Mohon tunggu...
SAMUEL AGUS SANTOSA
SAMUEL AGUS SANTOSA Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Merupakan mahasiswa FISIP UNDIP Political dan Government Science yang memiliki banyak keresahan-keresahan dan mencoba menuangkannya dalam tulisan. Semoga bermanfaat kirim komentar, kritik, dan saran. God Bless You

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Aku Beragama?

29 Maret 2020   03:00 Diperbarui: 29 Maret 2020   04:12 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis berpendapat bahwa setiap pemimpin harus menjadi teladan bagi yang dipimpinnya, dalam hal berbicara dan bertindak, jika hal itu dilakukan maka barangkali tidak ada kegaduhan yang berarti, sebab pemimpin adalah role model yang dipimpinnya.

 Negara Indonesia sangat rentan untuk diadu domba dengan isu-isu agama dan rasial—konsekuensi dari negara majemuk. Perlu adanya sesuatu yang mengikat diatas kepentingan agama dan ras, dan kita sudah memiliki pancasila. Pancasila adalah ikatan fundamental yang berdiri diatas ras dan agama. Pancasila adalah tali pengikat yang kuat bagi kemajemukan dan keanekaragaman. 

Kita bersyukur bahwa kita memiliki pancasila yang ada sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia, pernyataan ini juga pernah disampaikan bung Karno, kita kenal bung Karno adalah tokoh dalam lahirnya pancasila. Namun kendati demikian bung Karnopun tidak menyatakan bahwa ialah menciptakan pancasila.

Melainkan bung Karno menggalinya dalam kehidupan masyarakat Indonesia, dan ketika bung Karno menggalinya, dia menemukan mutiara yang indah yang dikenal dengan pancasila.

Indonesia sebagai negara majemuk yang menggunakan sistem demokrasi berhasil melalui tantangan khususnya dalam isu agama dan ras pada pilkada DKI 2017 serta pilpres 2019 dengan baik. Meskipun begitu setiap hal yang dilakukan pasti mengundang konsekuensi logis di dalamnya. Harus kita akui bahwa dampak dari penggunaan isu agama dalam ranah politik sangat signifikan dalam hal perpecahan. 

Ada harga yang harus dibayar dengan menggunakan agama sebagai alat politik. Namun demikian kedewasaan masyarakat Indonesia telah agak baik dalam bersikap, setelah pilpres selesai tidak ada lagi yang menjadi jurang pemisah untuk saling bersilaturahmi. Mereka tetap berjalan dan beriringan sebagai sesama anak bangsa yang rindu untuk memajukan bangsanya.

Mencampur adukkan agama dalam politik adalah sesuatu yang riskan menyulut api perpecahan. Sebab kepentingan politik tidak mungkin untuk diakomodasi menggunakan nilai-nilai agama. Indonesia melalui pembelajaran dalam fenomena ini dan semakin dewasa sebagai sebuah bangsa yang majemuk. Penulis yakin bahwa ada hari depan yang cerah dari bangsa Indonesia, dan kita sudah menuju ke arah yang benar.

Toleransi sebagai buah dari kedewasaan hidup dalam kemajemukan 

Di akhir tulisan ini penulis ingin berbagi tentang toleransi dalam lingkup terkecil yakni keluarga. Penulis hidup dalam kemajemukan agama hal ini didasarkan pada latar belakang keluarga besar penulis yang lintas agama. 

Hal ini bukan halangan untuk saling mengasihi dan menguatkan, melainkan sebagai hal yang memperindah dalam sebuah hubungan kekeluargaan. Keindahan bukan didasarkan pada kesamaan, justru perbedaan itulah yang melengkapi dan mempercantik keindahan.

Perbedaan latar belakang pada keluarga besar penulis membuat penulis sudah terbiasa berhubungan karib dengan orang lintas agama. Pembelajaran yang sebaik-baiknya dan semulia-mulianya adalah dari keluarga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun