Kick-off perdana Piala Asia 2023 di Qatar hanya tinggal menunggu hitungan hari. Kompetisi ini direncanakan akan berlangsung mulai 12 Januari hingga 10 Februari.
Piala Asia 2023 merupakan edisi ke-18, yang mulanya dijadwalkan akan diadakan di Cina pada 16 Juni hingga 16 Juli 2023.
Namun, pada 14 Mei 2022 lalu, Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) mengumumkan bahwa Cina mengundurkan diri sebagai tuan rumah turnamen tersebut.
Pada 17 Oktober 2022, secara resmi Qatar ditunjuk sebagai tuan rumah menggantikan Cina. Qatar yang berstatus sebagai juara bertahan akan menjadi negara pertama yang menjadi tuan rumah tiga edisi Piala Asia, setelah tahun 1988 dan 2011.
Selama beberapa dekade, Piala Asia menjadi kejuaraan sepak bola paling bergengsi di Benua Kuning, dan telah memikat pemirsa dengan menyajikan kompetisi yang ketat, skil-skil hebat, dan momen-momen yang tak terlupakan.
Sejak digelar untuk pertama kalinya pada tahun 1956, Piala Asia telah menjadi saksi atas kebangkitan sepak bola Asia, menyoroti kekayaan tradisi sepak bola di benua ini, serta menunjukkan evolusinya dari waktu ke waktu.
Menarik untuk menelusuri sejarah Piala Asia yang mencakup asal-usul kompetisi, pencapaian, pembahasan tentang tim-tim terkemuka dan para pemain ikonik, serta menyoroti kontribusi penting turnamen tersebut terhadap kemajuan sepak bola Asia.
Tak ketinggalan, kiprah Timnas Indonesia pada ajang empat tahunan ini juga akan dibahas secara khusus, termasuk strategi jitu Tim Garuda untuk lolos secara mudah pada Piala Asia edisi ke-18 nanti.
Asal Usul Pembentukan Piala Asia
Sebagai kejuaraan kontinental tertua nomor dua di dunia setelah Copa Amerika, Piala Asia memiliki cerita sejarah yang cukup panjang seiring tujuan dari pembentukannya.
AFC mendirikan Piala Asia pada tahun 1956 untuk tujuan mempromosikan perkembangan sepak bola regional dan menyediakan platform bagi negara-negara Asia untuk bersaing satu sama lain.
Turnamen Piala Asia edisi pertama yang digelar AFC berlangsung di Hong Kong hanya diikuti empat tim: Korea Selatan, Israel, Hong Kong, dan Vietnam Selatan. Korea Selatan menjadi juara setelah memenangkan dua dari tiga pertandingan mereka, dan menjadi awal supremasi mereka di tahun-tahun awal kompetisi.
Pada tahun-tahun berikutnya, perkembangan Piala Asia yang semakin pesat ditandai dengan meningkatnya jangkauan dan relevansinya.
AFC kemudian memperluas keanggotaan negara peserta Piala Asia menjadi delapan tim pada tahun 1968, dan menjadi sepuluh negara peserta pada tahun 1972.
Pada tahun 1980-an, tim-tim kuat seperti Arab Saudi, Iran, dan Jepang muncul untuk menantang dominasi Korea Selatan. Lalu, format kompetisi diperluas, termasuk babak grup, babak sistem gugur (knock-out), dan terakhir, proses kualifikasi multi-tahap.
Momen-Momen Bersejarah di Piala Asia
Piala Asia telah menghadirkan banyak sekali momen seru dan ikonik yang meninggalkan kesan abadi bagi dunia sepak bola Asia sepanjang keberadaannya.
Edisi 1964 akan tetap menjadi salah satu kompetisi paling berkesan dalam sejarah sepak bola India karena Timnas mereka menjadi runner-up, yang juga merupakan hasil terbaik Timnas India di Piala Asia.
Arab Saudi memenangkan kejuaraan pertama mereka pada tahun 1984, setelah menggulung China 3-0 di partai final. Bagi Arab Saudi, ini menjadi titik awal mereka untuk kembali merebut gelar Piala Asia pada edisi 1988 dan 1996.
Kompetisi ini juga menjadi ajang unjuk bakat bagi striker terkenal Saudi, Majed Abdullah, yang menjadi pencetak gol terbanyak Piala Asia sepanjang masa.Â
Jepang yang menjadi tuan rumah Piala Asia pada 1992, meninggalkan warisan abadi berupa peningkatan organisasi dan infrastruktur. Pasalnya, turnamen ini merupakan momen penting dalam pertumbuhan serta perkembangan sepak bola Jepang, yang membuka jalan menuju kesuksesannya di masa depan.Â
Piala Asia edisi 2007, yang diselenggarakan di Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam, menambah minat pencinta sepak bola terhadap kejuaraan tersebut makin bertambah. Perjalanan Irak yang luar biasa dalam mengatasi segala rintangan hingga menyabet trofi juara pertamanya, menjadi simbol kebersamaan dan ketahanan yang luar biasa di tengah pergolakan yang terjadi di negara itu.
Bangkitnya Kekuatan Baru di Asia
Sesuai tujuan utama dibentuknya, dalam beberapa tahun terakhir ini, Piala Asia telah melahirkan beberapa kekuatan baru di kancah persepakbolaan benua ini.
Transisi Australia dari Konfederasi Sepak Bola Oseania (OFC) ke AFC pada tahun 2006 memberikan warna baru yang mengiringi perkembangan Piala Asia. Kemenangan Socceroos di Piala Asia 2015 adalah trofi pertama mereka, yang mengukuhkan timnas Australia sebagai kekuatan yang patut diperhitungkan dalam sepak bola Asia.
Kebangkitan timnas UEA yang menjadi tuan rumah Piala Asia 2019 menjadi pertunjukan menarik lainnya. Pencapaian UEA ke semifinal seolah menjadi bukti atas kehebatan sepak bola mereka hingga memicu lonjakan minat dan dukungan terhadap sepak bola di negara itu.
Pada tahun-tahun selanjutnya, Piala Asia tentu terus berkembang dan bahkan menjadi penentu terhadap masa depan sepak bola Asia.
Perluasan ajang Piala Asia menjadi 24 tim pada tahun 2019 menghasilkan peningkatan partisipasi dan daya saing, serta memberikan lebih banyak peluang bagi negara-negara kecil untuk menunjukkan kemampuan mereka di panggung kontinental.
Piala Asia pada tahun 2023 juga akan menjadi kompetisi bersejarah dengan 24 negara peserta dikelompokkan ke dalam enam grup yang masing-masing terdiri dari empat tim.
Dengan jumlah 36 pertandingan di babak penyisihan grup, pemirsa tentu saja mengharapkan tampilan memukau dari para kontestan yang bersaing untuk melaju ke babak selanjutnya.
Di babak grup ini, dua tim teratas dari masing-masing grup, serta empat tim peringkat ketiga terbaik akan beradu kekuatan untuk mendapatkan tempat di babak sistem gugur.
Babak gugur ini akan menyajikan 15 pertandingan, yang pada puncaknya akan mempertemukan dua tim di partai final untuk memperebutkan gelar juara Piala Asia 2023.
Meskipun tidak akan ada perebutan tempat ketiga, babak sistem gugur pastinya menjanjikan banyak pertandingan seru karena tim-tim yang tersisa memberikan segalanya, baik lewat adu fisik di atas lapangan maupun perang psikologis demi mengamankan tempat di final, serta mengukir nama mereka dalam sejarah sepak bola Asia.
Indonesia Jadi Kekuatan Baru, Mungkinkah?
Dalam penampilan kelimanya di Piala Asia, Timnas Indonesia berharap bisa lolos dari babak penyisihan grup hingga babak sistem gugur.
Mata bangsa Indonesia (bahkan mungkin dunia) hingga kini terus menyoroti keikutsertaan Indonesia di turnamen tersebut, bermain di Grup D, bersama Jepang, Irak, serta Vietnam.
Sepanjang partisipasinya, Indonesia telah memainkan 12 pertandingan di Piala Asia dengan rincian menang 2 kali dan seri 2 kali, kalah 8 kali, mencetak 8 gol, dan kebobolan 10 gol.
Pada empat keikutsertaan sebelumnya, Timnas Indonesia selalu tersingkir di babak grup, tapi pada edisi 2007, Timnas Garuda berhasil meraih kemenangan keduanya di Piala Asia.
Pada edisi tersebut, Indonesia mengawali perjalanannya dengan ideal, setelah mempecundangi Bahrain (2-1), tapi kalah dengan hasil yang sama dari Arab Saudi, dan menutup petualangannya dengan kekalahan dari Korea Selatan, sehingga menunda impian Timnas Indonesia untuk lolos ke babak penyisihan dalam partisipasi kelimanya di kejuaraan Piala Asia.
Timnas Indonesia kini diarsiteki oleh pelatih berpengalaman asal Korea Selatan, Shin Tae-young, yang telah memimpin staf kepelatihan selama empat tahun, dan memiliki tantangan besar untuk setidaknya melewati babak penyisihan grup, dan ini adalah ambisi yang sah.
Pria berusia 53 tahun itu juga memiliki karir kepelatihan yang panjang bersama Timnas sepak bola Indonesia untuk kategori usia, yaitu timnas U-20 dan U-23. Selain itu, dia sebelumnya juga pernah memimpin klub Korea Selatan, Seongnam, dan memenangkan Liga Champions Asia pada 2010.
Dalam daftar 26 nama Timnas Indonesia pilihan coach Shin untuk berlaga di Piala Asia 2023, menampilkan banyak pemain yang bisa menjadi pembeda di kompetisi tersebut, termasuk bek kanan Asnawi Mangkualam yang memiliki karakteristik luar biasa seperti kekuatan fisik, kepercayaan diri, dan kecepatan.
Menjelang laga bersejarah yang akan dilakoni Timnas Indonesia, catatan negatif dapat melemahkan mental juang para pemain. Pasalnya, dari total 24 peserta Piala Asia 2023 Timnas Indonesia menjadi tim dengan peringkat terendah kedua pada ranking FIFA.
Timnas Merah Putih berada di peringkat ke-146 pada ranking FIFA atau unggul empat tingkat dari Hong Kong (150) sebagai tim dengan peringkat terendah pada Piala Asia kali ini.
Kita harus ingat bahwa peringkat pada ranking FIFA hanya sebuah angka. Tantangannya justru adalah bagaimana mentalitas dari para pemain Timnas Indonesia tetap menggelora dalam menghadapi tantangan apa pun.
Seperti halnya negara-negara Asia lain yang pernah tampil mengejutkan pada edisi-edisi Piala Asia sebelumnya, harapan Timnas Indonesia untuk lolos dari penyisihan grup, dan mengukir sejarahnya sendiri di Piala Asia 2023 Qatar merupakan target yang wajar dan sangat realistis.
Berkaca dari ajang Piala Eropa pada 2016 lalu, selain Portugal, yang keluar sebagai juara padahal sama sekali tidak diperhitungkan daripada tim-tim hebat lainnya, Islandia yang juga sempat mencuri perhatian dunia menjadi bukti bahwa tidak ada yang tidak mungkin. Lebih-lebih dalam permainan sepak bola.
Aron Gunnarsson dan kolega merupakan debutan di ajang empat tahunan ini. Dengan kata lain, Piala Eropa 2016 menjadi turnamen besar pertama yang diikuti Timnas Islandia.
Meski baru pertama kali main di kompetisi akbar dan tergabung di Grup F bersama Portugal, Hungaria dan Austria, Islandia sama sekali tidak canggung. Bahkan, mereka bisa finis sebagai runner-up dengan sekali menang atas Austria dan dua kali imbang.
Penampilan Islandia makin sensasional lagi di babak 16 besar. Strkarnir okkar, julukan Timnas Islandia, di luar dugaan mampu mengalahkan kandidat juara Inggris 2-1, meski sempat tertinggal lebih dulu di awal laga.
Menghadapi kedigdayaan Prancis di babak delapan besar, dongeng Islandia harus terhenti setelah dalam laga tersebut mereka memberikan perlawanan keras pada juara dunia dua kali itu dengan skor akhir 5-2.
Torehan Islandia yang melaju ke perempat final sungguh sangat luar biasa untuk ukuran negara kecil dan debutan. Hasilnya, skuat Islandia disambut bak pahlawan saat kembali ke negaranya.
Strategi Ideal bagi Timnas Indonesia
Hasil dari laga perdana Timnas Indonesia kontra Irak kiranya sangat krusial mengingat seandainya di satu sisi Indonesia kembali jadi lumbung gol Tim berjuluk Singa Mesopotamia itu, bisa dipastikan mental dari para pemain Vietnam dan Jepang untuk menghabisi Garuda makin bertambah.
Di sisi lain, kerugian dari segi moral Timnas Indonesia akibat kekalahan dengan margin selisih gol yang besar dari Irak, berpeluang memupuskan harapan para pemain untuk berbicara lebih banyak.
Sebaliknya, jika Indonesia bisa menyulitkan Irak dengan hasil seri atau bahkan kemenangan, itu bisa dijadikan modal yang sangat berharga untuk menghadapi dua lawan tangguh berikutnya.
Kesulitan Indonesia dalam menahan dan mendominasi penguasaan bola di tengah lapangan saat bermain tampak pada saat berhadapan dengan tim yang lebih kuat.
Namun, yang pasti strategi counter attack atau serangan balik bisa jadi senjata ampuh untuk menutupi kelemahan Timnas Indonesia untuk menghadapi siapa pun lawan-lawannya di Piala Asia nanti.
Salah satu tim yang sangat dikenal karena serangan baliknya yang mematikan adalah Real Madrid di bawah komando Jose Mourinho pada musim 2011-2012. Mereka kala itu bahkan memecahkan rekor atas perolehan 100 poin di La Liga dan dianggap sebagai salah satu skuat Real Madrid paling mematikan dalam satu dekade terakhir.
Dengan keunggulan materi dari beberapa pemain yang punya kecepatan di tubuh Timnas Indonesia saat ini, mereka bisa mengadopsi strategi serangan balik tersebut. Lagi pula, strategi ini pernah digunakan Korea Selatan besutan Shin Tae-young saat mengalahkan Jerman di Piala Dunia 2018 lalu.
Serangan balik hanya memerlukan umpan-umpan yang simpel. Tujuannya agar bisa segera menciptakan peluang dan mencetak gol sebelum lawan sempat membangun kembali pertahanannya.
Umumnya, dalam strategi serangan balik, sebuah tim akan mencuri bola dan berusaha membawanya secepat mungkin ke daerah pertahanan lawan.
Tanpa berlama-lama memegang bola, Indonesia dengan strategi ini akan langsung fokus untuk mencetak gol tanpa banyak lagi melakukan umpan-umpan saat sudah sampai di depan gawang Irak.
Strategi serangan balik ini juga bisa sangat efektif dengan memanfaatkan saat-saat di mana lawan masih belum stabil dalam membentuk formasi bertahan setelah melakukan serangan.
Transisi cepat sangat dibutuhkan dalam strategi serangan balik ini. Selain itu, kerja sama tim harus klop dalam bertahan agar dapat mencuri bola dari lawan dengan cepat.
Begitu sudah mendapat bola, sangat penting bagi seorang pemain untuk segera mengoper bola ke depan dengan umpan yang presisi menuju rekannya yang sudah menunggu di depan. Intinya, strategi ini butuh kerjasama dan komunikasi yang mantap antar pemain.
Kemudian, koordinasi yang baik antar pemain bertahan memungkinkan para pemain agar siap untuk beralih dari posisi bertahan menjadi menyerang begitu sudah menguasai bola lagi.
Dua bagian penting lainnya dalam urusan bertahan ialah penempatan posisi dan penjagaan pada pemain lawan. Maka, apabila tim bisa klop dalam dua hal ini, peluang serangan balik yang sukses pun semakin tinggi.
Demikianlah, mari kita doakan dengan penuh keyakinan agar Timnas Merah Putih di Piala Asia 2023 nanti bisa memberikan kado manis awal tahun bagi publik Indonesia dengan permainan-permainan terbaiknya. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H