Seperti sebuah lukisan yang ada dalam pikiran seorang pelukis yang belum tertuang dalam sketsa garis-garis yang belum jelas bentuk dan wujudnya. Ia masih berada di dalam kesadaran sang pelukis. Barangkali kita melihat dia tersenyum sendiri dengan dreaming yang akan ia gambarkan di kanvasnya nanti.
Seperti seorang arsitek yang mempunyai gambaran utuh tentang sebuah bangunan yang menakjubkan. Namun belum ia buat dalam garis-garis di atas kertas kerja dan juga hanya baru sekedar sebuah kesadaran bentuk imajiner.
Seperti seorang pengusaha yang melihat peluang-peluang besar dengan melakukan sebuah usaha yang dapat mendatangkan lapangan pekerjaan, memberikan nilai lebih bagi masyarakat, menciptakan produk dan jasa baru yang memudahkan banyak orang.
Seperti Napoleon Bobaparte yang melihat eropa dan juga peta afrika ketika kecil dan ia berkata aku akan menaklukkan daratan ini dengan tanganku. Sebuah dreaming yang ia cam di waktu kecil dan akhirnya sebuah sejarah berpihak kepada Napoleon Bonaparte.
Seperti Rasulullah dengan visi rabbul alamin dan rahmatal ‘alamin memulai sebuah desain masyarakat yang hidup berdampingan saling menguatkan. Kehidupan sebuah masyarakat yang menjadi masyarakat terbaik sepanjang zaman. Ia memimpikan dan melakukan dreaming di gua hira mencari sebuah formulasi tentang apa yang di cita-citakan.
Pada saat inilah para sang pemenang pembelajar menghadapi dirinya sendiri. Tidak ada orang lain, berhadapan dengan diri sendiri adalah awal sebuah penaklukan pertama. Ketika ia telah mampu berdamai dengan dirinya sendiri, bekerjasama dengan dirinya sendiri. Maka ia mulai melakukan sebuah langkah sederhana untuk mewujudkan dreaming yang telah menyatu dalam dirinya.
Apakah yang membuat seorang sang pemenang pembelajar itu mampu membuat sebuah dreaming? Dikala yang lain masih terpaku dengan jebakan rutinitas, jebakan kebiasaan tidak produktif-prestatif, jebakan kultur yang tidak mendukung. Ketika sebuah tradisi keluarga yang tidak melahirkan pribadi yang mampu menjadi pemenang pembelajar. Ketika lingkarang tetangga yang hanya tidak memiliki impian sama sekali dan hidup pasrah cumin untuk hari ini. Mengapa terlahir mempunyai sebuah gagasan besar, gagasan berlian dan mampu melampaui pemikiran, kebiasaan, talenta seumur dan sebaya yang masih berfikir, bermimpi dan berhasrat hanya untuk hari ini dan kehidupan saya sendiri?
Pada diri sang pemenang pembelajar menciptakan dreaming yang barangkali pada tahap awal hanya secara pribadi sendiri yang mengetahui. Kemudian perlahan ia melukiskan dalam bentuk sebuah mimpi yang jelas dan dapat di visualisasikan dengan kalimat, gambar dan juga sebuah pencapaian di akhir.
Pada saat itulah sang diri pemenang pembalajar mempunyai teman yang menjadi daya ungkit dreaming
Pertama daya ungkit Spiritual, Sebuah nilai-nilai universal yang menjadi perekat utama dari sebuah komunitas makrokosmis dan mikrokosmis. Dalam buku law of attraction dan beberapa buku lainnya ada sebuah kekuatan mengapa seseorang itu mampu mendreaming sesuatu dan mewujudkkannya.
Salah satu hukum itu adalah hukum melayani. Inilah daya ungkit bill gates datang dengan konsep windowsnya untuk melayani pengguna computer sampai ke rumah-rumah. Kemudian daya ungkit spiritual mencintai yang melahirkan khalifah umar bin khattab mau memikul sendiri gandum untuk ibu yang mempunyai anak kelaparan. Kemudian daya ungkit kesamaan universal yang mampu melahirkan malcom x, dalai lama, mahatma Gandhi, soekarno-hatta.
Kedua daya ungkit emosional. Ketidak daya ungkit spiritual menggema pada saat dreaming maka kemuadian ada daya ungkit selanjutnya bernama emosional. Keberpihakan rasa yang menghunjam para pejuang, pelayan.