Mohon tunggu...
Sandya Sarira
Sandya Sarira Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Pengelana bumi yang gemar menulis absurd

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sekolah Ramah Anak (SRA) Sebagai Solusi Perilaku Bullying dalam Lingkup Pendidikan

30 Mei 2023   13:59 Diperbarui: 30 Mei 2023   14:16 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Pexels oleh Mikhail Nilo

Perundungan atau bullying merupakan permasalahan yang banyak ditemukan akhir-akhir ini, tidak terkecuali pada lingkungan pendidikan. Salah satu kasus yang terjadi adalah perundungan seorang anak usia sekolah dasar oleh ketujuh teman-temannya di Pontianak.

Pada tanggal 10 Oktober 2022 lalu, anak berinisial MP menjadi korban perundungan oleh tujuh teman sekelasnya yang mengakibatkan korban tersebut dibawa ke rumah sakit karena mengalami beberapa lebam biru, sakit kepala, hingga muntah-muntah.

Kasus ini bermula ketika MP pulang dari sekolahnya dalam keadaan lemah. Melihat hal itu, Sang Ibu menanyakan keadaan anaknya, namun tidak mendapat jawaban karena MP memilih bungkam. Hingga pada hari kedua, kondisi MP semakin memburuk, dan ketika ditanya, MP masih saja enggan berbicara. Merasa khawatir, Sang Ibu pun membawa MP untuk berobat karena demam, akan tetapi suhu tubuhnya tidak kunjung menurun. Di hari ke empat, kondisi MP semakin memburuk hingga tidak bisa jongkok dan kencing. Akhirnya, Sang Ibu pun memeriksa tubuh Sang Anak dan menemukan 3 titik lebam biru dipinggang kanan anaknya.

Setelah dipaksa untuk menceritakan apa yang terjadi, MP pun mengaku bahwa beberapa waktu yang lalu ia dipaksa dua temannya untuk pergi ke aula. Sesampainya di tempat, ia dianiaya oleh lima temannya yang telah menunggu dan kedua temannya yang memaksanya untuk ikut.

Menanggapi kasus tersebut, Sang Ibu melaporkan kepada pihak Kapolda Kalbar, dan meminta tindakan tegas dari pihak sekolah. Ketujuh anak yang melakukan perundungan dan penganiayaan diberikan sanksi berupa belajar dirumah.

Dari kisah tersebut dapat dilihat bahwa perundungan atau pembullyan memiliki dampak yang besar, terutama pada kondisi korban yang bisa saja mengalami kerusakan fisik maupun trauma pasca kejadian. Oleh karena itu, akan kita kupas satu persatu terkait apa itu bullying dan bagaimana langkah yang dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan, terutama di lingkungan sekolah yang seharusnya menjadi tempat aman dan nyaman bagi anak untuk belajar.

Apa Itu Perundungan?

Dalam bahasa Indonesia, "bully" dapat diartikan sebagai tindakan menggertak atau mengganggu. Menurut Olweus, bullying adalah suatu bentuk perilaku berulang yang bertujuan menyebabkan ketidaknyamanan atau menyakitkan bagi orang lain, baik secara langsung oleh satu individu atau sekelompok individu terhadap seseorang yang tidak dapat mempertahankan diri. American Psychiatric Association (APA) mendefinisikan bullying sebagai perilaku agresif yang memiliki tiga karakteristik utama, yaitu (a) perilaku negatif yang bertujuan merusak atau membahayakan, (b) terjadi secara berulang dalam jagka waktu tertentu, dan (c) melibatkan ketidakseimbangan kekuatan atau kekuasaan antara pihak-pihak yang terlibat.

Faktor Perundungan Terjadi

 Jika ditelisik lebih lanjut, kasus perundungan dan pembullyan dalam lingkup pendidikan tidak jarang ditemukan. Pada survey Kemendikbud yang melibatkan 260 ribu sekolah dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, ditemukan bahwa terdapat 24,4% potensi perundungan atau pembullyan di lingkungan pendidikan. Dengan hasil yang tidak tergolong sedikit tersebut, menimbulkan pertanyaan, mengapa perundungan bisa terjadi?

Dalam kajian psikologi, faktor penyebab perundungan dapat dijelaskan oleh beberapa teori, diantaranya :

1. Teori Behaviorisme

Behaviorisme merupakan aliran dalam psikologi yang dipelopori oleh John B. Watson, dan dikembangkan oleh beberapa tokoh lain seperti Pavlov, Skinner serta tokoh lainnya. Dalam perspektif behaviorisme, penekanan diberikan pada hubungan antara stimulus eksternal dan respons perilaku. Dengan ini, perilaku bullying dipandang sebagai respons yang dipelajari terhadap lingkungan sosial. Seorang individu mungkin telah belajar bahwa perilaku agresif atau mengintimidasi menghasilkan kepuasan atau keuntungan tertentu, seperti kekuasaan atau perasaan superioritas. Dalam konteks ini juga, perilaku bullying dipahami sebagai respons yang dipengaruhi oleh penguatan positif atau negatif yang diterima oleh pelaku. Sebagai contoh, ketika melakukan kekerasan kepada orang lain, orang tua mewajarkannya dan tidak menganggap itu sebagai hal yang buruk, dari respon itulah anak belajar bahwa melukai orang lain tidak menjadi masalah untuk dilakukan. Sehingga, pemikirannya tentang hal tersebut akan ia bawa sampai ia besar nanti.

2. Teori Modeling

Teori Modeling meurpakan teori belajar sosial yang dikemukakan oleh Albert Bandura dalam penelitiannya menggunakan Bobodol. Pendekatan modeling menekankan pentingnya pembelajaran melalui contoh dan peniruan perilaku. Dalam konteks bullying, individu mungkin mengamati atau meniru perilaku agresif dan intimidasi dari peran model dalam lingkungan mereka, seperti orang tua, teman sebaya, atau media. Ketika perilaku bullying dipertontonkan atau dipertimbangkan sebagai perilaku yang diterima atau dianggap kuat dan efektif, individu yang terpapar dapat meniru dan mempraktikkan perilaku tersebut. Dengan demikian, model perilaku memiliki peran penting dalam mendorong atau mempengaruhi munculnya perilaku bullying.

3. Teori Psikoanalisis

Dalam perspektif psikoanalisis, buli dapat dilihat sebagai hasil dari konflik internal dan dinamika psikologis yang kompleks. Sigmund Freud, pendiri psikoanaliss, mengemukakan bahwa perilaku agresif atau intimidasi bisa muncul sebagai bentuk proyeksi, di mana individu menyalurkan konflik internal mereka ke orang lain. Dalam konteks ini, seseorang yang melakukan tindakan bullying mungkin mengalami ketidakamanan diri yang mendalam atau memiliki rasa inferioritas yang tertanam dalam dirinya. Buli bisa menjadi cara untuk merasa lebih kuat, mengatasi rasa tidak berdaya, atau memperoleh kepuasan psikologis yang dirasakan melalui dominasi dan kontrol terhadap orang lain.

Bentuk Bullying

Meski kasus perundungan sering dikaitkan dengan penyerangan secara fisik, jika dilihat dari bentuk penyerangannya, perundungan dapat diklasifikasikan dalam beberapa bentuk. Menurut Barbara Caloroso, terdapat tiga bentuk perilaku bullying, diantaranya :
  1. Verbal Bullying

Bullying verbal melibatkan penggunaan kata-kata atau bahasa yang merendahkan, menghina, atau mengancam korban. Bentuk bullying ini bisa berupa ejekan, penghinaan, cacian, memaki, mengejek, atau menyebarkan rumor yang merusak reputasi korban. Bullying verbal dapat terjadi secara langsung, seperti dalam percakapan tatap muka, atau melalui media sosial dan pesan elektronik. Dampak dari bullying verbal dapat sangat merusak harga diri, kepercayaan diri, dan kesejahteraan emosional korban.

2. Physical Bullying

Bullying fisik melibatkan tindakan agresif yang secara langsung menyakiti atau melukai korban secara fisik. Contoh dari bullying fisik meliputi pukulan, tendangan, dorongan, menjambak rambut, atau merusak properti milik korban. Bentuk bullying ini dapat menyebabkan luka fisik, nyeri, atau bahkan cedera serius pada korban. Bullying fisik biasanya terjadi secara langsung dan dapat terjadi di tempat-tempat seperti sekolah, tempat bermain, atau lingkungan sekitar.

3. Relational Bullying

Relational Bullying merupakan bentuk bullying dengan melakukan tindakan pengisolasian kepada orang lain dalam lingkungan sosial. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik melalui pengeluaran individu pada suatu kelompok, pengabaian, penghindaran, ataupun penghilangan. Bentuk bully yang satu ini adalah yang paling sulit untuk dideteksi.

Sekolah Ramah Anak Sebagai Solusi

Apa Itu Konsep Sekolah Ramah Anak (SRA) ?

Sekolah Ramah Anak (SRA) merupakan konsep satuan pendidikan formal, non formal, maupun informal yang aman, bersih, sehat, peduli, dan berbudaya serta mampu memberikan perlindungan anak dari tindak kekerasan, deskriminasi, ataupun tindakan negatif lainnya. Sekolah Ramah Anak mengkondisikan seluruh komponen untuk memastikan kenyamanan dan rasa aman pada anak, sehingga akan menunjang proses perkembangannya.

Sumber Gambar : Pexels oleh Yan Krukau
Sumber Gambar : Pexels oleh Yan Krukau

Ciri-ciri Sekolah Ramah Anak

a. Perlakuan adil bagi peserta didik.

b. Proses belajar yang nyaman bagi peserta didik, tanpa rasa takut.

c. Didukung media pembelajaran yang memadai, guru sebagai fasilitator.

d. Proses belajar koorperatif, interaktif.

e. Peserta didik dilibatkan dalam pengembangan kompetensi.

f. Peran aktif peserta didik dalam menyampaikan pendapatnya.

Bagaimana Program Sekolah Ramah Anak (SRA)?

Adapun beberapa program yang dilakukan untuk menunjang keberhasilan Sekolah Ramah Anak, diantaranya :

1. Sekolah Adiwiyata, program yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian penghuni sekolah pada lingkungan melalui program pembangunan berkelanjutan.

2. Sekolah Aman, program yang bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik untuk menghadapi bencana dan keadaan darurat lainnya yang dilaksanakan melalui kegiatan akadaemik maupun akademik.

3. Sekolah Anti Kekerasan, merupakan program sekolah dengan tujuan membentuk lingkungan yang aman dan nyaman dari segala bentuk deskriminasi, kekerasan, dan tindakan negatif lainnya.

Mengapa Sekolah Ramah Anak (SRA) Cocok Untuk Dilakukan?

Seperti yang telah tertera pada pengertian, bahwa Sekolah Ramah Anak bertujuan untuk memberikan perlindungan, keamanan, dan kenyamanan dalam proses perkembangan anak. Untuk mencapai tujuan tersebut, disusun standar dan prinsip yang jelas dalam pelaksanaanya.

Standar Sekolah Ramah Anak (SRA)

1. Anak memperoleh haknya untuk merasa aman dan nyaman selama proses pembelajaran tanpa adanya tindak kekerasan dan deskriminasi.

2. Lingkungan pembelajaran yang bersih dan nyaman.

3. Adanya kebebasan untuk mengeluarkan pendapat, ide, dan gagasan.

4. Adanya kerjasama antara seluruh komponen sekolah dan orang tua dalam memastikan keamanan dan kenyamanan anak.

Prinsip Sekolah Ramah Anak (SRA)

Sekolah Ramah Anak berpegang pada prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Mementingkan kepentingan anak, maksudnya kepentingan anak sebagai pertimbangan utama dalam pengambilan kebijakan oleh pengelola instansi pendidikan.

2. Non Diskriminasi, artinya setiap anak memiliki hak dalam melaksanakan pendidikan tanpa diskriminasi SARA, latar belakang orang tua, atau disabilitas.

3. Menghormati pandangan anak, misalnya menghormati hak anak dalam mengekspresikan pandangannya dalam segala hal.

4. Pengelolaan yang baik, dengan menjamin akuntabilitas, partisipasi, transparasi, keterbukaan informasi dan supermasi hukum dalam instansi pendidikan.

5. Menciptakan lingkungan yang menjamin perkembangan anak dan menghormati martabat anak.

Dalam Pasal 4 UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yang menjadi landasan Sekolah Ramah Anak, dijelaskan bahwa setiap anak mempunyai hak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta terhindar dari tindak kekerasan dan diskriminasi. Dengan standar, prinsip, dan landasan yang mementingkan hak asasi anak serta kenyamanan dalam proses belajar, Sekolah Ramah Anak menarik untuk diterapkan.

Berbagai jenjang pendidikan mulai dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Lanjutan Tingkat Atas telah menerapkan kebijakan Sekolah Ramah Anak. Seperti sekolah-sekolah yang ada di Yogyakarta, melalui peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 49 Tahun 2016, pemerintah kota telah menetapkan mengenai Sekolah Ramah Anak sebagai upaya memenuhi dan menjamin hak anak di lingkungan sekolah.

Salah satu sekolah di Yogyakarta yang telah berhasil mengurangi bullying dengan menerapkan Sekolah Ramah Anak adalah SD Negeri Tlacap Sleman. Sejak diberlakukannya kebijakan sekolah mengenai perlindungan anak dan bullying yang mengacu pada Sekolah Ramah Anak. Kebijakan ini berhasil mengurangi kasus kekerasan/bullying yang terjadi di lingkungan sekolah. Selain SD Negeri Tlacap, SMP Kalasan juga menerapkan Sekolah Ramah Anak. Setiap tahun ajaran baru, sekolah melakukan sosialisasi anti bullying untuk mencegah terjadinya bullying. Sosialisasi diikuti oleh seluruh warga sekolah untuk meningkatkan awareness terhadap perilaku bullying.

Melihat dari pemaparan yang telah disampaikan, dapat dilihat bahwa konsep Sekolah Ramah Anak merupakan alternatif yang tepat untuk membantu mengurangi adanya tindak perundungan pada anak dalam dunia pendidikan. Sekolah Ramah Anak tidak hanya mendukung proses akademik anak, namun juga mementingkan hak asasi anak serta kenyamananya dalam kegiatan belajar-mengajar.

Meski demikian, penerapan konsep ini saja tidak cukup untuk mengurangi permasalahan yang ada, karena bagaimanapun, penyebab seorang anak melakukan kekerasan tidak hanya berasal dari lingkungan sekolah dimana ia belajar, namun juga lingkungan keluarga yang merupakan tempat awal seorang anak bertumbuh dan berkembang. Oleh karenanya, dalam upaya mengurangi tindak perundungan di lingkup pendidikan ini, diperlukan kolaborasi yang tepat antara pihak sekolah, orang tua, dan lingkungan sekitar.

Penulis :

Nafi Asmanadia

Larasati Auralia Rosna Dewi

Sandya Sarira Ayu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun