Mohon tunggu...
Surya Ferdian
Surya Ferdian Mohon Tunggu... Administrasi - Shalat dan Shalawat Demi Berkat

Menikmati Belajar Dimanapun Kapanpun

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Panik Tilang Elektronik? Gak Usah Takut

13 Maret 2021   22:56 Diperbarui: 14 Maret 2021   00:48 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Transportasi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Wirestock

Sebagai orang menjadi bagian dari kebanyakan orang umumnya, berurusan dengan Kepolisian adalah hal yang sebisa mungkin dihindari. Mungkin hanya untuk mengangkat jodoh saja, berurusan dengan Kepolisian adalah hal yang tidak membuat panik. Walaupun tetap akan agak "merepotkan."

"Dhuar" pertengahan bulan lalu, seorang pegawai pengataran surat datang menyerahkan surat beramplop coklat. 

Kalau di lembaga-lembaga pemerintah, mendapat amplop coklat bisa jadi menyenangkan. Amplop coklat yang kita terima setelah mengerjakan sesuatu bagi institusi pemerintah bisa jadi berisi bayaran untuk jasa kita.

Tapi pertengahan bulan lalu, amplop coklat yang diantarkan ke rumah berkop Kepolisian Daerah Metro Jaya, dengan nama saya jelas tersebut pada bagian penerima surat. Istri, yang menerima surat sudah mulai khawatir. 

Karena ada kebiasaan kami untuk tidak mengusik privasi, termasuk surat menyurat. Jangan tanya "hai" mantan yang mampir ke media perpesanan whatsapp. Sudah pasti tidak akan terbaca olehnya.

Saat surat dari Polda Metro Jaya diterima istri, saya masih berijihad (cieeeh) mencari nafkah untuk keluarga. Sudah barang tentu surat ini menambah khawatir istri dan anak-anak di rumah.

"Sudah buka saja lihat isinya" kataku untuk mengurangi kekhawatiran istri dan anak-anak. Tapi dengan begitu, justri kini kekhawatiran itu yang mendera saya.

"Surat tilang Pah, ada fotonya papah main hape," kata istriku. Benar saja informasi yang diucapkan justru menambah cepat detak jantung. "Papah diminta konfirmasi kepemilikan dan kesalahannya, ada kode dan barcode disini," lanjut istri. "Ya sudah nanti diurus," kataku.

Sampai dirumah saat toko-toko di pinggir jalan utama sudah tutup karena khawatir akan disegel Satgas Covid-19. Surat yang siang tadi cukup bikin tegang, malah membuat senyum-senyum saat sudah ditangan. 

"Untung, Cuma kelihatan pakai hape," gumam dalam hati. Baru kali ini ada perasaan lega, selepas membaca surat yang amplopnya saja sudah bikin merinding. 

Baru kali ini juga ditilang tanpa ada yang disita baik SIM maupun STNK. Walaupun setelah, baca-baca ternyata STNK kendaraan yang ditilang elektronik akan dihukum tidak dapat diperpanjang izinnya sebelum membayar denda.

Esok harinya, langsung membuka alamat https://etle-pmj.info/id/ seperti yang dimintakan oleh si pengirim surat. Sebenarnya bisa juga dengan membuka http://etilang.polri.go.id/ 

Tidak cukup sulit untuk memeriksa semua bukti yang dinilai sebagai pelanggaran. Setelah memasukan nomor kode referensi yang berada di seperempat terakhir halaman surat, dan nomor plat kendaraan. Ada 11 kombinasi huruf dan angka yang harus di masukkan kedalam kotak kosong pertanyaan nomor referensi pelanggaran.

Selesai memasukkan kode referensi dan nomor plat kendaraan, halaman daring akan membimbing kita untuk memeriksa informasi. Ada informasi detail kendaraan, pemilik kendaraan, dan peristiwa pelanggaran. 

Setelah mencocokan semua isi informasi, tergelitik juga melihat foto pelanggaran yang dituduhkan. Benar saja ada 4 foto pelanggaran yang disediakan. Sulit rasanya untuk mengelak dari tuduhan pelanggaran ini. 

Walaupun sebenarnya menggunakan hape bagi saya bukan hal yang dapat mengganggu konsentrasi yang bisa menyebabkan kecelakaan. "Ya sudah lah, terima saja," gerutuku.

Pertanyaan paling akhir adalah kotak untuk mengkonfirmasi apakah kita mengakui kesalahan dan kebenaran informasi. Semua saya konfirmasi dan akui pelanggaran yang dituduhkan. 

Ada waktu 7 hari bagi kita yang dituduh melanggar aturan berlalulintas jika merasa keberatan. Di halaman daring konfirmasi pelanggaran juga tersedia kotak tanya jawabnya. 

Bagi anda yang sudah melepaskan kendaraan yang melanggar (misalnya menjual) sekalipun bisa mengkonfirmasi bahwa anda bukan lagi pemiliknya.

Selesai memeriksa informasi dan mengkonfirmasi pelanggaran serta mengisi informasi tambahan seperti alamat surat elektronik, dan nomor ponsel, maka selanjutnya saya melihat berapa nilai denda yang harus dibayar. "Wah Tujuh Ratus Lima Puluh Ribu, yah" ucapku sambil tercengang.

Walaupun tertulis besaran denda, ternyata nilai itu adalah nilai "titipan denda" sebelum pengadilan memutuskan perkara. Untungnya dihalaman tersebut tidak mengharuskan kita untuk segera membayar denda. 

Kebetulan juga dari pengalaman tilang sebelum ada tilang elektronik, saya paham besaran denda yang harus dibayar adalah saat pengadilan sudah memutus perkara. 

Untuk kasus tilang yang saya alami, sidang perkara akan dilaksanakan 14 hari setelah waktu peristiwa. "Ya sudah lah, nanti saja setelah putus perkara," kataku. Waktu 14 hari yang tersedia sebelum sidang perkara kumanfaatkan untuk tetap bekerja seperti biasa.

Pengadilan memiliki hari khusus untuk pelanggaran atau tindak pidana ringan (tipiring), biasanya Jumat. Untuk pelanggaran lalu-lintas umumnya 14 hari setelah peristiwa terjadi. 

Benar saja, Jumat di hari sidang dilaksanakan, sekitar pukul 13.00 WIB, saya memeriksa putusan perkara lewat halaman daring http://sipp.pn-jakartapusat.go.id/.

Saya tinggal memasukkan nama di kolom kata kunci pencarian. "Woila... ada nama saya". Selain itu tercantum juga informasi perkara, status, hingga hakim yang akan menyidangkan. 

Informasi yang paling mendebarkan berada di kolom "putusan" karena disanalah besaran denda yang harus dibayar tertera. 

"Denda Rp199.000 Biaya Perkara Rp1.000 Subsider Kurungan 3 Hari," kalimat yang terera. Dengan demikian saya harus membayar Rp 200.000 Rupiah. "Alhamdulillah, jauh dari titipan denda tilang," kataku.

Bingung Bayar

Konfirmasi pelanggaran sudah, putusan pengadilan atas pelanggaran juga sudah ada. Tinggal bagaimana cara membayarnya. Baca-baca informasi di google ada yang bilang dapat dibayar di bank selain BRI yang menjadi rekanan. 

Nama bank dan nomor rekening BRI memang disebutkan di dalam konfirmasi pelanggaran sebagai rekening penampung titipan denda. Tapi tidak ada informasi yang cukup berkaitan dengan cara membayar putusan perkara yang ditetapkan pengadilan.

Malam hari setelah memastikan besaran denda tilang, saya mencoba untuk melakukan pembayaran sebagai ketaatan. Dari informasi yang sedikit, saya coba untuk membayar lewat ATM BCA dan Mandiri dengan metode transfer antar bank, ke nomor rekening yang dimaksud. 

Dengan cara memasukan kode bank, dan 15 digit kode referensi pelanggaran sebagai rekening tujuan, ternyata hasilnya terus menerus gagal. Hampir satu jam saya mencoba 3, ATM Bank untuk melakukan pembayaran, tetap masih gagal. 

Karena kantor akan tutup, saya putuskan untuk pulang kerumah. Denda Tilang yang mestinya saya bisa bayar saat itu juga, terpaksa harus ditunda. "Senin, buka kantor ke bank BRI deh," gumamku dalam hati.

Karena masih penasaran, akhirnya berselancar lagi di google dan bertemu informasi yang belum terbaca semalam. Disana dikatakan bahwa untuk membayar tilang putusan pengadilan, harus membuka halaman informasi tilang milik kejaksaan di halaman ini https://tilang.kejaksaan.go.id/. 

Saya ikuti informasi tersebut dan memasukan nomor register tilang yang dimintakan. Nomor register tilang ini ada di surat tilang tepat dibawah nomor tilang/Briva.

"Ada kerancuan antara nomor register dan nomor tilang, ternyata," kataku. Dari sana saya jadi paham bahwa ada nomor tilang yang akan menjadi kode bayar BRIVA (layanan BRI), dan ada nomor blanko/register yang penting untuk proses lanjutan pembayaran diluar BRI. 

Saya baru tersadar, bahwa angka yang saya masukan di 3 ATM percobaan pembayaran ternyata salah.

Langkah selanjutnya, saya mengikuti perintah yang ada di halaman tilang kejaksaan. Setelah memasukan nomor register tilang, disana saya baru mendapat nomor kode pembayaran berisi 15 kombinasi angka. 

"Kombinasi angka ini yang kemarin diminta di ATM ternyata." Saya ikuti halaman ini sampai selesai, ternyata halaman e-tilang kejaksaan langsung menyediakan fasilitas pembayaran. "Dhuarrrr...." Senang sekali saya mendapat informasi ini.

Ada 3 tab yang muncul untuk pembayaran "Tokopedia", "Buka Lapak" dan "Panduan Pembayaran" melalui bank lain. Kebetulan saya menggunakan aplikasi "Tokopedia" sehingga tinggal saya ikuti saja kemauannya. Pembayaran saya lakukan dengan masuk tab top up & tagihan dan memilih "Penerimaan Negara" pada bagian "Layanan Pemerintah".

Setelah masuk di bagian "penerimaan negara" saya diminta untk memilih "Bayar PNBP" walaupun ada layanan penerimaan negara lainnya. Setelahnya, saya masukan 15 digit kode pembayaran yang sudah saya salin dari dari tilang.kejaksaan.go.id. Sudah selesai isiannya dimasukkan dan nominal jumlah pembayarannya, tinggal saya membayarnya lewat rekening internet banking yang saya miliki. Semua selesai dengan mudah.

Ternyata membayar e-tilang tidaklah terlampau sulit. Bahkan disaat pandemic seperti saat ini, kejaksaan (Jakarta Pusat) menyediakan layanan antar barang bukti (COD) apabila SIM atau STNK kita ditahan. Sayang sekali layanan yang begitu bagus dari kejaksaan ini tidak terkomunikasi dengan baik ke publik. Padahal metode ini cukum memudahkan dan relative lebih aman dari pungli.

Tilang sudah saya bayar, saya coba periksa kembali apakah sudah masuk? Ternyata pembayaran yang saya lakukan realtime diterima sehingga perkara saya pun selesai segera. Saya tidak perlu membayar COD untuk pengantaran barang bukti, dan STNK saya pun aktif kembali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun