Edwin yang sedikit kaget dengan ucapan kakek secara tak sadar memegang batang pisang itu. Kemudian kakek menutup akarnya dengan tanah galian tadi.
Tidak lama setelahnya, pohon jambu tersebut sudah berdiri dengan tegak. Masih empat pohon jambu lagi yang belum ditanam.
joni melihat peluh kakek telah mengalir dengan deras membasahi seluruh kulitnya yang sudah berkeriput. Dadanya naik turun tak beraturan.
"Istirahat dulu yuk Kek!" joni duduk di atas alas yang telah disiapkan.
Tapi, tak ada jawaban dari kakek.
"Kakek marah?" tanya joni.Â
"Tidak cucuku, Kakek tidak ada perasaan marah. Hanya saja aku tidak suka dengan ucapan selamat semacam itu. Ambilkan segelas air." Kakek berselonjor di sebelah joni.
Kaos yang ia pakai dilepas lalu diusapkan ke seluruh bagian tubuh untuk mengeringkan peluh yang telah membanjiri tubuhnya.Â
"Ini airnya, Kek!"Â
Tak berlama-lama, segelas air putih itu habis dalam empat tegukan. Lalu bibir kakek bergetar. Ingin mengucapkan sesuatu.
"Kita terlalu banyak ucapan selamat. Sebentar selamat hari ini, sebentar selamat hari itu. Dua minggu yang lalu ramai dengan selamat hari lahir Pancasila. Semua bersorak aku Indonesia, aku Pancasila," ucap kakek.