Deal.
Sebenarnya, ingin segera saya langsung menuju halte Blok B. Namun pemandangan di Blok G menarik perhatian saya. Seakan-akan ada kekuatan lain yang menarik kaki saya turun, dan saya tersadar sudah berdiri di atas trotoarnya.
Spot terakhir yang saya kunjungi berada di bangunan serupa pusat perbelanjaan modern itu. Bus explorer yang saya tumpangi berhenti di haltenya. Cuaca makin lembab dan panas. Langkah kaki ini dipercepat agar segera sampai di Pos Damkar Brother Land.
Benar dugaan saya! Pos pemadam kebakaran itu dipenuhi pembeli. Saya juga malah ikutan membeli. Tapi kegiatan ini saya lakukan agar saya dapat lebih dalam lagi masuk untuk melihat kondisi di sana.
Sela ruang antara mobil blambir yang terparkir agak lebar dan memanjang. Di pertengahan sela ruang tersebut terdapat satu papan pembatas sehingga terdapat area pribadi dan area jualan.
Tepat di depan  mobil tergelar barang dagangan. Sungguh aneh. Tidakkah pos tersebut seharusnya steril? Mulai pakaian dalam, pernak-pernik suvenir, makanan dan minuman, semua berserakan di sana. Tampak pos Damkar menjadi tempat ideal menjajakan dagangan. Spot-nya dilindungi atap yang dapat dijadikan tempat berteduh. Mungkin karena hal itulah para pedagang kaki lima berkerumun mencari uang.
Saya berharap, semoga tidak pernah terjadi bencana apapun di kawasan strategis ekonomi ini. Karena, saya tidak bisa membayangkan hal itu jika terjadi. Penuhnya barang dagangan dan orang-orang di sana tentu akan mempersulit kinerja para petugas pemadam kebakaran dalam bekerja menyelamatkan nyawa manusia. Dalam hal penanggulangan bencana, sepersekian detik berlalu sangatlah kritis.Â
Selesai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H