Mohon tunggu...
Bella
Bella Mohon Tunggu... Notaris - cs

alone

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Nasihat Sang Kakek

9 Mei 2023   14:35 Diperbarui: 10 Mei 2023   14:06 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Matahari telah naik sepenggalan, kakek sedang sibuk berada di halaman belakang rumah, ia ke kebun.

Kakek menanam pohon jambu yang berukuran tidak begitu besar, total ada empat pohon yang akan ia tanam hari ini.

Kemarin lusa ia memesan kepada tetangganya dan pagi tadi telah diantarkan pohon jambu tersebut ke rumah. 

Kakek telah menanam dua pohon jambu, kali ini ia berlanjut dengan pacul yang tajam untuk menggali tanah.

Ia begitu cekatan walaupun usianya sudah tak muda lagi. Semangatnya yang menggelegar membuatnya seperti tak mengingatkan akan usianya yang sudah senja. 

Hari ini tepat tanggal 25 september. joni yang sedang berada di kamarnya dengan telpon yang ada di tangannya.

Ia melihat sebuah postingan dengan ucapan selamat hari papah. Sudah setahun yang lalu joni menjadi anak yatim piatu, maka terlintas pada pikirannya untuk mengucapkan selamat tersebut pada kakeknya. 

joni pun menaruh telponnya. Ia bergegas keluar rumah dan menuju ke halaman belakang rumah. 

"Happy father's day, Kek!" ucap joni. 

"Ucapkan sana pada papahmu yang sudah berada di tanah itu!" gerutu kakek.

pacul yang berada pada genggamannya pun melayang. Kakek angkat pohon pisang untuk ditanam.

Edwin yang sedikit kaget dengan ucapan kakek secara tak sadar memegang batang pisang itu. Kemudian kakek menutup akarnya dengan tanah galian tadi.

Tidak lama setelahnya, pohon jambu tersebut sudah berdiri dengan tegak. Masih empat pohon jambu lagi yang belum ditanam.

joni melihat peluh kakek telah mengalir dengan deras membasahi seluruh kulitnya yang sudah berkeriput. Dadanya naik turun tak beraturan.

"Istirahat dulu yuk Kek!" joni duduk di atas alas yang telah disiapkan.


Tapi, tak ada jawaban dari kakek.

"Kakek marah?" tanya joni. 

"Tidak cucuku, Kakek tidak ada perasaan marah. Hanya saja aku tidak suka dengan ucapan selamat semacam itu. Ambilkan segelas air." Kakek berselonjor di sebelah joni.

Kaos yang ia pakai dilepas lalu diusapkan ke seluruh bagian tubuh untuk mengeringkan peluh yang telah membanjiri tubuhnya. 

"Ini airnya, Kek!" 

Tak berlama-lama, segelas air putih itu habis dalam empat tegukan. Lalu bibir kakek bergetar. Ingin mengucapkan sesuatu.

"Kita terlalu banyak ucapan selamat. Sebentar selamat hari ini, sebentar selamat hari itu. Dua minggu yang lalu ramai dengan selamat hari lahir Pancasila. Semua bersorak aku Indonesia, aku Pancasila," ucap kakek.

Kakek menghela napas. Lalu menyambungnya.

"Ucapan selamat itu harus tulus, harus benar-benar tulus dari dalam hati. Tidak harus menunggu hari ketika tanggalnya tiba. Buktikan dalam bentuk tindakan yang nyata, bukan hanya sekedar kata-kata yang tidak ada manfaatnya dan sangat menyebalkan. Happy father's day, selamat hari Pancasila, selamat hari ibu. Udah? Itu saja?"


Kakek beranjak dari tempat duduknya dan melanjutkan menggali tanah dengan linggisnya.

"Dengan sadar mari mulai dari kita sendiri." Kedua tangan kakek bekerja dengan lincah mengambil bongkahan tanah. "Dengan mendoakan ayahmu dan tidak membuat nama beliau menjadi buruk Itu lebih baik dari hanya sekedar ucapan happy father's day," ucap Kakek.

Setelah mendengar ucapan kakeknya, Edwin berpikir bahwa ternyata benar juga apa yang telah dilontarkan oleh kakeknya. Seharusnya ia tak mengucapkan seperti itu, lebih baik mendoakan orang tuanya yang sudah tidak ada supaya mendapatkan ampunan dari Tuhan yang Maha Esa. 

"Ayo, bantu kakek angkat pohon jambu itu," pinta kakek.

Pohon jambu kakek yang dulu ditanam kini telah berbuah lebat. Buahnya menjuntai ke bawah hampir menyentuh tanah. Warnanya sudah banyak yang kuning dan siap untuk dipanen.

Ketika matahari belum sepenuhnya menampakkan diri, dengan raut wajah sangat bahagia, kakek mengajak joni memanen buah jambu itu.

Setiap beberapa buah dipotong , lalu dimasukkan ke dalam plastik berwarna hitam. 

"Ini mau dijual, Kek?" tanya joni menerka-nerka. 

"Gak usah banyak tanya. Nanti kamu ikut kakek keliling desa." 

Matahari sudah naik. Kami keliling desa, mendatangi setiap rumah, ternyata buah jambu itu dibagikan oleh kakek ke tetangga-tetangga.

Mereka sangat senang menerima buah jambu itu. Kakek juga selalu tersenyum ketika menyerahkan bungkusan plastik yang berisi jambu itu ke penghuni rumah. joni pun juga ikut senang.


 Cerpen Tentang Nasihat Kakek  - kake Penyemangat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun