Mohon tunggu...
Alamsyah
Alamsyah Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis & Content Writer

Lisan Terbang, Tulisan Menetap

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tangis Berkelindan Tawa

7 November 2021   14:00 Diperbarui: 7 November 2021   14:14 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebenarnya tak ada tangisan jika semua baik-baik saja. Juga tak ada tawa jika semua tidak baik-baik saja.

Ketika tangis dan tawa berkelindan, sesungguhnya jiwa sedang berfatamorgana. Seperti menyaksikan telaga di hamparan gurun, kita pasti berlari dari kedahagaan abadi dengan kaki-kaki yang sudah lemah dan keringat bercucuran. 

Ketika tangis dan tawa bersama-sama keluar dari bola mata dan mulut, maka siapa yang salah menilai, jika pemilik keduanya sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja. 

Antara kegelisahan jiwa dan kebahagiaan semu, keduanya bertemu di sudut waktu tentang bagaimana memaknai hidup yang tak abadi ini.

Tangis dan tawa berkelindan menyisahkan sebuah kisah antara ada dan tiadanya harapan juga mimpi yang tergelung ombak di samudera tanpa adanya pantai sebagai tempat kaki berpijak lalu melangkah menuju satu tempat bernama kebahagiaan. 

Ketika engkau menangis seraya tertawa, orang lalu menilaimu gila dan sinting, padahal bukan itu sebenarnya makna dari tangis dan tamu mu itu.

Sebegitu mudah orang memberi nilai pada raut wajah dengan segenap mimiknya, sedangkan bathin dan jiwa tidak menggambarkan apa yang orang nilai tersebut. 

Kenapa tertawa menjadi perlambang bahagia dan tangis melukiskan kesedihan. 

Tiada yang bisa membalik antara tangis dan tawa tadi sebagai sebuah wujud rasa.

Menangis ialah saat mata meneteskan air sedangkan tertawa ialah mengeluarkan suara dari mulut sambil terkekeh dengan perut terguncang bergerak naik turun setelahnya diam setelah lelah tiada tertahan lagi. 

Kemudian dari situ engkau berpikir dan orang lain menilaimu sedang memahat di atas air sungai yang mengalir deras menuju samudera hati dimana di permukaannya nampak bahtera-bahtera membawa sepasang lelaki dan perempuan yang mengikat janji untuk sehidup semati dalam sakral sebuah perkawinan.

Tangis dan tawa lalu pecah saat perempuan yang engkau bawa dengan bahtera tadi melahirkan seorang anak ketika engkau sedang berjalan dengan memanggul sekarung masalah di awal mula pernikahan yang tak mudah itu. 

Kemudian tangis dan tawa itu engkau simpan dihadapan orang lain agar tak terlihat bahwa engkau sesungguhnya sedang berbahagia tetapi juga bersedih hati.

*******

Ciledug - (7/11/2021)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun