Setelah rangkaian upacara bendera selesai, masyarakat tidak langsung begitu saja bubar. Berbagai kelompok kesenian dari penjuru Kecamatan Srumbung menampilkan aksi pertunjukannya. Ada janthilan, campur, kobra siswa, reog, dan sudah pasti lutungan alias panjat pinang tradisional. Dulu tontonan favorit yang paling saya senangi adalah penampilan kesenian campur dari dusun Cabean Wetan atau Mandungan.
Untuk menu makanan khas Agustusan di Kecamatan Srumbung sudah pasti kupat tahu di warungnya Mbah Harjo, tepat di depan Puskesmas Srumbung. Racikan bumbu kacang, kecap, merica dan cabe dipadu irisan kupat, tahu goreng setengah matang, kubis serta tauge menhadirkan sensasi hidangan yang menjadikan ribuan warga sabar mengantri bagaikan ular naga yang panjang sekali. Kelezatan kupat tahu terasa lengkap dan klop ditambah dengan seger pedesnya wedang jahe yang melegakan kerongkongan warga yang kehausan di tengah terik matahari.
Akan selalu kehabisan kata-kata untuk sekedar melukiskan keindahan suasana peringatan Perayaan Agustusan di kampung halaman saya tersebut. Sekian tahun berlalu, saya sudah tidak berkesempatan lagi menikmati langsung kemeriahan sebuah perayaan kebangsaan di wilayah Tepi Merapi tersebut. Namun demikian, beberapa sedulur sempat berbagi foto-foto yang menggambarkan masih meriahnya Perayaan Agustusan di Srumbung. Meski dari jauh, namun jujur, saya turut menikmatinya seolah-olah saya berada langsung di lokasi kemeriahan yang ada.
Dirgahayu Kemerdekaan RI ke-69. Merdesa!
Ngisor Blimbing, 17 Agustus 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H