Masih banyak perbedaan dan kontroversi dalam penanganan alergi makanan sesuai dengan pengalaman klinis tiap ahli atau peneliti. Sehingga banyak tercipta pola dan variasi pendekatan diet yang dilakukan oleh para ahli dalam mencari dan menangani alergi makanan. Banyak kasus pengendalian alergi makanan tidak berhasil optimal, karena penderita menghindari beberapa penyebab alergi makanan hanya berdasarkan pemeriksaan yang bukan merupakan baku emas atau "Gold Standard".
Diagnosis pasti alergi makanan dibuat berdasarkan diagnosis klinis, bukan dengan tes alergi atau pemeriksaan lainnya. Diagnosis klinis tersebut adalah yaitu anamnesa (mengetahui riwayat penyakit penderita) dan pemeriksaan yang cermat tentang riwayat keluarga, riwayat pemberian makanan, tanda dan gejala alergi makanan sejak kecil dan dengan eliminasi dan provokasi.
Terdapat 3 jenis OFC dengan berbagai tingkat kerumitan pelaksanaan test tersebut, diantaranya adalah
Double-Blind, Placebo-Controlled Food Challenge Tes ini dianggap sebagai "standar emas" untuk mendiagnosis alergi makanan. Pasien menerima peningkatan dosis dari alergen makanan yang dicurigai dan plasebo (zat yang tidak berbahaya). Alergen makanan dan plasebo diberikan secara terpisah, selang waktu beberapa jam atau pada hari yang berbeda. Karena alergen dan plasebo terlihat sama, baik Anda maupun dokter tidak akan tahu obat mana yang diterima---oleh karena itu disebut "double-blind". Misalnya, jika sedang menjalani tes alergi susu, mungkin memakan sepotong hamburger yang mengandung susu bubuk, atau hamburger serupa yang tidak mengandung susu. Proses ini memastikan bahwa hasil tes objektif. Kecemasan pasien maupun prasangka ahli alergi tidak dapat mempengaruhi hasil pengobatan.
Single-Blind Food Challenge (Tantangan Makanan Single-Blind)Â Dalam tes ini, ahli alergi mengetahui kapan menerima alergen tersebut, namun tidak mengetahui apakah alergen tersebut ada atau tidak pada makanan yang dimakan. Mirip dengan Tantangan Makanan Terkontrol Plasebo Double-Blind, alergen makanan atau plasebo akan diberikan dalam selang waktu beberapa jam atau pada hari yang berbeda.
Open-Food Challenge (Tantangan Pangan Terbuka)Â Baik Anda dan dokter mengetahui apakah menerima alergen dalam jenis tantangan ini. Hal ini paling sering dilakukan ketika kegugupan pasien tidak mempengaruhi hasil. Tantangan makanan terbuka dilaksanakan dalam satu kunjungan klinik. Satu porsi alergen dibagi menjadi ukuran porsi yang ditingkatkan secara bertahap selama kurang lebih satu jam. Anda kemudian akan diobservasi selama satu hingga tiga jam tambahan, untuk memantau reaksinya. Untuk memastikan makanan penyebab alergi harus menggunakan Provokasi makanan secara buta (Double Blind Placebo Control Food Chalenge = DBPCFC). DBPCFC adalah gold standard atau baku emas untuk mencari penyebab secara pasti alergi makanan. Mengingat cara DBPCFC tersebut sangat rumit dan membutuhkan biaya dan waktu yang tidak sedikit.
Beberapa pusat layanan alergi anak melakukan modifikasi terhadap metode pemeriksaan tersebut. Beberapa Allergy Clinic Jakarta melakukan modifikasi dengan melakukan "Eliminasi Provokasi Makanan Terbuka Sederhana". Dalam diet sehari-hari dilakukan eliminasi atau dihindari beberapa makanan penyebab alergi selama 3 minggu. Setelah 3 minggu bila keluhan alergi maka dilanjutkan dengan provokasi makanan yang dicurigai. Setelah itu dilakukan diet provokasi 1 bahan makanan dalam 1 minggu bila timbul gejala dicatat. Disebut sebagai penyebab alergi bila dalam 3 kali provokasi menimbulkan gejala.
Orang tua atau keluarga di rumah harus diberitahu bahwa eliminasi diet ini adalah sementara. Tidak perlu kawatir anak kekurangan gizi karena makanan pengganti yang diperbolehkan gizinya cukup baik. Sering para orang tua, keluarga di rumah atau kakek dan nenek di rumah awalnya menolak dengan pemberian diet tersebut. Karena takut kekurangan gizi atau merasa kasian dengan anak yang terlalu dibatasi makanannya. Namun setelah melihat perbaikkan gejala alerginya sebagian besar mereka akhirnya percaya bahwa alergi makanan adalah sebagai penyebab banyak keluhan pada anak tersebut selama ini. Bahkan meskpun makanan dibatasi justru malah berat badan pada anak akan meningkat, karena berkaitan dngan membaiknya keluhan alergi tersebut.
Setelah 3 minggu bila keluhannya menghilang maka dilanjutkan dengan provokasi makanan yang dicurigai dengan mencoba salah satu macam makanan yang dihindari mulai dari makanan yang relatif agak jarang sebagai penyebab alergi. Setelah itu dilakukan diet provokasi 1 bahan makanan dalam 1 minggu bila timbul gejala dicatat. Disebut allergen atau bahan makanan tersebut sebagai penyebab alergi bila dalam 3 kali provokasi menimbulkan gejala alergi.
Bila dalam evaluasi setelah 3 minggu keluhannya tidak membaik harus dilakukan evaluasi apakah diet tidak ada yang menyimpang atau melanggar. Bila ada yang melanggar diet tersebut dilanjutkan selama 1 minggu lagi, kemudia dievaluasi ulang. Bila memang tidak ada yang melanggar harus dilakukan evaluasi terhadap diet sementara tersebut mungkin saja ada yang tidak bisa diterima.
Pemeriksaan penunjang yang ada selama ini hanyalah sebagi tambahan informasi atau data bagi dokter. Bukan suatu sarana untuk memastikan penyebabnya, mengingat sangat minimnya spesitifitas dan spesifitas pemeriksaan tersebut. Pemeriksaan yang dilakukan untuk mencari penyebab alergi sangat banyak dan beragam. Baik dengan cara yang ilmiah hingga cara alternatif, mulai yang dari yang sederhana hingga yang canggih.