Senada dengan uraian di atas, pengamat politik, Lucius Karus dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) menyatakan, pencalonan para artis menjadi anggota legislatif merupakan strategi mudah parpol untuk mendongkrak suara atau kursi di parlemen.
Menurutnya, bagi parpol dengan hasrat yang besar untuk meraih kursi di DPR, mengusung orang yang mempunyai potensi dipilih rakyat akan jauh lebih baik ketimbang mengangkat kader sendiri tetapi "menjualnya" dengan setengah mati.
Di samping itu, anggota legislatif yang berasal dari kalangan selebritas tidak cukup menonjol dari anggota-anggota non-artis khususnya dalam mengemukakan gagasannya di parlemen.
Kalau demikian adanya, bukannya harkat dan martabatnya jadi terangkat sebagai warga negara, publik sama saja malah dirugikan dengan kehadiran caleg artis lantaran kemampuan mereka sebagai politisi atau yang berkaitan dengan legislasi masih kurang mumpuni.
Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Kita tahu bahwa pilihan artis yang beralih profesi ke dunia politik adalah bagian dari hak mereka, sehingga dalam konteks ini masyarakat seharusnya lebih selektif mendalami rekam jejak para selebritis yang beralih profesi ke dunia perpolitikan.
Ada di antara mereka yang mengaku pada saat diwawancarai media ingin mengabdikan dirinya di masyarakatÂ
melalui lewat jalan politik. Bahkan, mereka tak ragu mengklaim punya modal "kedekatan" dengan masyarakat.
Kedekatan para artis di panggung hiburan dengan masyarakat jelas tidak sama kedekatannya dengan rakyat dalam konteks untuk menjadi wakilnya di legislatif.
Kedekatannya dengan masyarakat dalam ranah politik tidak bisa disimbolkan seberapa sering berjabatan tangan dengan masyarakat (penonton) dari atas pentas panggung hiburan, dan lain sebagainya.
Masyarakat yang cerdas wajib mempunyai kemampuan analisis untuk membedakan mana di antara politisi yang bakal memperjuangkan aspirasi masyarakat, serta mana yang hanya pandai beretorika, apakah yang mereka janjikan saat berkampanye sesuai atau tidak dengan tindakannya (Pawito, 2009).