Kemajuan sebuah bangsa salah satunya terletak pada kemajuan sumber daya manusia bukan sekedar kekayaan alamnya. Bangsa Jepang termasuk bangsa Asia yang sangat maju dan mempunyai sumber daya manusia yang sangat tinggi.Â
IQ tertinggi dalam sebuah survey Jepang menempatkan skor paling tinggi di dunia mengalahkan bangsa Eropa, Amerika dan bangsa maju lainnya.
 IQ Jepang lebih tinggi (sekitar 105-107) dibandingkan Indonesia (sekitar 85-90). Dalam skor Skor PISA (Programme for International Student Assessment)  Jepang jauh di atas rata-rata dalam hal membaca, matematika, dan sains, sementara Indonesia masih di bawah rata-rata dalam ketiga kategori ini.Â
Dalam keterampilan. Siswa Jepang menunjukkan kemampuan literasi yang lebih baik, dengan pemahaman teks yang lebih mendalam dibandingkan dengan siswa Indonesia.Â
Minat baca dan Budaya membaca di Jepang sangat kuat, sementara minat baca di Indonesia masih relatif rendah. Seharusnya Jepang menjadikan inspirasi pemimpin Indonesia dalam membangun sumber daya manusia agar tidak semakin jauh tertinggal.Â
Budaya, sumber daya alam, lingkungan dan geografis Jepang dan Indonesia tidak jauh berbeda, Â tapi mengapa Indonesia semakin jauh tertinggal. Apakah faktor pemimimpin mejadi faktor utamanya ?
Perbedaan IQ masyarakat Jepang dan Indonesia, penilaian kualitas anak sekolah melalui PISA, serta perbandingan keterampilan membaca dan minat baca antara kedua negara berdasarkan data terbaru dari lembaga internasional.
Berdasarkan data global terkini yang sering digunakan untuk mengukur kecerdasan, seperti dari World Population Review atau laporan Lynn dan Vanhanen, rata-rata IQ di Jepang berada di angka 105-107, yang termasuk ke dalam kategori "high average." Sementara itu, rata-rata IQ di Indonesia diperkirakan berada pada angka 85-90, yang termasuk ke dalam kategori "average" atau "low average."
Kesenjangan IQ ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti kualitas pendidikan, nutrisi, lingkungan keluarga, serta budaya dan akses terhadap literasi. Di Jepang, kualitas gizi dan lingkungan belajar yang lebih kondusif sangat berpengaruh pada perkembangan kognitif.
PISA (Programme for International Student Assessment) adalah tes internasional yang diadakan setiap tiga tahun oleh OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) untuk mengukur keterampilan dan kompetensi siswa berusia 15 tahun dalam membaca, matematika, dan sains.
 PISA dianggap sebagai indikator utama kualitas pendidikan di suatu negara.
Hasil PISA tahun 2018: Hasil Pisa abnak Jepang: Membaca: Skor 504 (di atas rata-rata OECD), Matematika: Skor 527 (sangat di atas rata-rata OECD), Sains: Skor 529 (sangat di atas rata-rata OECD), Sementara hasil PISA anak Indonesia: Membaca: Skor 371 (di bawah rata-rata OECD), Matematika: Skor 379 (di bawah rata-rata OECD) dan Sains: Skor 396 (di bawah rata-rata OECD)
Jepang berada di posisi yang sangat baik dalam ketiga kategori, berada jauh di atas rata-rata OECD, menunjukkan bahwa siswa Jepang memiliki kemampuan berpikir kritis dan analisis yang lebih baik.
 Indonesia menempati posisi yang cukup rendah dalam ketiga kategori, yang menandakan bahwa siswa Indonesia masih menghadapi tantangan dalam hal pemahaman bacaan, pemecahan masalah matematika, dan pemahaman konsep sains.
Berdasarkan skor PISA 2018, keterampilan membaca siswa di Jepang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa siswa di Jepang umumnya lebih mampu memahami, menganalisis, dan menginterpretasikan informasi teks yang kompleks.Â
Di sisi lain, siswa di Indonesia menunjukkan kesulitan dalam memahami teks yang lebih rumit, terutama dalam menarik kesimpulan dan memahami makna tersirat.
Keterampilan membaca yang rendah di Indonesia terkait dengan keterbatasan akses terhadap buku berkualitas, kurangnya waktu membaca di luar sekolah, serta lingkungan rumah yang kurang mendukung budaya literasi.Â
Sementara di Jepang, kegiatan membaca didukung penuh oleh kurikulum, perpustakaan sekolah yang lengkap, dan lingkungan keluarga yang mendorong literasi.
Di Jepang, budaya literasi sangat kuat. Anak-anak sudah diajarkan untuk membaca sejak dini, dan perpustakaan di sekolah maupun umum tersedia dengan baik. Orang tua di Jepang juga biasanya mengajak anak-anak mereka membaca sejak usia dini, yang mengembangkan kebiasaan membaca sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Menurut data UNESCO, tingkat literasi orang dewasa di Jepang mendekati 100%.
 Berdasarkan laporan UNESCO dan survei dari beberapa lembaga, minat baca di Indonesia masih tergolong rendah. Data dari UNESCO menyebutkan bahwa tingkat minat baca masyarakat Indonesia adalah sekitar 0.001, yang berarti setiap satu orang Indonesia rata-rata hanya membaca satu buku dalam setahun.
 Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya minat baca di Indonesia antara lain adalah keterbatasan akses buku yang berkualitas, budaya literasi yang kurang mengakar, serta tantangan sosial-ekonomi.
Perbandingan Infrastruktur Literasi sangat berperanan yang membuat Indonesia kalah jauh  dengan Jepang. Jepang memiliki banyak perpustakaan umum dan sekolah dengan koleksi buku yang kaya, sementara di Indonesia, terutama di daerah pedesaan, akses terhadap perpustakaan dan buku yang berkualitas masih terbatas.
Bagaimana Indonesia Dapat Meningkatkan Kualitas Pendidikan?
Langkah awal adalah memperkuat literasi Sejak Dini. Pendidikan literasi harus dimulai sejak usia dini dengan memberikan akses terhadap buku berkualitas dan mengintegrasikan kegiatan membaca dalam keseharian.
 Juga harus dilakukan penguatan Infrastruktur pendidikan: dengan membangun lebih banyak perpustakaan di sekolah dan masyarakat, terutama di daerah-daerah terpencil, serta menyediakan sumber daya pendidikan yang memadai.
Selain sistem Pendidikan kualitas guru harus jadi perhatian, dengan meningkatan Pelatihan Guru dengan memberikan pelatihan yang lebih baik bagi guru dalam pengajaran membaca, berpikir kritis, dan pengembangan kurikulum berbasis literasi.
Penggunaan Teknologi lebih ditingkatkan dengan mendorong penggunaan teknologi digital untuk mengakses materi pendidikan dan literasi secara lebih luas, seperti buku elektronik dan platform pembelajaran daring.
Promosi Budaya Literasi dengan menggalakkan kampanye membaca di masyarakat, mempromosikan tokoh-tokoh literasi, dan menciptakan komunitas pembaca di sekolah maupun masyarakat.Â
Dengan mencontoh beberapa pendekatan dari sistem pendidikan Jepang yang berfokus pada literasi dan keterampilan kognitif, Indonesia diharapkan bisa memperbaiki kualitas pendidikan dan meningkatkan kemampuan intelektual generasi muda.
Pembangunan kualitas Pembangunan Sumber Daya Manusia sangat tergantung pada pemimpinnya. Pemimpin yang mengabaikan pembangunan sumber daya manusia maka akan membuat bangsanya semakin tertinggal dengan kemajuan peradaban dunia lainnya.Â
Bila pemimpin itu memimpin 5-10 tahun maka bisa saja bangsa itu akan tertingal selama itu juga.
 Pemimpin yang tidak cerdas akan sulit mencerdaskan bangsanya, pemimpin yang tidak suka membaca tidak akan mampu membangun minat baca bangsanya. Pemimpin yang tidak bermoral akan sulit membangun moral bangsanya. Semoga di masa depan negeri ini dianugerahkan pemimpin yang cerdas dan bermoral agar bangsa ini tidak semakin jauh tertinggal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H