Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Dokter - Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Deteksi Dini dan Penanganan Transgender Pada Anak Sekolah

4 Mei 2024   07:30 Diperbarui: 5 Mei 2024   08:24 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saat ini, generasi muda kita sedang dihadapkan pada banyak persoalan, tawuran pelajar, kekerasan dalam pendidikan, sex bebas, Lesbian, Gay, Bisexual, dan Transgender (LGBT), bahaya narkoba. Dan ini menjadi tantangan bersama dalam penanganannya. Kepedulian guru, orangtua serta pembentukan karakter harus ditanamkan dari usia dini dalam upaya deteksi dini dan pencegahan perilaku LGBT

Beberapa anak memiliki identitas gender yang berbeda dengan gender yang ditetapkan saat lahir, dan banyak anak yang memiliki minat dan hobi yang mungkin selaras dengan gender lainnya. Beberapa anak, seperti yang dijelaskan dalam pernyataan kebijakan kami, tidak mengidentifikasi diri mereka dengan kedua gender tersebut. Anak mungkin merasa berada di antara keduanya atau tidak memiliki jenis kelamin. 

Sejumlah negara mayoritas Muslim yang pernah menjadi jajahan kerajaan Eropa tetap menerapkan hukuman pidana yang semula diterapkan otoritas kolonial Eropa terhadap mereka yang terbukti melakukan tindakan non-heteroseksual.  Homofobia Muslim modern umumnya tidak dianggap sebagai kelanjutan langsung dari adat istiadat pra-modern, namun sebuah fenomena yang dibentuk oleh berbagai kerangka lokal dan impor. Ketika budaya Barat akhirnya bergerak menuju sekularisme dan dengan demikian memungkinkan platform bagi berkembangnya banyak gerakan LGBT , banyak fundamentalis Muslim mulai mengasosiasikan dunia Barat dengan "kerusakan moral yang parah" dan homoseksualitas yang merajalela.  Dalam masyarakat masa kini, prasangka, diskriminasi anti-LGBT dan/atau kekerasan anti-LGBT – termasuk dalam sistem hukum – tetap ada di sebagian besar dunia Muslim,  diperburuk oleh sikap sosial yang konservatif dan sikap kebangkitan ideologi Islam di beberapa negara;   terdapat undang-undang yang melarang aktivitas homoseksual di sejumlah besar negara mayoritas Muslim, dan beberapa di antaranya menetapkan hukuman mati bagi terpidana pelanggar.

LGBT merupakan perilaku menyimpang dari kebiasaan manusia pada umumnya. Perilaku LGBT dalam Perspektif Hak Azasi Manusia, mereka yang menerima LGBT beralasan bahwa kaum tersebut punya hak yang sama untuk tertarik dengan siapa saja, apa pun orientasi seksualnya. Menurut mereka, menolak LGBT sama saja melakukan diskriminasi terhadap kelompok tersebut. LGBT a bukan hanya ada dalam zaman Nabi Luth. Maraknya LGBT sekarang tentunya membuat kalangan masyarakat khawatir karena ini merupakan salah satu penyakit akal, jiwa, bahkan gangguan psikologi.

Hal yang membuat miris dan mengkawatirkan ketika Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) memantau temuan grup WhatsApp Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) pada sejumlah siswa sekolah dasar (SD) di kota Pekanbaru, Provinsi Riau. KemenPPPA meminta Pemerintah Daerah (Pemda) setempat untuk mendalaminya.  KemenPPPA mengetahui viralnya sejumlah siswa di SD itu mempunyai komunitas bagi mereka yang LGBT. Temuan tersebut diperoleh ketika ponsel para siswa dirazia oleh guru sekolah. 

Wajar jika orang tua bertanya apakah ini "hanya sebuah fase". Tapi, tidak ada jawaban yang mudah.

  • Keberagaman gender: Istilah umum untuk menggambarkan rangkaian label yang terus berkembang yang mungkin diterapkan seseorang ketika identitas, ekspresi, atau bahkan persepsi gendernya tidak sesuai dengan norma dan stereotip yang diharapkan orang lain.
  • Identitas gender: Perasaan internal seseorang tentang siapa dirinya, berdasarkan interaksi sifat biologis, pengaruh perkembangan, dan kondisi lingkungan. Ini mungkin laki-laki, perempuan, di antara keduanya, kombinasi keduanya atau tidak keduanya. Pengenalan diri terhadap identitas gender berkembang seiring berjalannya waktu, sama seperti tubuh fisik seorang anak.
  • Orientasi seksual: Identitas seksual seseorang yang berkaitan dengan siapa yang membuat seseorang jatuh cinta atau tertarik. Seseorang yang transgender masih mengidentifikasi dirinya sebagai seorang heteroseksual, gay, biseksual atau yang lainnya. Seperti halnya identitas gender, ketertarikan fisik dan emosional seseorang terhadap sesama jenis atau lawan jenis tidak dapat diubah dan sangat sulit diprediksi sejak masa kanak-kanak.
  • Transgender: Biasanya digunakan ketika ciri-ciri keberagaman gender tetap ada, konsisten, dan ngotot seiring berjalannya waktu.

Menerima identitas anak Anda yang beragam gender

Penelitian menunjukkan bahwa gender adalah sesuatu yang dimiliki sejak lahir, beberapa ppakar berpendapat tidak dapat diubah dengan intervensi apa pun tetapi pakar yang lain berkata sebaliknya. Sangat penting bagi anak-anak untuk merasa dicintai dan diterima apa adanya.

Saat mengungkapkan identitas keberagaman gender mereka, beberapa anak mungkin mengharapkan penerimaan dan pengertian langsung. Namun, terdapat bukti bahwa anggota keluarga menjalani proses mereka sendiri untuk menjadi lebih nyaman dan memahami identitas, pikiran, dan perasaan gender anak. Salah satu model menyatakan bahwa prosesnya menyerupai tahapan kesedihan: keterkejutan, penolakan, kemarahan, tawar-menawar, dan penerimaan.

Sama seperti anak-anak dengan gender yang beragam akan melakukan yang terbaik ketika perasaan mereka dieksplorasi dan divalidasi, beberapa orang tua mungkin memerlukan dukungan emosional mereka sendiri. Mereka mungkin juga memiliki banyak pertanyaan sepanjang perjalanan anaknya.

Apa yang bisa dilakukan orang tua

Saat anak  mengungkapkan identitasnya, berikan respons dengan cara yang tegas dan mendukung. Pahami bahwa meskipun identitas gender tidak dapat diubah, identitas gender sering kali terungkap seiring berjalannya waktu seiring dengan semakin banyaknya orang yang mengetahui tentang diri mereka sendiri.

Terima dan sayangi anak apa adanya dan berusahalah untuk membuat anak berperilaku secara kodratnya secara bertahap. Cobalah untuk memahami apa yang mereka rasakan dan alami, tapi terus diarahkan dengan sabar perilaku yang sesuai kodratnya meski tidak sempurna. Sekalipun ada perbedaan pendapat, mereka memerlukan dukungan dan pengakuan untuk berkembang menjadi remaja dan orang dewasa yang sehat.

Bela anak  ketika mereka dianiaya. Jangan meremehkan tekanan sosial atau intimidasi yang mungkin dihadapi anak.  Perjelas bahwa hinaan atau lelucon berdasarkan gender, identitas gender, atau orientasi seksual tidak dapat ditoleransi. Ekspresikan ketidaksetujuan  terhadap lelucon atau hinaan semacam ini ketika  menemukannya di komunitas atau media.

Waspadai tanda-tanda bahaya yang mungkin mengindikasikan perlunya dukungan kesehatan mental, seperti kecemasan, rasa tidak aman, depresi, rendahnya harga diri, dan masalah emosional apa pun pada anak dan orang lain yang mungkin tidak memiliki sumber dukungan. Jangan sekalipun diubungkan anak  dengan organisasi, sumber daya, dan acara LGBTQ, karena akan lebih berat menjerumuskan ke hal negatif padahal masih bisa diluruskan

Jangan sekalipun memberikan akses ke berbagai buku, film, dan materi—termasuk yang secara positif mewakili individu dengan keragaman gender. Jangan pernah menjadikan  selebriti dan panutan LGBT yang membela komunitas LGBT, dan orang-orang pada umumnya yang menunjukkan keberanian dalam menghadapi stigma sosial. Jangan pernah membiarkan anak dan remaja membuat komunitas LGBT dan melakukan aktifitas apapun meski itu aktifitas positif dan kebaikan. Anak anak diberi pengertian bahwa mengapa harus dijauhkan dari kelompok tersebut, meski anak bisa lebih nyaman dengan kelompok tersebut.

Dukung ekspresi diri anak secara optimal sesuai bakat dan minatnya . Terlibat dalam percakapan dengan mereka seputar pilihan pakaian, perhiasan, gaya rambut, teman, dan dekorasi ruangan dengan mengarahkan ke arah sesuai kodratnya tetapi tidak harus memaksa dengan keras. Jangkaulah pendidikan, sumber daya, dan dukungan jika merasa perlu memperdalam pemahaman 

Perawatan afirmatif gender didasarkan pada keyakinan bahwa semua anak mendapat manfaat dari cinta dan dukungan. Tujuan dari layanan afirmatif gender bukanlah pengobatan; yaitu mendengarkan seorang anak dan, dengan bantuan orang tua dan keluarga, membangun pemahaman. Dokter anak memberikan perawatan afirmatif gender dengan menciptakan lingkungan yang aman di mana emosi, pertanyaan, dan kekhawatiran yang rumit terkait gender dapat diapresiasi dan dieksplorasi. Perawatan afirmatif gender paling efektif dalam sistem kolaboratif dengan akses terhadap layanan medis, kesehatan mental dan sosial, termasuk layanan khusus sumber bagi orang tua dan keluarga.

Dukungan kesehatan mental untuk anak-anak dengan keragaman gender

Dukungan atau penolakan pada akhirnya hanya mempunyai pengaruh kecil terhadap identitas gender remaja; namun, hal ini mungkin sangat mempengaruhi kemampuan remaja untuk secara terbuka berbagi atau mendiskusikan kekhawatiran tentang identitas dan perasaan mereka. Identitas dan ekspresi keberagaman gender bukanlah gangguan mental, namun menekan kekhawatiran gender dapat membahayakan kesehatan dan perkembangan emosional anak dan mungkin berkontribusi pada tingginya tingkat depresi, kecemasan, dan masalah kesehatan mental lainnya.

Sebagian besar upaya bunuh diri remaja terkait dengan isu gender dan seksualitas, khususnya perasaan penolakan. Sayangnya banyak individu gay, lesbian, biseksual dan transgender mencoba bunuh diri selama hidup mereka.

Sebagai orang tua, bahkan ketika kesulitan untuk memahami dan mungkin tidak bisa memahaminya secara langsung, peran yang paling penting adalah memberikan pengertian, rasa hormat, dan cinta tanpa syarat kepada anak. Hal ini membangun kepercayaan dan menempatkan pada posisi yang lebih baik untuk membantu mereka melewati masa-masa sulit. Penelitian telah menunjukkan bahwa jika seorang remaja transgender hanya memiliki satu orang yang mendukung hidupnya, hal ini akan sangat mengurangi risiko bunuh diri.

Anak-anak transgender dan anak-anak dengan keragaman gender—seperti anak-anak lainnya—membutuhkan dukungan, kasih sayang, dan perhatian dari keluarga, sekolah, dan masyarakat. Ketika mereka didukung dan dicintai saat mereka tumbuh dan berkembang, anak-anak akan tumbuh menjadi orang dewasa yang bahagia dan sehat. Dokter anak siap membantu perkembangan kesehatan anak-anak transgender dan anak-anak dengan keragaman gender.

Pendekatan Agama

Masalah penyimpangan seksual LGBT sedang dalam perdebatan yang hangat dibicarakan dalam masyarakat, mulai dari media cetak dan elektronik, ada dari kalangan tokoh Islam liberal sendiri yang membolehkan homo dan lesbi, dengan dasar bahwa tidak ada perbedaan antara homo dan bukan homo dan tidak ada perbedaan antara lesbi dan bukan lesbi. Menurut kaum liberal ini manusia cuma bisa berlomba berbuat amal kebajikan sesuai perintah Tuhan. Islam mengajarkan bahwa seorang homo atau lesbi sebagaimana manusia lainnya, sangat berpotensi menjadi orang yang saleh atau takwa selama dia menjunjung tinggi nilai-nilai agama, yaitu tidak menduakan Tuhan (syirik), meyakini kerasulan Muhammad Saw serta menjalankan ibadah yang diperintahkan. Padahal apapun alasannya perilaku LGBT adalah ditolak keras oleh Islam dan haram dilanjutkan dalam berperikau demikian.

Kaum liberal juga berkampanye untuk tidak menyakiti pasangannya dan berbuat baik kepada sesama manusia, kepada sesama makhluk dan peduli kepada lingkungannya. Bahkan kelompok seperti ini berusaha membelokkan ayat Al-Qur‟an soal hidup berpasangan (Q.S. al-Rum : 21, Q.S al-Dzariyat : 49 dan Q.S Yasin : 36) di sana tidak dijelaskan soal jenis kelamin biologis, yang ada hanyalah soal gender. Artinya, berpasangan itu tidak mesti dalam konteks hetero, melainkan bisa homo, dan bisa lesbi. Sekarang ini Indonesia semakin liberal. Orang-orang homo dan lesbi semakin giat mengekspos perbuatannya secara terbuka, bahkan berusaha mencari legitimasi dalil dari A1-Qur‟an, memelintir maknanya dengan tidak melihat kepada ayat-ayat yang lain yang berkenaan dengan masalah yang ada. Pada hal ayat-ayat Al-Qur‟an saling menafsirkan antara satu ayat dengan ayat lainnya. 

Mungkin kelompok tersebut hanya memiliki sedikit ilmu pengetahuan agama, belum banyak membaca tafsir dan Hadis, tidak mengetahui ushul fiqh dan sarana-sarana ijtihad yang lainnya, sehingga menurut mereka tidak ada larangan dari Al-Qur‟an dan Hadis untuk melakukan homoseksual dan lesbian. Menurut kaum liberal ini pelarangan terhadap LBGT adalah pelarangan terhadap HAM. Adapun pembahasan berkisar pada pengertian homoseksual, lesbian dan hukumnya menurut pandangan Islam dan sanksi atas pelakunya dampak negatif yang ditimbulkannya dan upaya penanggulangannya.

Haram adalah hukum LGBT dalam Islam. Perbuatan keji dan tidak mengandung manfaat hendaknya ditinggalkan karena hal tersebut dibenci oleh Allah Swt. Kurangnya iman, ilmu, dan takwa merupakan peluang seseorang terkena penyakit LGBT, karena pada dasarnya orang yang kuat imannya tidak rentan dan terhindar dari hal-hal keji. Hukum Islam terhadap LGBT sangat keras bahwa hukumnya haram, bagi homoseksual apabila pelaku adalah muhshan (sudah menikah) maka di hukum rajam, apabila pelaku gair muhshan (belum menikah) maka dicambuk sebanyak 100 kali dan diasingkan selama 1 tahun. 

Bagi lesbian hukumannya adalah ta’zir yaitu diserahkan kepada penguasa atau pemerintah. Dan bagi biseksual dan transgender hukumannya sesuai dengan dalil yang artinya “Allah melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki”. Adapun menurut pandangan HAM, semua Negara mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat dan tidak terpisah dari manusia yang harus dilindungi, dihormati, ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan dan kecerdasan serta keadilan. Termasuk larangan diskriminasi, kebebasan beragama, kebebasan berbicara, kebebasan berserikat dan berkumpul dan hak atas privasi. Negara dapat menegakkan hak-hak sipil langsung kepada hakim, selain itu ada hak sosial seperti hak atas perumahan, jaminan sosial, kesehatan, pendidikan dan pekerjaan. Di Indonesia, kaum LGBT juga mendapat perlindungan hak asasi mereka dalam bentuk jaminan kesehatan untuk bisa sembuh dari penyakitnya. Maka bukan HAM dalam pengakuan atau melegalkan terhadap orientasi seksual LGBT yang menyimpang.

Sebaiknya dari dini semua anak khususnya anak yang terdapat kecenderungan bermasalah demikian terus diarahkan untuk rajin melakukan shalat. Salat adalah kewajiban seorang muslim untuk mencegah hal-hal keji dan mungkar. Selain itu, memupuk keimanan dengan mengikuti kajian-kajian Islam dan selalu berpegang teguh pada Al-Qur’an merupakan penjagaan diri terbaik. Jika dalam diri sendiri belum bisa mencegah kemungkaran, dapat dipastikan masih ada kesalahan dalam ibadah tersebut baik dari niat ataupun hal lainnya. Sebab tidak mengherankan lagi generasi sekarang melaksanakan salat untuk sekadar menggugurkan kewajiban. Selain shalat sebaiknya anak diarahkan ke lingkungan muslim yang baik khususnya komunitas masjid dan komunitas anak dan remaja shaleh, berahklak dan beradab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun