---
Coba bayangkan jika pintu, meja, atau bantal kita tiba-tiba jadi mahluk hidup yang bergerak, bernapas, butuh makanan, dan bisa membelah diri jadi banyak!!!
---
Kita mulai dari arti kata secara harfiah dulu. Kalau di English Language, hal ini disebut dengan 'The Great Filter'. Maka, dalam Bahasa Indonesia dapat disebut sebagai 'Penyaring Besar'.Â
Namun bagi saya, lebih suka menyebutnya sebagai 'Penyaringan Hebat'. Pertama, saya anggap 'Penyaringan' karena yang sebenarnya kita bicarakan adalah sebuah momen, atau sebuah kejadian. Sedangkan kalau 'Saringan', ya saringan atau penyaring itu memang suddah ada di situ.Â
Kedua, kalau 'Besar', seolah ukuran (panjang, lebar, tinggi, berat, jumlah) dari sebuah wujud saringan itu saja lah yang besar. Sedangkan kalau 'Hebat' artinya dampak yang diberikan sangat signifikan dan dahsyat.
Tapi baiklah, kita pakai saja 'Penyaring Besar' daripada 'Penyaringan Hebat'
Penyaring Besar, dalam konteks paradoks Fermi, adalah apa pun yang mencegah materi tak hidup untuk menjalani abiogenesis, tepat pada suatu titik waktunya, untuk memperluas kehidupan secara abadi dan terus menerus yang diukur dengan skala Kardashev.Â
Dalam konteks paradoks Fermi, penyaring besar adalah istilah yang mengacu kepada suatu hal yang mencegah kemunculan peradaban maju yang dapat menyebar di alam semesta, apapun itu bentuknya, baik itu sesuatu yang mencegah proses abiogenesis ataupun yang menghancurkan suatu peradaban sebelum mereka dapat mendirikan koloni di tata surya lain.
Apa itu Paradoks Fermi? Paradoks Fermi, dinamai seturut fisikawan Italia-Amerika Enrico Fermi, adalah kontradiksi, keanehan, kenjanggalan yang tampak begitu jelas antara kurangnya bukti peradaban luar bumi dan berbagai perkiraan tinggi untuk kemungkinannya.Â
Sabar dulu, kita coba balik ya, menjadi: terdapat kontradiksi, keanehan, kejanggalan antara tingginya perkiraan kemungkinan keberadaan peradaban di luar bumi dengan kurangnya bukti hubungan dengan peradaban seperti yang ada di bumi.Â
Umur alam semesta dan banyaknya jumlah bintang mengakibatkan munculnya pandangan bahwa pastilah ada kehidupan di luar sana. Dalam perbincangan pada tahun 1950, fisikawan Enrico Fermi mempertanyakan: mengapa bukti seperti pesawat angkasa tidak dapat ditemui, apabila sejumlah peradaban ekstraterestrial yang maju ada di Bima Sakti.
Sudah jelas kan ada dua hal yang saling bertentangan. Di satu sisi, ada banyak kemungkinan bahwa ada kehidupan lain di luar sana. Ada banyak planet, ada banyak bintang, ada banyak galaksi. Ratusan, ribuan, bahkan jutaan. Namun di sisi lain, dengan segala teknologi dan ilmu yang dimiliki umat manusia lewat NASA, ESA, Roscosmos, ISRO, CNSA, masih belum ditemukan tanda-tanda kehidupan apapun di luar sana. Ya memang berbagai dugaan tetap ada, namun bagi saya sejauh ini hal tersebut masih berupa dugaan.
Kalau abiogenesis apa dong? Dalam biologi evolusioner, abiogenesis, atau secara informal 'asal usul kehidupan' atau'awal mula hidup', adalah proses alami yang menyebabkan kehidupan muncul dari materi tak hidup, seperti senyawa organik sederhana.Â
Meskipun detail dari proses ini masih belum diketahui, hipotesis ilmiah yang berlaku adalah bahwa transisi dari makhluk tidak hidup ke makhluk hidup bukanlah peristiwa tunggal, tetapi proses evolusi dengan peningkatan kompleksitas yang melibatkan replikasi diri molekuler, perakitan mandiri, autokatalisis, dan munculnya membran sel.Â
Meskipun terjadinya abiogenesis tidak kontroversial di kalangan ilmuwan, kemungkinan mekanismenya masih kurang dipahami. Ada beberapa prinsip dan hipotesis tentang bagaimana abiogenesis bisa terjadi.
Mungkin bisa diibaratkan kalau sejumlah hidrogen dan oksigen dari air bergabung dengan sejumlah kalsium dan karbon dari tanah, bergabung menjadi sesuatu yang hidup. Hidup dalam artian bahwa mahluk bertumbuh semakin besar, berkembang dengan bisa berpikir makin cerdas, bergerak secara aktif, dan bisa berkembang biak dengan cara membelah diri.Â
Hal ini terjadi dengan cara mencari dan mengkonsumsi hidrogen, oksigen, kalsium, dan karbon yang ada di alam namun dalam keadaan mati. Namun perlu dicatat bahwa hal ini terjadi seketika dan tiba-tiba, dari sekumpulan air dan sekumpulan tanah, menjadi mahluk yang hidup. Itulah bio yaitu kehidupan yang bertumbuh-berkembang dan genesis yaitu awal mula dari yang sebelumnya hampa tidak ada apapun.
Coba bayangkan jika pintu, meja, atau bantal kita tiba-tiba jadi mahluk hidup yang bergerak, bernapas, butuh makanan, dan bisa membelah diri jadi banyak. Pintu memakan meja, meja memakan bantal, dan bantal memakan pintu. Lalu perlahan, seribu tahun kemudian, mereka sudah mendirikan negara, belajar di sekolah, dan membangun jembatan!
Abiogenesis juga disebut biopoiesis yaitu studi mengenai bagaimana kehidupan biologis dapat muncul dari materi bukan organik melalui proses alami. Secara khusus, istilah ini biasanya merujuk kepada proses saat kehidupan di Planet Bumi muncul.Â
Abiogenesis diperkirakan terjadi bermiliar-miliaran tahun yang lalu. Bisa jadi muncul dari asam amino, yang sering dijuluki "bahan dasar kehidupan". Mungkin karena itu protein juga disebut sebagai zat pembangun fisuk tubuh.
Namun kalau secara tiba-tiba, tentu ada yang berpikir bahwa hal ini tidak mungkin karena ada yang ada karena ada yang ada. Ok, kita tambahi ulang, kemunculannya suatu hal yang barupasti  karena sudah ada hal yang lama sebelumnya. Saya ada karena orang tua saya. Orang tua saya da karena orang tua mereka, begitu seterusnya, namun tidak ada yang tiba-tiba. Tapi perdebatan itu mungkin akan ada di tulisan lain, bukan di tulisan sini.
Kembali ke Paradoks Fermi, konsep ini berawal dari argumen Robin Hanson bahwa kegagalan atau ketidakmampuan untuk menemukan peradaban di luar bumi di alam semesta yang dapat diamati menyiratkan kemungkinan ada yang salah dengan argumen atau prinsip dari berbagai disiplin ilmu bahwa kemunculan mahluk hidup  yang bisa berpikir yang maju adalah mungkin.Â
Pengamatan ini dituang secara konsep dalam istilah "Penyaring Besar" yang menjadi alasan untuk mengurangi sejumlah besar sumber dari mana kehidupan berpikiran mungkin muncul menjadi sejumlah sedikit spesies cerdas dengan peradaban maju yang benar-benar berhasil diamati.Â
Ada pula kemungkinan bencana alam maha dahsyat yang memusnahkan seluruh kehidupan di sebuah planet. Namun, dari berbagai hal yang saling bertolak belakang secara logika utama dari pengamatan tersebut adalah bahwa semakin mudah kehidupan berevolusi ke tahap yang umat manusia mampu sekarang, semakin suram peluang masa depan kita manusia.
Saya jadi teringat gambar lucu di internet tentang orang-orang Mesir zaman dahulu yang kecewa karena hasil kerja keras dan kerja cerdas mereka membangun piramid malah dianggap kerja buatan alien dari planet Silahkan bilang kalau alien itu ada, namun sejauh ini yang kita ketahui, mahluk dengan peradaban cerdas ya hanya satu, yaitu ya kita manusia. Atau setidaknya, kita belum tahu ada mahluk planet lain atau mahluk di planet bumi ini yang hampir menyamai apalagi melampaui kita.Â
Jika ada mahluk lain, entah itu alien dari planet lain atau hewan di bumi yang melampaui cerdas dan bijak manusia dalam mengembangkan kemampuan peradaban teknologi yang menyamai kita, bisa kita bayangkan akan bertambah berapa banyak kebutuhan akan energi, pangan, tempat tinggal dan keinginan lainnya. Padahal sumber daya planet bumi meskipun melimpah, tapi tetap jelas terbatas dan bisa habis. Artinya, akan semakin suram peluang masa depan kita manusia di planet bumi ini.
Kita bertanya-tanya sudah di manakah posisi manusia saat ini bila dibandingkan dengan "Penyaring Besar" itu. Ada kemungkinan bahwa penyaring ini sudah lewat ada di masa lalu atau mungkin belum terjadi malah di masa depan.Â
Penyaring ini bisa berupa penghalang evolusi kehidupan peradaban cerdas atau kemungkinan bahwa peradaban maju akan selalu menghancurkan dirinya sendiri. Misalnya perang nuklir, perang racun, atau perang virus, yang didasari oleh pertentangan antara dua ideologi cerdas untuk merebut sumber daya alam yang menipis setelah kehancuran akibat bencana alam maha dahsyat.
Ide ini diusulkan pada esai online berjudul "Filter Hebat - Apakah Kita Hampir Melewatinya?", oleh ekonom Robin Hanson. Versi pertama ditulis pada Agustus 1996 dan artikel terakhir diperbarui pada 15 September 1998. Sejak saat itu, rumusan Hanson telah mendapat pengakuan dalam beberapa sumber terbitan yang membahas paradoks Fermi dan implikasinya. Sudah jelas dari judulnya, ada keraguan apakah memang 'Penyaring Besar' itu sedah kita lewati atau masih ada di masa depan.
Hal ini membuat pikiran saya jadi liar akan dua pertanyaan.
Pertama, apakah 'Penyaringan Hebat' ini dapat terjadi dua kali atau bahkan berkali-kali?
Kedua, apa yang perlu kita siapkan dan rencanakan agar 'Penyaringan Hebat' ini tidak berdampak terlalu signifikan?
Hal ini tentu lumayan relevan dengan kondisi pandemi saat ini. Kalau pandemi dianggap sebagai 'Penyaringan Hebat', maka umat manusia telah mengalami nya berkali. Namun belum ada yang serta merta memusnahkan 99,99999% kehidupan (bukan hanya manusia, namun juga mahluk lain apa pun).Â
Sejauh yang kita tahu, hal ini hanya dapat diwujudkan oleh bencana alam seperti hantaman meteor dan ledakan gunung berapi. Tubrukan meteor telah terjadi berkali-kali. Bukti kawah nya bisa dilihat di berbagai penjuru planet bumi. Era kejayaan dinosaurus yang terbagi 3 zaman juga dipisahkan oleh tubrukan bumi dengan meteor.Â
Begitu juga ledakan gunung berapi seperti Yellowstone dan Toba juga sudah terjadi berkali-kali di masa lalu. Ledakan Gunung Toba yang terbaru dan terbesar diperkirakan memusnahkan puluhan persen populasi manusia di planet bumi. Terdapat juga perubahan iklim seperti awal dan akhir masa zaman es.Â
Pada awal zaman es, mahluk yang tidak segera beradaptasi dengan suhu yang mendingin akan kesusahan dalam melanjutkan hidup. Begitu pula saat zaman es berakhir dan suhu bumi menghangat menjadi lebih panas, mahluk yang tidak segera beradaptasi akan kesusahan dalam menjalani hidup.
Saya belum bisa bayangkan kejadian macam apa yang sungguh dahsyat hingga membuat sebuah planet seukuran bumi tidak lagi mampu mendukung kehidupan. Di permukaan tanah di gunung, di lembah, di bukit, tidak ada apapun yang bisa hidup. Di bawah tanah tidak ada apapun yang bisa hidup. Di permukaan sungai, danau, laut, es, salju tidak ada yang bisa hidup. Di udara pun juga tidak ada yang bisa hidup. Namun hal ini memang terjadi, misalnya di planet-planet selain bumi di tata surya ini.Â
Dengan ketiadaan bukti adanya peradaban maju di luar Bumi, kemungkinan ada salah satu langkah dari pembentukan bintang hingga keberadaan peradaban maju yang sangat sulit untuk dilalui. Memang ada yang bilang bahwa Mars, Venus, hingga Satelit Europa (sebuah bulan orbit Planet Jupiter) memiliki kemampuan untuk mendukung kehidupan. Namun, kalaupun bisa, kenapa tidak ada???
Hal ini membawa imajinasi saya ke arah perpindahan antar planet. Jika ada mahluk hidup yang punya peradaban dengan kemampuan transportasi massal antar planet, maka mereka bisa menghindari 'Penyaring Besar' itu. Kini kita sadar bahwa sedang dilakukan oleh SpaceX, NASA, ESA, Roscosmos, ISRO, CNSA adalah hal yang penting. Uhuk uhuk LAPAN. Hehehe... Hal ini kembali mengingatkan saya tentang satu gambar lucu di internet yang menyatakan bahwa Elon Musk mungkin adalah alien yang ingin kembali ke planet asalnya. Tentu hal ini lucu-lucuan saja.Â
Namun kalau dipikir lagi, bisa jadi sebenarnya dulu ada mahluk yang tinggal di Planet Mars atau Planet Venus, namun karena Mars atau Venus mengalami 'Penyaring Besar', maka mereka pindah ke planet bumi. Namun karena kondisi memang sangat berbeda dan peralatan canggih mereka tidak bisa terus menerus dipakai berkelanjutan, maka keturunan anak cucu mereka membuat peradaban mulai dari nol.Â
Hal tersebut membawa pembahasan kita ke bagian terkahir, yaitu Kardashev Scale atau Skala Kardashev.
Skala Kardashev adalah metode untuk mengukur kemajuan teknologi suatu peradaban. Skala ini bersifat teoretis dan amat spekulatif. Pengukuran ini digagas oleh astronom Uni Soviet Nikolai Kardashev pada tahun 1964. Udah lumayan lama juga sih.Â
Dalam skala Kardashev, terdapat tiga pengelompokan, yaitu Tipe I, II, dan III. Pengelompokan tersebut didasarkan pada penggunaan energi suatu peradaban. Peradaban Tipe I telah mampu menguasai energi planetnya, Tipe II tata suryanya, dan Tipe III galaksinya.Â
Hingga kini, peradaban manusia pada tahun diperkirakan baru mencapai atau melampaui tipe skala sekitar 0,72-an. Bahkan kita masih belum mencapai Level Skala 1 loh. Kita masih di level 0. Ya meskipun 0,72-an, tapi kan belum tembus Level Skala 1. Diperkirakan umat manusia baru akan mencapai Tipe I dalam waktu satu abad hingga dua abad lagi. Tipe II baru bisa dijangkau sekitar beberapa ribu tahun lagi, dan Tipe III dalam waktu 100.000 hingga jutaan tahun.
Skala Kardashev tersebut memiliki tiga kategori yang ditentukan:
Peradaban Tipe I, juga disebut peradaban planet, yaitu manusia dapat menggunakan dan menyimpan seluruh energi yang tersedia di planet bumi dan satelit bulan.
Peradaban Tipe II, juga disebut peradaban bintang, yaitu manusia dapat menggunakan dan mengontrol energi pada skala sistem tata surya dari bintang matahari, hingga sabuk asteroid, hingga Pluto.
Peradaban Tipe III, juga disebut peradaban galaksi, yaitu manusia dapat mengontrol energi pada skala semua seisi galaksi Bima Sakti yang berisi 400 Milyar Bintang, dimana Matahari adalah salah satunya dari 400 Milyar bintang lain.
'Penyaring Besar', dalam konteks paradoks Fermi, adalah apa pun yang mencegah materi tak hidup untuk menjalani abiogenesis, pada waktunya, untuk memperluas kehidupan abadi yang diukur dengan skala Kardashev.Â
Dalam konteks paradoks Fermi, penyaring besar adalah istilah yang mengacu kepada suatu hal yang mencegah kemunculan peradaban maju yang dapat menyebar di alam semesta, apapun itu bentuknya, baik itu sesuatu yang mencegah proses abiogenesis ataupun yang menghancurkan suatu peradaban sebelum mereka dapat mendirikan koloni di tata surya lain.
Menurut saya, dari beberapa sumber yang ada, dunia sekarang mengalami percepatan yang luar biasa dalam penemuan hal baru, produksi massal, dan penggunaan massal. Dari segi percepatan atau akselerasi, kondisi sekarang hanya dapat disamai dengan keadaan sebelum dan pada Perang Dunia Pertama.Â
Memang bom atom diledakkan dan manusia mendarat di bulan puluhan tahun setelah Perand Dunia Pertama. Namun dari segi percepatan atau akselerasi, silahkan cari tahu dan bandingkan bagaimana perkembangan teknologi, ilmu pengetahuan, dan industri di tahun 1880-an, 1890-an, dan dekade 1900-an awal.Â
Gila-gilaan! Sumber daya yang dibutuhkan pun menjadi sangat besar dan kebutuhannya meningkat dengan tajam untuk menyokong kemajuan tersebut. Sangking gilanya, pada Perang Dunia Pertama, fisik manusia ibarat tidak berarti di hadapan peralatan dan mesin perang. Misalnya gas klorin dan gas sarin yang membuat sekumpulan pasukan tidak berdaya.
Namun mengapa saya angkat isu teknologi, sains, industri dan kaitannya dengan isu perang, adalah karena perang berpotensi menghancurkan suatu peradaban kita manusia sebelum kita manusia dapat mendirikan koloni di planet lain atau di tata surya lain. Padahal percepatan itu juga dibutuhkan agar kita semakin segera dapat mendirikan koloni di planet lain atau di tata surya lain. Padahal, tanpa perang antar negara pun, manusia terus-menerus berperang dengan musuh seperti bencana alam, sumber daya menipis, dan pandemi seperti pada tahun 2020 ini.
Sekali lagi, 'Penyaring Besar', dalam konteks paradoks Fermi, adalah apa pun yang mencegah materi tak hidup untuk menjalani abiogenesis, pada waktunya, untuk memperluas kehidupan abadi yang diukur dengan skala Kardashev.Â
Dalam konteks paradoks Fermi, penyaring besar adalah istilah yang mengacu kepada suatu hal yang mencegah kemunculan peradaban maju yang dapat menyebar di alam semesta, apapun itu bentuknya, baik itu sesuatu yang mencegah proses abiogenesis ataupun yang menghancurkan suatu peradaban sebelum mereka dapat mendirikan koloni di tata surya lain.
Kini kita sadar bahwa sedang dilakukan oleh SpaceX, NASA, ESA, Roscosmos, ISRO, CNSA adalah hal yang penting. Uhuk uhuk LAPAN. Hehehe...Â
Marilah kita sebagai Bangsa Indonesia tetap makin semangat! Dari berita yang beredar, kita tahu kalau ada banyak ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan kita, mulai dari menjaga kelestarian Planet Bumi, menjaga diri dari perang ideologis dan mempersiapkan diri jika terjadi perang senjata. Jangan kita melawan kita, seperti yang dulu-dulu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H