Mohon tunggu...
samuel purba
samuel purba Mohon Tunggu... Administrasi - PNS, pemerhati sosial

Penikmat alam bebas dan bebek bakar; suka memperhatikan dan sekali-sekali nyeletuk masalah pendidikan, budaya, dan kemasyarakatan; tidak suka kekerasan dalam bentuk apa pun.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Abang (2)

8 Maret 2024   15:13 Diperbarui: 12 Maret 2024   20:00 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Abang...

Butiran air mengendap di pelupuk mata

di sepanjang perjalanan ke pusaramu

Aku membungkusnya dalam segenggam rindu 

dan untaian nyanyian lawas yang dulu kau suka

Pohon dan hutan yang kulewati membilas rasa perih di kerongkongan

membungkam anganku untuk mengekploitasi wajahmu 

yang sejak tadi kupaksa hadir pada langit yang panas

Lagi, kau berhasil mengantarku ke sini

dari perjalanan jauh yang hampir tidak terbayangkan akan kulalui kembali

Aku beranjak ke samping tanah 

yang menyimpan jasadmu dengan begitu sempurna

nisanmu seolah ingin beranjak menyambutku, yang kini mulai terisak

dalam langkah kaki yang pelan dan lemah

Segera kutanyakan kabar

pada dedaunan kering yang setia menemani dalam sejuknya sepoi angin siang

serta ranting pohon kamboja yang menguntai memayungi engkau

Sebersit rasa damai hadir dalam siulan burung-burung di sekitaran 

Bukankah itu jawaban yang selama ini aku nantikan?

"Kami baik-baik saja, Bang!"

Jawabku berbalut senyum yang getir 

Kini kita berbicara dengan diam

Aku menikmati setiap kata yang merangkai dengan sendirinya di kesunyian

membiarkannya menggandeng tanganku ke semua memori masa lalu

yang pernah kita jalani bersama

Masa kecil yang indah, masa remaja yang merekah

dan menjadi mulia setelah kau mendewasa  

dalam pengorbananmu yang selalu melekat di jiwamu, sang sulung

Kalaupun kini aku menangis, itu bukan lagi tanda kesedihan

Aku menangis karena masih bisa merasakan cintamu, terutama dalam dimensi yang tidak lagi sama

Aku membiarkan semua yang kini bersamamu menghiburku

Dedaunan, angin, nyamuk, rumput, tanah, debu, batu

Aku membalas kebaikan mereka dengan beberapa kembang yang kutaburi di atas pusaramu

Puas sudah rinduku kubagikan pada semua rasa di siang itu

Terberkatilah kau di surga, terberkatilah kami di bumi

dalam keterpisahan kita akan selalu bersama

dalam kedukaan kita tetap bisa tertawa

dalam kesendirian, namun kau tidak pernah sendiri

Sebab perjalanan adalah tentang waktu dan rahasia yang akan selalu kita maknai dalam diam.

Balikpapan,  Penghujung Februari 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun