Dan, itulah juga yang membuat hidup hamba yang beriman asyik. Kita menjadi 'aktor' terbaik di hadapan Allah, tidak ada kebaikan yang dibuat-buat dan direkayasa. Apa yang ada di hatinya, itulah yang dia pikirkan. Apa yang dipikirkan, itulah yang dia ucapkan. Apa yang diucapkan, itulah yang dia amalkan.
Tidak ada musibah apa pun yang didramatisir untuk kemudian disikapi dengan melankolis. Imbasnya, kita menjadi jauh dari kata stres dan depresi, apalagi Post Power Syndrome, sehingga kehidupan yang tenang dan nyaman senantiasa kita rasakan.
Jika state ini sudah kita dapatkan, di situlah kemudian bibit-bibit syukur, sabar, ikhlas, dan istiqomah tumbuh di dalam jiwa kita.
Di situlah kita selalu berhati-hati dengan hukum Allah, di situlah kita telah mampu istiqomah, dan itulah yang sering kita minta 17 kali sehari dalam salat lima waktu.
"Tunjukkanlah kami jalan yang lurus. (Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka. Bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat." (Al-Fatihah: 6-7).
Kembali lagi, itu semua merupakan konsekuensi dari mengingat kematian. Apa yang selalu tampak di depan mata kita sebagai orang yang beriman adalah kehidupan akhirat, sehingga itu yang membuat kita tenang dan nyaman ketika berjalan di muka bumi ini.
Kita tidak lagi peduli dengan cacian manusia. Demikian halnya dengan pujian. Bagi kita, tidak ada perbedaan antara cacian dan pujian, karena benak kita mengatakan bahwa boleh jadi cacian yang kita terima lebih menguntungkan ketimbang pujian. Jadi, ketika kita merasa marah saat dicaci maki, bisa jadi karena secara diam-diam kita masih mengharapkan pujian orang lain.
Padahal, boleh jadi juga hinaan orang kepada diri kita tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan aib yang Allah masih sembunyikan. Lantas, dengan merenungi hal tersebut, inilah yang sebenarnya membuat kita tidak mudah sakit hati.
Perhatikan pujian yang begitu indah dari Allah kepada kita di dalam surah Al-Furqan ayat 63 berikut:Â
"Wa 'ibaadurrohmaanil ladzii yamsyuuna 'alal ardhi haunaa. Wa idzaa khoothobahumul jaahiluuna qooluu salaamaa."
Jadi, hamba-hamba yang dekat dengan Ar-Rahman itu berjalan di muka bumi penuh percaya diri, dengan sikap dan sifat rendah hatinya. Kalau diejek oleh orang-orang jahil, mereka membalas dengan doa, "Semoga Allah menyelamatkan kita semua"