Agama menumbuhkan rasa empati dan simpati. Manusia beragama didorong untuk merasasakan apa yang sesamanya rasakan.Â
Tidak heran kalau banyak bermunculan lembaga kemanusiaan yang berdiri atas pemrakarsa masyarakat beragama yang peduli terhadap korban bencana. Itu artinya agama mendorong agar pengikutnya saling berempati dan ikut merasakan apa yang orang lain rasakan.
Beragama bagi penulis adalah sebuah kebutuhan—kita butuh dicintai—bukan hanya oleh manusia, melainkan oleh pencipta kita. Disisi lain kita membutuhkan pencipta kita ditengah keterbatasan kita, manusia tidak mengetahui sepenuhnya apa yang ada di dalam dirinya, tetapi pencipta mengetahui—sebab Ia yang menciptanya.Â
Analogi sederhananya adalah ketika manusia mencipta sebuah robot, maka disini manusia bertindak sebagai pencipta robot. Robot tersebut tidak tau sepenuhnya tentang dirinya, sekalipun telah ditanam sebuah kecerdasan buatan di dalam diri robot tersebut.Â
Hanya pencipta robot tersebut yang mengetahui secara persis bagaimana sifat dan karakter robot tersebut. Begitupun manusia, ditengah keterbatasan manusia, manusia membutuhkan sang pencipta untuk menunjukkan segala hal yang tidak diketahui—bahkan terkait dirinya sendiri.
Bagi penulis agama bukan hanya sekedar ritual keagamaan, memang benar agama di dalamnya terdapat ritual keagamaan. Namun jika agama hanya dipandang demikian—menurut penulis—maka tidak ada gairah dalam menjalankan keagamaannya, sebab agama hanya dipandang sebagai sebuah aturan normatif.Â
Melainkan bagi penulis agama adalah hubungan dengan pencipta. Perspektif agama sebagai hubungan memperkuat pernyataan yang penulis sampaikan di awal, yakni agama menghidupi cinta kasih. Dalam hubungan dengan pencipta, kita mengenakan cinta kasih sebagai penyatu hubungan tersebut.Â
Nilai esensi dari hubungan adalah cinta kasih, jika hubungan sudah tidak menunjukkan cinta kasih, maka sebenarnya sudah tidak ada hubungan di dalamnya.
Dalam perspektif penulis bahwa agama dipandang sebagai hubungan, maka penulis berkeyakinan bahwa hal pertama yang perlu dilakukan manusia beragama adalah mengasihi Tuhannya.Â
Namun yang sama dengan hal pertama adalah mengasihi sesamanya manusia. Manusia mengasihi Tuhannya berdasarkan keyakinan imannya, namun nilai praktisnya dilakukan kepada sesamanya manusia. Tidak mungkin manusia dapat mengasihi Tuhannya tanpa mengasihi ciptaan-Nya. Kasih kepada Tuhan dan kasih kepada sesama selalu berjalan beriringan dan harmonis.
Memaknai Perbedaan