Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Dokter - Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kisah Ibu Berkaos #Diasibukkerja, Persekusi, Salah Kamar, atau Pelanggaran Hak Anak?

1 Mei 2018   14:44 Diperbarui: 1 Mei 2018   16:55 824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Alasan yang disampaikan kelompok tagar "2019gantipresiden" karena mengganggap selama ini negara dianggap gagal selama 3 tahun terakhir ini carut marut sosial, politik, hukum dan ekonomi semakin merugikan kelompok mayoritas. Ketegangan SARA, ideologi dan agama dianggap paling buruk dalam sejarah bangsa. Ketidak adilan hukum, ekonomi dan sosial dianggap hanya menguntungkan kelompok kecil rakyat. Sehingga tak ajal lagi isu komunis, isu anti agama, isu anti asing atau aseng, isu keperpihakan, isu kriminalisasi ulama menjadi isu terpanas sepanjang sejarah reformasi.

Sedangkan kelompok #diasibukkerja karena menginginkan Jokowi tetap jadi presiden dalam periode berikutnya. Kelompok ini beralasan bahwa kehebatan Jokowi dalam pembangunan infrastruktur harus diteruskan. Sehingga tidak ada yang salah ketika seorang ibu berjuang secara politik agar presidennya yang hebat untuk menjabat dua periode. Tetapi tidak disadari bahwa si ibu ikut melibatkan anak dalam politik atau aktifitas bernuansa politik yang bisa dianggap melanggar hak perlindungan terhadap anak.

Benarkah persekusi

Bahkan seorang tokoh nasional yang tampaknya memakai kacamata bertagar tertentu langsung memvonis bahwa kejadian itu adalah sebuah persekusi. Padahal definisi persekusi dan kejahatan politik jauh dari perbuatan sekedar mengkipasi duit. Persekusi adalah perlakuan buruk atau penganiyaan secara sistematis oleh individu atau kelompok terhadap individu atau kelompok lain, khususnya karena suku, agama, atau pandangan politik. Persekusi juga merupakan salah satu jenis kejahatan kemanusiaan yang didefinisikan di dalam Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional. Timbulnya penderitaan, pelecehan, penahanan, ketakutan, dan berbagai faktor lain dapat menjadi indikator munculnya persekusi, tetapi hanya penderitaan yang cukup berat yang dapat dikelompokkan sebagai persekusi.

Pasti kaum berkacamata bertagar tertentu akan bertanya. Benarkah tindakan sebagian oknum kaos bertagar itu sebuah persekusi? Benarkah tindakan itu penganiayaan secara sistematis ? Benarkah korban mengalami penderitaan yang cukup berat ? Tampaknya beberapa kriteria tersebut tidak ada yang cocok dengan definisi persekusi.

Sindiran dan sarkasme itu tidak hanya membuat si ibu marah malah sebaliknya dengan berani berteriak keras pada kelompok lainnya. Bahkan si ibu langsung mengatakan : "Muslim macam apa kalian ? Justru kalimat si ibu itu dipermasalahkan oleh nitizen pendukung kelompok #2019gantipresiden di media sosial. Alasannya, tidak ada satupun kaos bertagar itu yang mengatakan serang muslim. Bahkan tidak ada satupun baju dan kata kata yang dilakukan pelaku menunjukkan bahasa tubuh muslim. Tetapi dengan cepat dalam otak si ibu, mendiskriditkan muslim sebagai pelaku.

Kalau mengkipasi duit dianggap persekusi maka kelompok kaos bertagar yang satu pasti katakan hukum ini memang tidak berpihak. Kalau pelaku dibui karena dianggap persekusi maka hakim harus belajar banyak tentang arti persekusi. Dunia medsos pun lebih kejam lagi. Saat seseorang masuk kandang kelompok yang berafiliasi politik atau beda agama. Sarkasme uang atau nasi bungkus setiap hari menjadi kata wajib para nitizen atau buzer. Kata kasar, ujaran kebencian, hoaks bahkan fitnahpun bertaburan tetapi tidak ada yang ditangkap saat tidak menyinggung penguasa atau dipihak penguasa.

Pembelajaran

Berkaca dalam peristiwa itu maka dalam beraktifitas politik, atau "bernuansa politik" atau "semipolitik" semua harus menjaga diri, lebih santun, beretika, saling tepa slira atau saling menghargai. Bila ingin masuk terlibat dalam langkah sosial politik maka harus siap mental apalagi saat masuk sarang lawan.

Seharusnya satu peleton polisi yang mengawal barisan kaos #diasibukkerja tidak mengijinkannya menembus kerumunan kaos bertagar lainnya. Polisi yang mengawal tersebut seharusnya belajar banyak dari tim keamanan pertandingan sepakbola dengan memisahkan tempat masuk dan tribun tempat duduk mereka. Bukan malah memaksakan beberapa orang duduk di ribuan kerumunan suporter lawan.

Pendukung kaos bertagar bila dicermati fanatismenya tidak jauh berbeda dengan suporter sepakbola. Saat beberapa suporter sepakbola tim merah duduk di barisan suporter tim hijau tak ajal lagi pasti teriakan, cemoohan atau lemparan botol mineral akan terjadi. Demikian juga saat beberapa kaos bertagar dipaksakan masuk kedalam kerumunan ribuan orang kaos bertagar lainnya pasti dapat dibayangkan apa yang terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun