Diibakar oleh api kecemburuannya, Oppenheimer mungkin telah bertindak terlalu jauh. Seorang teman lamanya, Francis Fergusson, mengklaim bahwa Oppenheimer pernah mengakui bahwa dia mencampurkan apel dengan bahan kimia berbahaya dan menaruhnya di meja Blackett.
Namun, tidak ada bukti jelas tentang klaim Fergusson tersebut --- dan cucu Oppenheimer, Charles Oppenheimer, membantah bahwa kakeknya pernah melakukan tindakan itu. Namun jika memang ada apel beracun, Blackett tidak pernah memakannya.
Dikatakan bahwa Oppenheimer dikeluarkan dari sekolah dan kemungkinan adanya tuntutan pidana, sebelum ayahnya turun tangan dan bernegosiasi agar putranya dimasukkan ke dalam masa percobaan akademik.
4. Presiden Truman menyebutnya cengeng
Dalam suasana santai. Oppenheimer memang sangat persuasif, tetapi dia memiliki kecenderungan buruk untuk menyerah saat di bawah tekanan.
Hanya dua bulan setelah dijatuhkannya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, Oppenheimer bertemu dengan Presiden Harry S. Truman di Oval Office untuk membahas keprihatinannya tentang kemungkinan perang nuklir di masa depan dengan Uni Soviet.
Truman menepis kekhawatiran Oppenheimer, lalu meyakinkan fisikawan itu bahwa Soviet tidak akan pernah bisa mengembangkan bom atom.
Geram karena ketidaktahuan sang presiden, Oppenheimer meremas tangannya dan berkata dengan suara rendah, "Tuan Presiden, saya merasa tangan saya berdarah."
Truman sangat marah mendengar ucapannya ini, dan segera mengakhiri pertemuan tersebut. "Darah di tangannya, sial - darah di tangannya masih tak sebanyak darah di tangan saya," kata Truman. Truman kemudian memberi tahu menteri luar negerinya, Dean Acheson, "Saya tidak ingin melihat b******n itu di kantor ini lagi."
Pada tahun 1946, Truman kemudian menulis pada bahwa bapak bom atom adalah seorang "ilmuwan cengeng" yang datang ke "kantor saya sekitar lima atau enam bulan yang lalu, dan menghabiskan sebagian besar waktunya meremas-remas tangannya dan memberi tahu saya bahwa mereka menjadi berdarah karena penemuan energi atom."