Kita mencapai suatu kondisi yang disebut zona nyaman artinya kita sudah mengerti alur kerja, cara kerja, hingga proses kerja suatu kegiatan di dalam organisasi. Kemampuan tersebut harusnya dilihat sebagai perkembangan positif dari pekerjaan atau kegiatan kita.Â
Pada titik zona nyaman, kita bukan lagi amatir atau orang baru melainkan sudah disebut sebagai pakar. Kita seharusnya berpikir untuk belajar pengetahuan baru tanpa meninggalkan pekerjaan lama.Â
Lalu, mengapa banyak orang yang ingin keluar dari zona nyaman untuk mendapatkan tantangan baru dalam kehidupannya?
Zona nyaman dikatakan tidak lagi menantang dan malah dianggap menghambat saat kita malas bergerak untuk memanfaatkan sisa waktu usai menyelesaikan pekerjaan utama.Â
Kita masih terpaku pada prinsip 'selesai kerja, selesai urusan, dan santai'. Padahal, saat kita mampu memanfaatkan waktu lebih untuk melakukan kegiatan lain, maka kita sendiri yang akan mendapatkan manfaat lebih dari hasil karya tambahan tersebut. Minimal kita mendapatkan tambahan pengalaman dan pengetahuan baru.
Seperti saat saya bekerja sebagai jurnalis di salah satu stasiun televisi lokal di Jakarta. Saya merasakan beban berat saat menyelesaikan sebuah naskah berita dari liputan perdana.Â
Beban tersebut karena saya belum pernah menulis cerita dengan cara menulis berita.
 Alhasil, saya membutuhkan waktu selama 7 hari untuk menyelesaikan satu naskah liputan berdurasi tayang 5-6 menit.Â
Jangka waktu 7 hari itu belum termasuk tambahan hari untuk memperbaiki sejumlah catatan tinta merah dari atasan saya.Â
Proses belajar sebagai seorang jurnalis di stasiun televisi itu sungguh menguras energi dan membuat menderita jiwa dan raga.
Saya tidak patah arang untuk terus menjalaninya. Meski penuh air mata dan peluh, saya terus berjalan melanjutkan proses belajar menulis dan merangkai kalimat.Â