Yang paling membuat kita tertawa geli adalah ketika melihat ketidakberesan implementasinya dilapangan. Anda bisa tebak jawabannya berdasarkan aturan ala KPI? Entahlah, saya sendiri geleng kepala melihat keunikan implementasi kebijakan KPI ini dan contoh kasusnya.
Apakah demi kelangsungan industri dalam negeri berupa penyedia tayangan sinetron kita jadi tebang pilih? Kalau begitu bagaimana dengan acara tayangan anak-anak yang disensor? Apakah kita beranggapan bahwa anak kecil dapat dengan mudah terangsang melihat bokong sapi? Sementara kita orang dewasa tidak? Hahaha... Atau adat istiadat dan budaya lokal kita yang melarang pantat sapi kita amati?
Yang menarik adalah, mengapa sekarang timbul trend beberapa lembaga negara bertindak sebagai polisi etika dan susila masyarakat? Apakah kita mulai berpindah fundasi menjadi negara yang mengatur apa yang pantas dan tidak bagi warga negara dari segi moralitas?
Pertanyaan yang kritis: Apakah sensor ini sudah tepat, adil dan bijaksana diberlakukan secara menyeluruh? Mana yang menjadi prioritas penegakan hukum atau kepatutan moral?
Tampaknya negara kita mulai mencari bentuk yang ideal sebagai gambaran yang bisa dianggap sebagai "negara yang makmur dan sejahtera". Beberapa pihak menuding Indonesia sudah mulai mengarah kepada kebijakan fundamentalis. Tapi saya tidak setuju dengan pendapat itu. Saya lebih melihat bahwa beberapa lembaga negara terlalu "lebay" dengan wewenangnya sampai tidak melihat bahwa kebijakannya tidak berfungsi dengan semestinya.
Selain lebay, sayangnya diperparah dengan tidak adanya aturan yang detail dan jelas sebagai tolak ukur. Aturan tersebut dibiarkan diartikan sendiri oleh masing-masing pihak. Contohnya ya seperti sensor bokong sapi dan baju renang anak-anak tadi. Mungkin untuk kedepannya pihak yang terkait dapat lebih memperinci aturan yang dibuat sehingga tidak menimbulkan persepsi yang berbeda dan salah kaprah dalam implementasinya. Lihatlah komentar dan respon masyarakat sekarang dengan penerapan aturan itu? Jadi pujian atau bahan tertawaan?
Penerapan yang tebang pilih, aturan yang kaku dan tidak jelas hanyalah beberapa poin minus yang saya lihat. Selain itu yang lebih utama adalah pemilihan tim kerja (baik penyusun program dan pelaksananya) yang cenderung mengabaikan suara publik sebagai bagian dari penentu kebijakan yang layak didengarkan suaranya juga nampak dengan jelas. Jadi, sama seperti artikel saya tentang kebijakan Kemenkominfo soal Tumblr, tampaknya KPI juga main dengan gaya sak karepe dewe.
Yah, begitulah adanya dengan negeriku Indonesia.
Update terbaru dari situs KPI tertanggal 24 Feb 2016 lalu: KPI Tidak Mengeluarkan Kebijakan Penyensoran dan Pengbluran Terhadap Program Kartun, Animasi dan Siaran Putri Indonesia. Selain menyatakan bukan badan sensor, juga dikatakan bahwa sensor adalah kebijakan dari stasiun televisi masing-masing. Nah lho..
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H