciptakan nilai lebih. Inilah fakta dan derita yang telah menjadi luka besar di dalam tubuh ummat islam hari ini.