Mohon tunggu...
Sandi Novan Wijaya
Sandi Novan Wijaya Mohon Tunggu... Freelancer - Calon Diplomat

Sampaikanlah walau satu ayat.

Selanjutnya

Tutup

Book

Buku "Gelombang Ketiga Indonesia", Mahakarya Agung Anis Matta

26 Juni 2023   17:08 Diperbarui: 18 Maret 2024   02:22 664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Buku berjudul Gelombang Ketiga Indonesia ini merupakan hasil tulisan analisis yang dipadukan perenungan penulisnya, sehingga hasil perpaduan tersebut cukup untuk mengatakan buku ini memuat gagasan yang segar; cara pembacaan realitas yang baru serta introspeksi yang jernih.

Anis Matta membagi perjalanan sejarah Indonesia menjadi tiga gelombang yang memiliki karakteristiknya masing-masing, yang mana saat ini kita sedang berada di fase gelombang ketiga.

Gelombang Ketiga Indonesia adalah suatu pergeseran masa ketika terjadi perubahan demografi yang akan mengubah lanskap politik Indonesia.

Penduduk Indonesia yang makin muda, makin berpendidikan, makin sejahtera dan makin terkoneksi dengan dunia luar melalui internet disebut Anis sebagai "warga negara baru", yang berarti membutuhkan pendekatan kepemimpinan dan komunikasi politik yang baru pula.

Selain itu, buku ini juga menawarkan perspektif baru dalam membaca perjalanan sejarah Republik Indonesia seraya menyebarkan optimisme dalam memandang masa depan.

Akan tetapi, sebelum kita lebih jauh masuk ke dalam isi buku, kiranya penting untuk mengetahui profil penulis dan faktor yang melatari penulisan karya monumental ini.

Profil Penulis

Anis Matta, lahir di Bone, Sulawesi Selatan, 7 Desember 1968, adalah mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sejak diangkat pada 1 Februari 2013.

Sebelumnya, ia juga adalah sekretaris jenderal partai tersebut sejak berdiri dengan nama Partai Keadilan pada 1998. Anis menjadi anggota DPR RI pada periode 2004-2009 dan 2009-2014.

Pada periode pertama ia berkeliling dari Komisi I (luar negeri, pertahanan, intelijen & informasi), Komisi XI (ekonomi, keuangan, perbankan) hingga Komisi II (hukum & HAM). Pada periode kedua di lembaga legislatif itu, ia menjadi Wakil Ketua DPR RI yang bertugas untuk mengkoordinasi bidang ekonomi dan keuangan.

Anis mengundurkan diri dari jabatannya sebagai anggota dan Wakil Ketua DPR RI menyusul pengangkatannya sebagai presiden partai.

Anis Matta merampungkan pendidikan S-1 Jurusan syariah dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA), Jakarta, pada 1992. Ia pernah mengajar sebagai dosen agama Islam di Program Ekstension FE Universitas Indonesia. 

Pada tahun 2000, Anis diundang menjadi peserta program pemimpin muda oleh American Council for Young Political Leader (ACYPL) di Amerika Serikat lalu mengikuti pendidikan di Kursus Singkat Angkatan ke-9 Lemhanas (2001).

Saat ini, ia menjabat sebagai Ketua Umum DPN Partai Gelombang Rakyat Indonesia, 10 November 2019 -- sekarang, atau sejak pengunduran dirinya dari Partai Keadilan Sejahtera.

Inspirasi Pemikiran

Di dalam buku ini diceritakan bahwa inspirasi dari penulisan buku Gelombang Ketiga Indonesia diinisiasi oleh suatu moment menarik pada hari-hari pertama Anis Matta berkenalan dengan teman-teman barunya di LIPIA.

Ia menceritakan bahwa ada seorang temannya yang berasal dari pulau Jawa bertanya, "Mas Anis dari Makassar, ya? Kalo ke Makassar itu berapa jam naik kereta dari Jakarta?"

Ternyata, masih ada juga anak bangsa yang belum memilliki pengetahuan mendasar tentang negaranya sendiri.

Berangkat dari pengalaman singkat yang menggelikan itu lah, ia lalu terlibat dalam pergulatan intelektual dalam memahami Indonesia.

Dari situ ia juga mencoba memahami Indonesia melalui dua hal: geografi dan sejarah.

Review Buku Gelombang Ketiga Indonesia

Buku Gelombang Ketiga Indonesia yang ditulis oleh Anis Matta ini menggunakan perspektif sejarah. Karena menurutnya, ketika kita melihat dalam satuan waktu yang besar, realitas yang terangkum juga semakin luas.

Selain itu, kita dapat menggunakan pendekatan holistik dan bukan semata diagnostik dalam memahami realitas Indonesia sebagai negara yang besar dengan struktur sosial yang kompleks. 

Muatan sejarah dinilai Anis mampu menghindarkan politik dari kedangkalan hingga membawanya pada kedalaman kesadaran. Maka dari itu, dengan memahami sejarah, politik akan bergeser dari pandangan sempit sekedar berebut kekuasaan menuju keluasan cakrawala pemikiran, dari sekedar perdebatan mengurusi kenegaraan menjadi perbincangan arsitektur peradaban.

Nama "gelombang" itu sendiri tujuannya adalah untuk menggambarkan periodisasi sejarah. Mengutip suatu karya yang sempat populer pada era 1980-an, The Third Wave karya Alvin Toffler, saat itu Toffler bersama John Naisbitt sebagai orang yang dianggap mempunyai ilmu melihat masa depan alias "futurolog". 

Belakangan, pada 1993, terbit buku Samuel Huntington berjudul The Third Wave: Democratization in the Late 20h Century yang bercerita tentang proses demokrasi di Amerika Latin dan Asia Pasifik.

Seperti yang umum terjadi bahwa momentum berkumpulnya berbagai daya menciptakan gelombang, sehingga perubahan dapat terjadi dan meski berlanjut, garis sejarah  tidak berjalan lurus semata. Gelombang juga membelokkan sejarah, mengubah wajah masyarakat, serta mengganti peradaban.

Bila kita menggunakan analogi laut, gelombang tercipta oleh angin laut, atau pasang surut yang disebabkan oleh daya tarik bulan dan matahari. Di samping itu, terciptanya gelombang juga bisa karena gempa, aktivitas vulkanik, ataupun pergerakan lempeng tektonik di dasar laut. 

Lebih jauh gelombang merupakan resultan dari berbagai faktor pendorong yang mempengaruhi. Faktor pendorong (drive) itu ada yang berasal dari dalam dan dari luar. Itu juga yang tampak pada hipotesisnya tentang gelombang sejarah Indonesia.

Dalam bab utama buku ini, penulis membagi tiga gelombang perubahan yang pada ketiganya mempunyai faktor pendorongnya masing-masing. Dan, pada setiap gelombang memiliki beberapa elemen yang secara konsisten digunakan sebagai kerangka.

Buku
Buku "The Third Wave" karya Alvin Toffler

Gelombang Pertama: Menjadi Indonesia

Faktor pembentukan suatu identitas selalu tak terlepas dari berbagai konteks yang melatarinya. Dalam hal ini masa imperialisme yang menjadi faktor pendorong utamanya.

Bertepatan dengan munculnya konsep nasionalisme sebagai anak kandung dari proses modernitas, pemuda Indonesia kala itu menyadari bahwa bangsa ini membutuhkan cara berpikir baru dalam meruntuhkan sekat-sekat etnisitas, yang sudah terbentuk selama periode perebutan kekuasaan oleh kerajaan-kerajan kecil di Nusantara.

Keinginan untuk membentuk identitas bangsa ini semakin menguat tatkala pemuda-pemuda keturunan Arab mengadakan sebuah kongres yang kelak kita kenal sebagai "Sumpah Pemuda" pada 4-5 Oktober 1935 di Semarang. 

Kongres ini menghasilkan kesepakatan bahwa untuk mengakui Indonesia sebagai tanah air mereka. Pada gilirannya, puncak dari gelombang menjadi Indonesia yaitu tercapainya cita-cita proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Faktor Pendorong:

  • Imperialisme (eksternal).

  • Pencarian identitas (internal).

Nilai-Nilai:

  • Solidaritas.

  • Gotong royong.

  • Pergerakan Nasional sebagai 'collective mind'.

Pencapaian:

  • Kemerdekaan.

  • ldentitas sosial dan politik baru.

  • Tanah air (integrasi teritori).

  • Bahasa.

Gelombang Kedua: Menjadi Negara-Bangsa Modern

Gelombang kedua ditandai oleh faktor eksternal utama yang khas, yakni perang dingin antara dua kekuatan adidaya dunia, Amerika Serikat dan Uni Soviet pada dekade 1960-an.

Sementara itu, salah satu faktor internal yang menjadi gelombang kedua ini adalah pencarian sistem kenegaraan yang kompatibel dengan sejarah dan budaya Indonesia.

Selama itu juga, Indonesia terus mengalami perdebatan sengit dalam pertarungan ideologi antara Islam, nasionalisme, dan sosialisme kendati pancasila telah secara resmi dijadikan sebagai falsafah negara. Periode ini dimulai dari pemerintahan orde lama, orde baru sampai reformasi.

Faktor Pendorong:

  • Perang dingin (eksternal).

  • Pencarian sistem yang kompatibel dengan sejarah dan budaya kita (internal).

Nilai-Nilai:

  • Konflik dan kompetisi.

  • Keamanan.

  • Menyesuaikan diri dengan kemodernan (conformity).

Pencapaian:

  • Konstitusi modern UUD 1945.

  • Penguatan lembaga negara.

  • Keseimbangan baru dalam format negara-bangsa modern.

  • Bahasa.

Ilustrasi penulis
Ilustrasi penulis

Gelombang Ketiga

Gelombang ketiga merupakan pembahasan yang menurut saya paling menarik sekaligus fase yang sedang kita alami saat ini.

Jika pada gelombang pertama dan gelombang kedua dominasi faktor pendorong eksternal sangat kentara, maka gelombang ketiga ini terutama berasal dari dalam, di antaranya pergantian komposisi demografi dan budaya.

Fase atau gelombang ketiga adalah fokus utama yang dijabarkan oleh Anis yang berkaitan dengan bonus demografi, yang akan terjadi di Indonesia dengan mencapai puncaknya pada tahun 2045 mendatang (bertepatan dengan usia satu abad RI).

Adapun karakteristik khas dari masyarakat baru Indonesia di gelombang ketiga ini adalah:

  • Kelas menengah baru yang dibentuk oleh orang berusia 45 tahun ke bawah.

  • Berpendidikan cukup tinggi.

  • Kesejahteraan yang semakin membaik.

  • Terhubung (well connected) dengan lingkungan global melalui internet.

  • Lahirnya kelompok "native democracy."

Faktor Pendorong:

  • Globalisasi dan abad Asia.

  • Budaya dan demografi.

Nilai-Nilai:

  • Orientasi kemanusiaan.

  • Pencarian kualitas makna hidup.

  • Melampaui individualisme.

Pencapaian:

  • Sedang berproses.

Buku ini ditutup oleh sebuah bab khusus yang menjadi peta jalan menuju masa depan. Langkah pertama untuk melakukan lompatan besar itu adalah mengganti cara pandang bangsa Indonesia.

Menurut Anis Matta, harus ada peralihan dalam cara kita memandang Indonesia dari sebagai satu entitas politik menjadi entitas peradaban. Hanya dengan perubahan cara pandang itu kita dapat mengubah cara kita bekerja dan mengelola sumber daya yang kita miliki. Faktor inilah yang dapat menjawab di balik alasan mengapa bangsa Arab dan Inggris dulu bisa menjadi pemimpin dunia.

Lebih jauh budaya merupakan sebuah mesin besar diperlukan bangsa ini dalam melakukan peralihan dari entitas politik ke entitas peradaban. Sekarang lah waktunya bagi kita untuk benar-benar menyadari betapa besar peran budaya dalam kemajuan setiap bangsa dalam sejarah manusia. 

Pasalnya, kebudayaan adalah pondasi yang paling kokoh dari kemajuan jangka panjang yang ingin kita raih. Salah satu instrumen budaya bangsa Indonesia yang perlu kita pertajam lagi ialah gotong royong.

Kelebihan dan Kekurangan Buku Gelombang Ketiga Indonesia

Kelebihan:

Kecerdasan penulis telah mampu membuat siapa saja terpana dan tidak jemu dalam membaca setiap sajian ide yang belum pernah diberikan oleh siapa pun di negeri ini.

Hal ini kemungkinan besar ditenggarai oleh proses pengembaraan Anis Matta selama puluhan tahun di kancah perpolitikan tanah air, juga sebagai tokoh Islamis moderat, sehingga itu semua banyak mendatangkan kedewasaan dan kematangan terhadap cara pandangnya sendiri maupun dalam merumuskan kebutuhan negeri.

Di samping itu, pembaca seolah-olah sedang dibawa langsung ke dalam perjalanan sejarah maupun realitas masa depan yang sedang dituju bangsa ini.

Selain disajikan dengan gaya bahasa ringan - meskipun tidak menghilangkan sama sekali kadar intelektualitasnya, buku ini secara penuh menggunakan perspektif ke-Indonesiaan yang semakin menumbuhkan jiwa nasionalisme bagi pembacanya. 

Terakhir, yang juga perlu digarisbawahi adalah tentang gagasan penulis yang beranggapan bahwa bentuk polarisasi politik kanan, kiri warisan Barat terbukti tidak sesuai dan tidak lagi relevan dengan karakteristik dan budaya masyarakat Indonesia, yaitu gotong royong.

Oleh karena itu, dalam menuju cita-cita negara dan bangsa dengan peradaban unggul, persatuan dari seluruh elemen bangsa ini adalah harga mati, tanpa membeda-bedakan ras, agama, orientasi politik, dan hal lainnya yang menjadikan masyarakat selama ini terkotak-kotak.

Kekurangan:

Hemat saya karya Anis Matta ini nyaris tanpa celah untuk selain harapan saya agar visi dari buku Gelombang Ketiga Indonesia ini bisa disebarluaskan secara masif untuk kemudian dibaca dan dipahami masyarakat Indonesia. Buku ini adalah jawaban dari segala pertanyaan yang kita cari.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun