“Minggu lalu dia punya nama Sekar, minggu depannya ganti siti. Kemarin saya Tanya berubah lagi jadi Munawaroh dan hari ini saya Tanya dia punya nama Zaenab Ibu.” Ibu Jeny sambil ketawa.
“Hahaha, kog bisa Ibu? Ya nanti hari sabtu kita rapatkan dengan orang tua Siswa itu untuk menentukan namanya.” Sambil tertawa ibu Bibi menjawab dengan guyonan.
“Bisa itu bu, seperti rapat di DPR harus ada kebijakan yang dikelurkan. Hahaha!” Ibu Jeny terpingkal pingkal.
“Honor rapat nanti kita bayar pakai apa ibu ?” Pak Basuki yang sedari tadi mendengarkan perbincangannya menambahkan guyonan.
“Ya apapun bisa, ikan asinkah, ikan terikah, ikan Tongkolkah. Atau sebotol air mineral biar tak tenggang bapak.” Ibu Bibi tertawa lebih kencang dan keras.
Ini merupakan gambaran yang sangat sering terjadi di sekolah-sekolah Indonesia yang berada di Sabah. Hal ini dikarenakan ketidak adaan dokumen. orang tua mereka pun sering menggonta-ganti nama panggilan anaknya. Sehingga anak pun menjadi bingung siapa sebenarnya nama aslinya. Ketidak berdayaan membuat mereka jarang memikirkan hal-hal yang sedetail Paspor bagi anak-anak mereka. Inilah salah satu retorika kehidupan para Anak TKI atau Buruh Migran Indonesia (BMI) yang tersebar di Sabah Malaysia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI