Sudut pandang Islam yang seperti ini, tak pelak menjadikan hidup para pemeluknya lebih mudah dan menyenangkan. Saat seseorang tidak bisa melakukan aktivitas apa pun karena menderita lumpuh, sehingga tidak dapat melaksanakan salat berjamaah di masjid, tapi kondisinya itu juga tidak memungkinkan untuk bisa bermaksiat.
Selain itu, Allah juga sangat rida kepada seorang hamba yang sedang makan, lalu pada setiap suap nasi yang dia makan, dia tetap ingat dan memuji Allah. Demikian pula ketika minum seteguk air dia memuji Allah.
Jika orang sudah diridai oleh Allah, di manapun dia menginjakkan kaki, hidup kesehariannya menjadi sangat mudah, aman, dan bahagia. Itulah mengapa banyak dari hadits Rasulullah yang menyangkut hidup keseharian manusia berisi tentang panduan-panduan untuk menggapai rida Allah.
Di dalam salah satu hadits riwayat Muttafaq alaih, Nabi menyebut bahwa uang atau nafkah seorang laki-laki yang diberikan kepada istrinya terhitung sebagai sedekah. "Nafkah yang diberikan seorang kepala rumah tangga kepada keluarganya bernilai sedekah."
Bahkan, ada juga sebagian ibadah keseharian yang berkaitan dengan hubungan suami-istri dengan gamblang dicontohkan oleh Nabi.Â
Para sahabat Nabi bertanya kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, apakah berhubungan suami istri mendapat pahala?"
Rasulullah menjawab: "Apa pendapat kalian jika melampiaskan syahwatnya pada yang haram, bukankah itu dosa. Maka, begitu juga bila dia melampiaskan syahwatnya pada yang halal, dia memperoleh pahala." (HR Muslim).
Kemudian, Nabi Muhammad sendiri pernah ditanya oleh salah seorang dari sahabatnya.
"Islam mana yang terbaik, ya Rasulullah? Nabi Muhammad menjawab, "Engkau selalu memberi makan dan senantiasa mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenal maupun yang tidak engkau kenal." (HR Muslim).
Betapa Islam memberi pedoman yang sangat memudahkan untuk menjalani kehidupan sehari-hari, yang mana itu menjadi jalan mencari rida Allah lewat firman-Nya. Dan, firman Allah menyebut hidup keseharian dalam aturannya itu mudah dan menyenangkan.
Itulah juga mengapa ketika Allah menyebut beberapa kebaikan, Dia mengatakan, "Tetapi dia tidak menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu apa jalan yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) membebaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan pada hari kelaparan," (QS. Al-Balad: 11-14).