Mereka berdua terdiam sejenak. Rina menatap Sari, mencoba mencari kepastian. Tapi tatapan sahabatnya justru semakin ragu. "Tapi... aku dengar suara langkah tadi," kata Sari pelan, akhirnya mengakui bahwa perasaannya juga tak menentu.
Esok harinya, saat mereka bekerja di klinik, suasana semakin terasa aneh. Tidak ada pasien yang datang, meskipun klinik sudah buka sejak pagi. Sinar matahari tampak enggan masuk ke dalam ruangan-ruangan klinik, seolah terhalang oleh sesuatu yang tak terlihat. Pada sore harinya, wanita berambut panjang itu kembali datang. Kali ini, ia duduk di ruang tunggu lebih lama dari biasanya, hanya diam, seperti patung tanpa jiwa.
"Sari, aku nggak tahan lagi. Kita harus cari tahu siapa wanita ini," bisik Rina saat mereka berdua berada di poli gigi.
Sari mengangguk. "Aku setuju. Aku juga mulai ngerasa ada yang nggak beres."
Mereka mendekati seorang perawat senior yang sudah lama bekerja di klinik itu, seorang wanita tua bernama Bu Lestari. Ketika ditanya tentang wanita berambut panjang itu, ekspresi wajah Bu Lestari berubah drastis. Ia terlihat gugup, matanya menghindari tatapan mereka.
"Jangan ikut campur, Nak," katanya dengan suara pelan tapi penuh peringatan. "Beberapa hal lebih baik tidak diungkap. Klinik ini... ada banyak cerita yang seharusnya tetap terkubur."
"Tapi Bu, siapa wanita itu? Kenapa dia selalu datang ke poli gigi?" Rina tak menyerah, matanya menatap tajam.
Bu Lestari terdiam lama. Akhirnya, dia berbisik. "Dulu, ada seorang pasien yang meninggal di sini. Dia sering datang untuk berobat di poli gigi, tapi suatu hari terjadi kecelakaan... giginya dicabut secara salah, menyebabkan infeksi parah. Tak lama kemudian, dia meninggal. Sejak itu... klinik ini mulai didatangi hal-hal yang tidak bisa dijelaskan. Wanita itu... mungkin salah satu dari mereka."
Malam harinya, Rina dan Sari tak bisa tidur. Pikiran mereka dipenuhi ketakutan. Suara langkah-langkah aneh kembali terdengar, semakin keras dan cepat. Ketika mereka memberanikan diri keluar kamar, lorong asrama dipenuhi dengan bayangan samar-samar yang bergerak tanpa arah. Lampu lorong berkedip-kedip, menciptakan suasana seperti di dalam mimpi buruk.
Tiba-tiba, suara tawa pelan menggema di seluruh ruangan. "Hehehe... hehehe..." suara itu terdengar dari segala arah, seperti datang dari dinding-dinding yang hidup. Sari memegang tangan Rina erat-erat, gemetar ketakutan.
"Ini sudah cukup, Rin. Kita harus keluar dari sini," ucap Sari terbata-bata.