Kisah kehebohan kaos bertagar itu berbagai kota besar di seluruh Indonesia hanya di Jakarta yang bermasalah. Masalahnya pun sederhana, ketika beberapa oknum kaos bertagar mengkipas kipasi uang pada kelompok lainnya. Isu tindakan oknum kaos bertagar yang mengkipas kipasi uang pada seorang ibu dan menangisnya seorang anak dalam kegiatan bernuansa politik itu tampaknya dipaksakan menjadi topik utama untuk menutupi kehebohan suara rakyat menolak presidennya terpilih kembali.
Beberapa pengamat politik menduga cerita itu dihembuskan lebih kencang oleh pihak tertentu untuk meredam kebangkitan suara rakyat yang menolak presiden Jokowi terpilih lagi. Atau untuk menutupi kepanikan akibat kehebohan kaos bertagar di seluruh negeri yang selama ini diremehkan. Ternyata kaos itu menjelma dengan people power yang maha dahsyat yang membuat panik penguasa dan para pendukungnya. Apakah benar persekusi ?
Apakah si Ibu melakukan pelanggaran hak anak kerena melibatkan dalam kegiatan bernuansa politik. Ataukan si Ibu "salah kamar" karena memaksakan masuk ribuan kelompkk lainnya dengan identitas kaos yang mencolok ? Siapa yang bersalah dan siapa yang disalahkan ? Bila mengamati insiden tersebut maka akan berbeda dari kacamata mana memandang. Apakah memakai kacamata bertagar 2019gantipresiden atau memakai kacamata bertagar diasibukkerja ?
Bila anda memakai kacamata bertagar "diasibukkerja" maka insiden itu dianggap persekusi, intimidasi, perbuatan biadab, kejahatan politik yang luar biasa atau perbuatan jahat terbesar lainnya.. Sehingga seorang ibu beserta anaknya yang menangis mendapat sorakan dan sindiran itu dianggap melecehkan wanita.
Pelaku divonis tindakan barbar, tidak Pancasilais dan Anti NKRI. Pelaku dianggap mengintimidasi ibu dan anak sekaligus,. Maka langsung saja dengan cepat mereka melaporkan tindakan tersebut pada polisi. Dan seperti biasa dengan cepat polisi langsung meresponnya untuk segera mempelajari dan memanggil pelapor. Seperti kasus yang sejenis dijamin polisi akan bertindak sangat cepat.Â
Bila memakai kacamata bertagar "2019gantipresiden" maka insiden tersebut terjadi karena kelompok kaos bertahar yang jumlahnya sedikit "salah kamar" karena memaksakan masuk kerumunan kaosbertagar lainnya. Si ibu pasti tahu bahwa hari itu justru kaos bertagar lainnya akan berkumpul bersama di Monas dan Bunda4an HI. Saat kaos #diasibukkerja memaksa masuk kerumunan ribuan orang yang berseberangan maka anak yang seharusnya tidak hadir di tempat keramaian bernuansa politik itu menjadi panik dan menangis ketakutan di tengah teriakan kelompok lainnya.
Sindiran pada kelompok kaos bertagar yang nyelonong masuk kandang lawan itu pastinya bukan untuk si anak tetapi untuk si ibu dan teman berkaos sama lainnya. Kalau anak yang menangis yang bertanggung jawab seharusnya adalah ibunya. Karena dia memaksa anaknya masuk kerumunan itu.
Di tengah insiden itu ternyata ada seorang kaos bertagar #2019gantipresiden berusaha menggandeng ibu dan anak untuk menyelamatkan tangisan anak di tengah ribuan kelompok yang berbeda. Tampaknya sang penolong tersebut merasa kasihan pada anaknya. Mengapa si ibu memaksakan membawa anakknya menerobos kerumunan kaos bertagar lain. Si penolong tampaknya berpikuran seharusnya ibunya berpikir rasional untuk tiak melibatkan anak dalam kegiatan yang bernuansa politik itu.
Akhirnya para kaum kaos #2019gantipresiden menduga bahwa berita dan informasi itu lebih didominasi oleh perseteruan seorang ibu marah marah dan anak yang menangis di tengah kerumunan kelompok lainnya adalah sebuah strategi komunikasi politik. Kehebohan berita ibu dan anak menangis masuk dalam ribuan kaos bertagar lainnya tampaknya akan digunakan kelompok tertentu untuk mengalihkan isu penting dalam fenomena people power kaos bertagar 2019gantipresiden.
Padahal berita kehebohan ratusan ribu atau jutaan umat di seluruh Indonesia bergerak bersama merupakan masalah sosial politik yang lebih penting dan lebih menarik, untuk dicermati karena telah membuat panik dan cemas penguasa dan pendukungnya
Mengapa memakai kaos bertagar ?
Alasan yang disampaikan kelompok tagar "2019gantipresiden" karena mengganggap selama ini negara dianggap gagal selama 3 tahun terakhir ini carut marut sosial, politik, hukum dan ekonomi semakin merugikan kelompok mayoritas. Ketegangan SARA, ideologi dan agama dianggap paling buruk dalam sejarah bangsa. Ketidak adilan hukum, ekonomi dan sosial dianggap hanya menguntungkan kelompok kecil rakyat. Sehingga tak ajal lagi isu komunis, isu anti agama, isu anti asing atau aseng, isu keperpihakan, isu kriminalisasi ulama menjadi isu terpanas sepanjang sejarah reformasi.
Sedangkan kelompok #diasibukkerja karena menginginkan Jokowi tetap jadi presiden dalam periode berikutnya. Kelompok ini beralasan bahwa kehebatan Jokowi dalam pembangunan infrastruktur harus diteruskan. Sehingga tidak ada yang salah ketika seorang ibu berjuang secara politik agar presidennya yang hebat untuk menjabat dua periode. Tetapi tidak disadari bahwa si ibu ikut melibatkan anak dalam politik atau aktifitas bernuansa politik yang bisa dianggap melanggar hak perlindungan terhadap anak.
Benarkah persekusi
Bahkan seorang tokoh nasional yang tampaknya memakai kacamata bertagar tertentu langsung memvonis bahwa kejadian itu adalah sebuah persekusi. Padahal definisi persekusi dan kejahatan politik jauh dari perbuatan sekedar mengkipasi duit. Persekusi adalah perlakuan buruk atau penganiyaan secara sistematis oleh individu atau kelompok terhadap individu atau kelompok lain, khususnya karena suku, agama, atau pandangan politik. Persekusi juga merupakan salah satu jenis kejahatan kemanusiaan yang didefinisikan di dalam Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional. Timbulnya penderitaan, pelecehan, penahanan, ketakutan, dan berbagai faktor lain dapat menjadi indikator munculnya persekusi, tetapi hanya penderitaan yang cukup berat yang dapat dikelompokkan sebagai persekusi.
Pasti kaum berkacamata bertagar tertentu akan bertanya. Benarkah tindakan sebagian oknum kaos bertagar itu sebuah persekusi? Benarkah tindakan itu penganiayaan secara sistematis ? Benarkah korban mengalami penderitaan yang cukup berat ? Tampaknya beberapa kriteria tersebut tidak ada yang cocok dengan definisi persekusi.
Sindiran dan sarkasme itu tidak hanya membuat si ibu marah malah sebaliknya dengan berani berteriak keras pada kelompok lainnya. Bahkan si ibu langsung mengatakan : "Muslim macam apa kalian ? Justru kalimat si ibu itu dipermasalahkan oleh nitizen pendukung kelompok #2019gantipresiden di media sosial. Alasannya, tidak ada satupun kaos bertagar itu yang mengatakan serang muslim. Bahkan tidak ada satupun baju dan kata kata yang dilakukan pelaku menunjukkan bahasa tubuh muslim. Tetapi dengan cepat dalam otak si ibu, mendiskriditkan muslim sebagai pelaku.
Kalau mengkipasi duit dianggap persekusi maka kelompok kaos bertagar yang satu pasti katakan hukum ini memang tidak berpihak. Kalau pelaku dibui karena dianggap persekusi maka hakim harus belajar banyak tentang arti persekusi. Dunia medsos pun lebih kejam lagi. Saat seseorang masuk kandang kelompok yang berafiliasi politik atau beda agama. Sarkasme uang atau nasi bungkus setiap hari menjadi kata wajib para nitizen atau buzer. Kata kasar, ujaran kebencian, hoaks bahkan fitnahpun bertaburan tetapi tidak ada yang ditangkap saat tidak menyinggung penguasa atau dipihak penguasa.
Pembelajaran
Berkaca dalam peristiwa itu maka dalam beraktifitas politik, atau "bernuansa politik" atau "semipolitik" semua harus menjaga diri, lebih santun, beretika, saling tepa slira atau saling menghargai. Bila ingin masuk terlibat dalam langkah sosial politik maka harus siap mental apalagi saat masuk sarang lawan.
Seharusnya satu peleton polisi yang mengawal barisan kaos #diasibukkerja tidak mengijinkannya menembus kerumunan kaos bertagar lainnya. Polisi yang mengawal tersebut seharusnya belajar banyak dari tim keamanan pertandingan sepakbola dengan memisahkan tempat masuk dan tribun tempat duduk mereka. Bukan malah memaksakan beberapa orang duduk di ribuan kerumunan suporter lawan.
Pendukung kaos bertagar bila dicermati fanatismenya tidak jauh berbeda dengan suporter sepakbola. Saat beberapa suporter sepakbola tim merah duduk di barisan suporter tim hijau tak ajal lagi pasti teriakan, cemoohan atau lemparan botol mineral akan terjadi. Demikian juga saat beberapa kaos bertagar dipaksakan masuk kedalam kerumunan ribuan orang kaos bertagar lainnya pasti dapat dibayangkan apa yang terjadi.
Pun bila beberapa orang kaos #2019gantipresiden masuk dalam ribuan kaos bertagar lainnya pasti akan diteriakin, dicemooh dan dibuli. Adalah sifat dasar manusia bahwa saat kelompok manusia masuk dalam sarang lawannya pasti akan terjadi benturan psikis dan fisik. Bila kaos bertagar masuk kerumunan ribuan kaos bertagar lainnya dianggap intimidasi atau persekusi dan harus di ajukan ke meja hijau. Maka nantinya ribuan suporter akan dilaporkan ke polisi, saat mereka meneriakin dan membuli beberapa gelintir suporter lainnya yang masuk salah kamar kandang lawan.
Kasus itu jadi pembelajaran, bila tidak tahan sindiran atau teriakan yang memanaskan telinga maka sebaiknya tidak memaksa masuk kerumunan ribuan kelompok lainnya. Secara psikologis bila berbeda identitas berhadapan dengan beberapa orang dan ribuan orang akan berbeda. Pembelajaran penting lainnya jangan melibatkan sedikitpun anak pada kegiatan politik atau bernuansa politik.
Akhirnya, berbagai opini di atas pasti tidak akan berhenti perdebatan saat menentukan siapa yang salah dan siapa yang benar. Karena semua kaosnbertagar menganggap paling benar. Tetapi pastinya semua sepakat, bahwa jangan korbankan anak demi sekedar sebuah kaos bertagar. Jangan korbankan kepolosan anak demi nafsu para elit politik di negeri ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H