Sumber Gambar: Kaskus
Kebetulan ada Kompasianer yang memberi komentar di tulisan saya sebelumnya mengenai pemblokiran situs Tumblr yang akhirnya dibatalkan, Susy Haryawan menuliskan "salam kenal, mengapa hanya soal ini terus yang dikejar, sedang sinetron yang gak karuan masih saja tayang, membakar lumbung demi membasmi tikus, salam". Saya jadi tertarik mau membahas mengenai sinetron.
Hanya saja setelah beberapa saat googling saya jadi batal membahas sinetron tapi jadi gatel menulis tentang keunikan negeri kita ini. Terutama di bidang kebijakan pemerintah dan lembaga otoritas yang berwewenang. Entah dari mana timbul trend saat ini di kalangan birokrat dan lembaganya menjadi polisi etika dan susila. Kalau dijalankan dengan prinsip yang benar masih mending. Tapi banyak yang "lucu" dan "melawan nalar" publik. Saya menangkap sebagian dan menuangkannya disini.
Trend Sensor
Lupakan sejenak soal sinetron dan isinya yang melawan logika publik Indonesia. Selama rating masih bisa dijual kepada produsen sinetron maka selama itu pulalah kita benar-benar hanya jadi penonton. Sudahlah, kalau tidak punya duit bayar TV berbayar ya mending nikmati siaran apa adanya maupun siaran yang mengada-ngada. Hehehe...
Mari kita bahas keunikan negeri kita ini dengan contoh soal sensor di layar kaca. KPI sebagai lembaga yang berwewenang saat ini sukses menerapkan kebijakan menyensor tayangan yang dinilai kurang layak. Menurut angin yang berhembus sepoi-sepoi, bukan KPI yang langsung membuat siluet buram sebagai bagian yang disensor (lihat pada contoh gambar dibawah) tapi stasiun TV itu sendiri. Konon kata tim dari Stasiun TV, ketentuan sensor datang dari KPI jadi mereka hanya mengikuti. Yah kembali ke soal telur atau ayam ya?
Tapi kita lebih baik langsung melihat contoh konkritnya sajalah. Seperti tampak pada gambar dari tayangan Lomba Putri Indonesia 2016. Nampak pada bagian tertentu dibuat siluet buram tanda disensor. Yang agak aneh adalah baju para peserta merupakan baju batik yang modern. Mungkin sekarang putri Indonesia sudah sangat cantik, bahenol dan seksi sehingga perlu dilindungi dari mata-mata "gatel" dari penonton.
Itu baju batik budaya Indonesia lho, bandingkan dengan tampilan gambar dibawah ini yang "jauh" lebih sopan sehingga tidak perlu disensor. Berita tentang sensor acara ini cukup ramai menuai protes dari publik karena menilai sensor itu rada berlebihan. Nggak percaya kalau berlebihan? Coba bandingkan dengan acara lain seperti tampak pada gambar dibawah ini.
Saya kira memang tidak ada yang menduga kalau acara Putri Indonesia 2016 bisa kena sensor karena ditayangkan acara di jam utama. Mending di jam larut malam saja ya seperti acara Bukan Empat Mata diatas. Biar tidak disensor karena mungkin anak-anak se-Indonesia "dianggap" sudah tidur saat itu. Alasan yang apik bener kalau demikian adanya.
Nah, jadi kita sepakat ya, mau budaya Indonesia kek, acara untuk umum kek, kalo ada belahan dada maka wajib disensor! Apalagi kalau tayang pada jam umum dimana anak-anak Indonesia yang bodoh dan lugu tapi suka meniru itu masih bangun.
Lanjut mang....!!
Alkisah ada kebijakan KPI Tahun 2012 memuat Pelarangan Seksualitas, yakni suatu program siaran dilarang untuk menampilkan penampakan alat kelamin dan mengeksploitasi bagian-bagian tubuh tertentu, seperti paha, bokong, payudara, secara close up atau medium shot. Walaupun ditayangkan dalam konteks sebagai ilmu pengetahuan, namun lembaga penyiaran patut memperhatikan konten yang ditayangkan agar sesuai dengan nilai-nilai kepatutan yang berlaku dalam masyarakat.
Nah, anda sebagai Kompasianer silahkan menilai sendiri apakah gambar dari tayangan ini sudah patut untuk disensor? Kita ambil beberapa tampilan gambar dari acara televisi sejak tahun lalu sampai beberapa waktu baru-baru ini.
Kenapa Shizuka di blur pakaiannya? Karena nampak pahanya? Kenapa tidak dadanya? Karena belum besar sehingga belum dianggap layak dieksploitasi? Entahlah. Tapi karakter serial Doraemon ini menurut saya memang tidak menggambarkan tendensi apa-apa dan rasanya anak-anak juga tentu "mendelik matanya" melihat Shizuka? Bagaimana menurut anda?
Selain melawan nalar karena menganggap kartun seperti itu bisa menimbulkan nafsu bagi anak-anak bawah umur, bagaimana pula komentar anda soal tayangan untuk remaja. Asalkan jangan nampak belahan dada dan berbikini dikolam berenang ya aman-aman sajalah. Cewek digendong cowok? Mungkin itu kakak adik, remaja putri memeluk remaja cowok? Itu mungkin lagi adu hidung. Keren habis...
Gambar diatas: paha tertutup, dada tertutup, tidak ada yang dicloseup secara berlebihan. Yup loloskan saja! Toh banyak acara sinetron yang sejenis kok. Jadi artinya banyak yang suka, ya biarinlah. Itu namanya mendukung industri dalam negeri. Longgarkan dikitlah aturannya. Mari kita tingkatkan ke level yang lebih canggih.
Masih ingat hebohnya gambar sensor sapi yang dimandikan adik ini? Saat itu salah satu televisi swasta membuat buram pada bagian tertentu dari tubuh sapi. Kalau kita bahas menurut aturan dari KPI yang paling cocok adalah bagian yang sesuai nilai kepatutan pada masyarakat atau bagian bokong maupun paha sapinya? Hahaha...
Stasiun televisi jadi ikutan bodoh karena mentaati peraturan dengan membabi buta. Bahkan cenderung melawan nalar publik. Kenapa mereka sedemikian takutnya? Apa KPI begitu ketat dan efektif melakukan fungsinya?
Uniknya Indonesia
Yah, itulah kenyataan di Indonesia. Nalar atau tidak di mata publik, sebuah kebijakan harus tetap berjalan. Suara publik dianggap sebagai angin lalu. Anda bisa melihat berbagai bukti di sekitar anda sendiri terhadap tayangan yang diminati oleh rakyat. Biarpun anda merasakan sudah ada yang tidak beres, tampaknya KPI tidak bisa berbuat banyak selain hanya melarang ini dan itu.
Yang paling membuat kita tertawa geli adalah ketika melihat ketidakberesan implementasinya dilapangan. Anda bisa tebak jawabannya berdasarkan aturan ala KPI? Entahlah, saya sendiri geleng kepala melihat keunikan implementasi kebijakan KPI ini dan contoh kasusnya.
Apakah demi kelangsungan industri dalam negeri berupa penyedia tayangan sinetron kita jadi tebang pilih? Kalau begitu bagaimana dengan acara tayangan anak-anak yang disensor? Apakah kita beranggapan bahwa anak kecil dapat dengan mudah terangsang melihat bokong sapi? Sementara kita orang dewasa tidak? Hahaha... Atau adat istiadat dan budaya lokal kita yang melarang pantat sapi kita amati?
Yang menarik adalah, mengapa sekarang timbul trend beberapa lembaga negara bertindak sebagai polisi etika dan susila masyarakat? Apakah kita mulai berpindah fundasi menjadi negara yang mengatur apa yang pantas dan tidak bagi warga negara dari segi moralitas?
Pertanyaan yang kritis: Apakah sensor ini sudah tepat, adil dan bijaksana diberlakukan secara menyeluruh? Mana yang menjadi prioritas penegakan hukum atau kepatutan moral?
Tampaknya negara kita mulai mencari bentuk yang ideal sebagai gambaran yang bisa dianggap sebagai "negara yang makmur dan sejahtera". Beberapa pihak menuding Indonesia sudah mulai mengarah kepada kebijakan fundamentalis. Tapi saya tidak setuju dengan pendapat itu. Saya lebih melihat bahwa beberapa lembaga negara terlalu "lebay" dengan wewenangnya sampai tidak melihat bahwa kebijakannya tidak berfungsi dengan semestinya.
Selain lebay, sayangnya diperparah dengan tidak adanya aturan yang detail dan jelas sebagai tolak ukur. Aturan tersebut dibiarkan diartikan sendiri oleh masing-masing pihak. Contohnya ya seperti sensor bokong sapi dan baju renang anak-anak tadi. Mungkin untuk kedepannya pihak yang terkait dapat lebih memperinci aturan yang dibuat sehingga tidak menimbulkan persepsi yang berbeda dan salah kaprah dalam implementasinya. Lihatlah komentar dan respon masyarakat sekarang dengan penerapan aturan itu? Jadi pujian atau bahan tertawaan?
Penerapan yang tebang pilih, aturan yang kaku dan tidak jelas hanyalah beberapa poin minus yang saya lihat. Selain itu yang lebih utama adalah pemilihan tim kerja (baik penyusun program dan pelaksananya) yang cenderung mengabaikan suara publik sebagai bagian dari penentu kebijakan yang layak didengarkan suaranya juga nampak dengan jelas. Jadi, sama seperti artikel saya tentang kebijakan Kemenkominfo soal Tumblr, tampaknya KPI juga main dengan gaya sak karepe dewe.
Yah, begitulah adanya dengan negeriku Indonesia.
Update terbaru dari situs KPI tertanggal 24 Feb 2016 lalu: KPI Tidak Mengeluarkan Kebijakan Penyensoran dan Pengbluran Terhadap Program Kartun, Animasi dan Siaran Putri Indonesia. Selain menyatakan bukan badan sensor, juga dikatakan bahwa sensor adalah kebijakan dari stasiun televisi masing-masing. Nah lho..
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H