Setelah berjuang melawan rasa takut akhirnya sampai juga di seberang. Seorang penduduk penghuni rumah dekat jembatan dengan penuh riang menunjukkan pada kami rumah Syamsu Indra Usman. Melihat ekspresi penduduk itu saya menyimpulkan bahwa Si Penyair Gunung sangat disukai penduduk setempat.
Alhamdulillah, sampai juga kami di sebuah rumah panggung berukuran cukup besar. Di bawah rumah itu tersandar di tiang sebuah gitar bass besar tanpa senar. Inilah tempat tinggal Syamsu Indra Usman.
Kami disambut ramah sesosok lelaki ramah mengenakan kemeja kotak-kotak biru. Dia mengenalkan diri sebagai tuan rumah.Â
"Indra Usman," dia mempenalksn diri. Saya dan Bang Bes pun memperkenalkan diri masing-masing. Dalam sekejap kami terlibat obrolan serius tapi penuh akrab.
Karya Sang Penyair
Setelah ngobrol panjang lebar menceritakan berbagai hal seputar kehidupan penduduk desa, kami diperkenankan membaca karya-karya si Penyair Gunung. Ada puisi, cerpen, kumpulan resep kuliner lokal, dan essai.
Masing-masing karya sudah dijilid dalam bentuk diktat. Tebal diktat ada yang 3 cm dan 5 cm. Kliping karya-karyanya yang pernah dimuat koran daerah dan nasional dijilid tersendiri.
Khawatir karya-karyanya hilang dimakan usia, saya menawarkan membuatkan blog di internet untuk meng-upload sekaligus mendokumentasikan karyanya. Syamsu Indra Usman setuju.
Setelah pulang ke Lampung saya pun segera membuat blog yakni www.penyairgunung.blogspot.com. Kemudian satu demi satu puisi karya Syamsu Indra Usman tayang di internet. Tak kurang 40 karyanya sdh tayang. Proses upload berhenti karena bundel diktat kumpulan puisi serta resep makanan saya kembalikan ke Syamsu Indra Usman karena ada yg ingin mencetaknya di Bengkulu.
Syamsu Indra Usman meninggal dunia tgl 22 Mei 2013. Dimakamkan di kampung halamannya Desa Lubuk Puding, Ulu Musi, Kab. Empatlawang.
Sepanjang hayatnya dirinya didedikasikan untuk kemajuan daerah Lintang Empatlawang. Salah satu buah karya almarhum adalah semboyan Empatlawang "Sangi Keruani Saleng Kerawati". Arti semboyan itu setiap warga Empatlawang dimana pun berada harus saleng kenal dan saling menjaga. Semboyan tersebut dibuat dan disosialisasikan di komunitas masyarakat Lintang Empatlawang di perantauan era 70-an.