"Soalnya saya biasa naik bajaj ke Blok B. Bajaj-nya bisa turun langsung di pasar (Blok B). Kalau sekarang kan nggak bisa. Jadi, turun dulu naik ini." Jelasnya.
"Ibu baru pertama kali naik ini?"
"Iya. Ibu pertama kalinya naik."
"Kalau ibu mau turun ke Blok B, ibu musti turun dulu di Stasiun Tanah Abang. Lalu ambil lagi karcis buat naik lagi bus yang sama menuju Blok B."
"Oh iya. Terima kasih ya, dek. Maaf kalau banyak bertanya. Soalnya baru pertama, sih." Jawaban sang ibu justru membuat saya makin merasa bersalah.
Sebenarnya saya melihat di tiap tiang besi bus terpasang tombol "STOP". Saya tidak tahu fungsi dari tombol merah tersebut. Entah karena apa, saya pun lupa menanyakan perihal itu ke petugasnya hingga misi ini selesai. Dalam benak saya,tombol ini mungkin hanya berfungsi sebagai pajangan. Padahal bisa jadi tombol tersebut dapat menurunkan penumpang di tempat yang diinginkan. Bisa jadi.
Sesampainya di depan stasiun Tanah Abang, kondisi trotoar tidaklah sepenuh kemarin. Tidak ada wartawan, tidak ada pegawai pemda ataupun walikota. Hanya ada calon penumpang yang berlalu-lalang, beberapa calon pembeli yang ber-selfie ria, pedagang asongan yang menjaja barang dagangannya di tempat semaunya, serta petugas gabungan Dinas Perhubungan-Trans Jakarta-Satpol PP.
Saya segera memasuki lapak yang kemarin menjual rok keponakan saya. Pedagangnya masih mengingat saya, dan melayani dengan baik. Hanya saja sayang, celana Banana yang dicari sudah habis terjual. Saya pun memasuki pasar agak ke dalam.Â
Sekitar 100 meter dari mulut gang, saya temukan celana Jogger banana berwarna biru. Pegawai lapak menjual barang tersebut seharga 65ribu. Lalu saya tawar seharga 50ribu rupiah.
"Kalau beli tiga bisa 50ribu." Sahut pedagangnya.
Saya tawar kembali, "60ribu, deh."Â