Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Dokter - Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Siapakah Politikus dan Partai Pembela Agama Allah?

17 April 2018   06:56 Diperbarui: 17 April 2018   09:33 1518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Tetapi saat para penceramah menyerukan kebaikan dengan menyerukan menjauhkan setan sama hal dengan bila menyerukan psan moral yang berkaitan dengan kata kafir banyak yang tersinggung. Tampaknya kata setan itu seperti kontroversi istilah kafir yang membuat pihak tertentu menjadi sangat sensitif. Padahal ceramah itu ditujukan untuk kalangan internal umat muslim, bukan konsumsi umum. Tetapi masalah itu muncul ketika media mainstream dan media sosial memviralkan.

Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid Sa'adi mengatakan penjelasan partai Allah (hizb Allah) dan partai setan (hizb syaithan) memang terdapat dalam Alquran, tepatnya pada surat Al Mujadilah ayat 19 hingga 22. Ayat tersebut menerangkan adanya dua golongan manusia, yakni golongan setan (hizb as syaithan) dan golongan Allah (hizb Allah). Golongan setan itu disebutkan sebagai sekelompok orang yang selalu berdusta, lupa mengingat dan menentang ajaran allah.

 Mereka itu merupakan golongan yang merugi. Sementara itu, golongan Allah dijelaskan sebagai sekelompok orang yang yang menanamkan keimanan dalam hati mereka dan berharap pertolongan Allah. Mereka itu termasuk golongan orang yang beruntung. Meskipun konteks ayat tersebut lebih pada makna transendental, yaitu tentang akidah, keyakinan, atau keimanan kepada Allah SWT, bukan dalam konteks politik.

Sebenarnya pihak tertentu tidak perlu panas dan panik bila merasa tidak mempunyai niat dan tindakan jahat seperti setan atau bukan setan. Amin juga tidak menyebutkan nama partainya. Bahkan saat disinggung mana saja parpol pembela Allah maka tidak mudah menentukan. Bahkan saat dikonfirmasi usai memberikan tusyiah, Amienpun enggan membeberkan partai apa saja yang masuk kategori hizbus syaithan. Bahkan Aminpun saat itu mengatakan "Saya enggak katakan begitu. Jadi bukan partai, tapi cara berpikir. Cara berpikir yang untuk Allah dan yang diikuti oleh setan.

 Gelombang pro setan merugi, gelombang besar yang didikte kehendak Allah pasti menang," kata dia dalam tausiyahnya. Para ustadz yang lain juga sering menyerukan kebaikkan dengan mengatakan hati hati bujukan setan atau jauhilah perbuatan setan seperti peminum alkohol, pezinah, koruptor, perampok, pencuri, pembunuh, pemfitnah, dan perbuatan jahat lainnya. Tetapi selama ini para setan dan teman setan itu tidak ada yang pernah melaporkan para ustad ke polisi karena mungkin saja para penjahat itu sadar memang selalu ditemani bisikan setan dalam kehidupannya.

Egoisme politik

Dalam kondisi bangsa yang telah dipapari oleh egoisme kehidupan politik membuat egoisme individu dan egoisme kelompok lebih sensitif mudah marah dan lebih garang. Dominasi egoisme individu dan egoisme kelompok inilah yang membuat otak manusia Indonesia saat ini lebih sensitif, mudah panik dan lebih agresif. Siapapun yang berbicara bila itu lawan politiknya atau menyinggung idolanya dalam berpolitik akan mudah membuat tensi di otak meningkat dan memupuk benih kebencian dihatinya. 

Apalagi yang berbicara adalah tokoh nasional dan substansi bahasanya sangat merugikan kepentingan partai politik dan tokoh politiknya. Sehingga umat muslim dan para pemuka agama saat ini selalu dipaksa harus mengorbankan egonya dan selalu mengalah untuk menyebutkan kata setan dengan kata jahat atau kata kafir dengan non muslim. 

Padahal kata kata itu bukan buatan manusia tetapi kalimat Allah yang diajarkan pada manusia. Mungkin saja ke depan agar banyak tokoh dan kelompok tertentu tidak mudah tersinggung dan menjadi sensitif maka nantinya kata kata yang sensitif harus disimpan dalam hati atau diganti istilah lainnya. Seperti kata komunis nantinya bila ingin lebih teduh bisa diganti dengan kata anti Tuhan. Agar tidak menyinggung pemguasa istilah Utang Negara dirubah jadi Pinjaman Negara

. Agar tidak membuat lawan sensitif kata bodoh diubah jadk dungu dan seterusnya. Begitu juga halnya keppres yang ditandatangani pada 14 Maret 2014 oleh Presiden SBY mengganti istilah China menjadi Tionghoa. SBY menilai dengan mengganti istilah itu pandangan dan perlakuan diskriminatif terhadap seseorang, kelompok, komunitas dan/atau ras tertentu pada dasarnya melanggar nilai atau prinsip perlindungan hak asasi manusia.

Bangsa ini harus maklum, inilah uniknya egoisme kebencian dan egoisme amarah manusia Indonesia. Salah satunya dengan hanya mengganti istilah meski dengan arti yang sama ternyata dapat mengurangi sensitifitas dan meredam ketegangan antar umat Indonesia yang beragam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun