Ketiga: Dia berani datang ke Indonesia lebih dari dua kali dan biaya pribadi? Okay, dia patut dipertimbangkan. Well, beberapa kawan saya yang menikah dengan Bule mengatakan hal demikian. Kalau mereka serius, benua dan samudera akan siap ditakhlukkannya. Tapi jangan langsung percaya juga. Bule juga bisa bosan.
Keempat: Hati-hati dengan foto sendiri. Di dalam group International Friends atau dalam bentuk Online Dating, foto sendiri bisa menjadi boomerang. Foto yang nampak cantik, anggun, merona, atau menawan tentu akan menjadi serbuan.
Jangan heran jikalau kata "Dear", "Honey', "Sweety", "Hi beautiful", dan pujian basi lainnya akan beruntut masuk satu per satu. Bahkan parahnya dan saking agresifnya, voice dan video call kerapkali mereka lakukan. Waspadalah.
Kelima: Antisipasi Grammar Nazi. Beberapa bule (Tapi persentasenya sedikit), seringkali mengoreksi segala kecacatan bahasa Inggris yang digunakan. Syukur kalau dikoreksi baik-baik.
Kadangkala, mereka cenderung angkuh dengan skills berbahasa Inggris mereka dan cenderung memandang kecil orang-orang yang dimana bahasa Inggris bukan sebagai The First Language. Grammar Nazi yang selalu mengoreksi tiap-tiap kesalahan juga tidak menyenangkan jika dalam tempo yang intens. Rasa minder dan malu pun makin besar jadinya.
Apalagi kalau kita masih beginner dalam berbahasa Inggris. Terkecuali Anda kebal dengan kritikan dalam berbagai bentuk, mungkin aman-aman saja.Â
Keenam: Berkawanlah dengan yang lebih tua. Tua dalam artian sekitar 5-10 tahun dari umur Anda. Mengapa? Sebagian besar Bule yang berumur produktif (Sekitar 20-an ke atas) tujuannya hanya untuk mencari pasangan, sebagian menipu, dan berleha-leha saja. Terkecuali kalau Anda juga dalam fase mencari tulang rusuk.
Tapi kalau tujuannya untuk memperbanyak relasi dan improve your English, usahakan untuk berkawan dengan yang lebih tua. Kalau bisa, carilah yang berprofesi sebagai guru, advisor, dosen, dan sebagainya.
Saya punya teman yang sudah punya istri dan empat orang anak bernama Leon dari Meksiko. Dia baik, senang berbagi cerita tentang keluarganya terutama anak terakhirnya, Teddy with his puppy. Ada pula Carlos dari Venezuela yang saat ini tinggal di Chile.
Dia sering mempublikasikan kegiatannya kepada saya baik saat ia ke kantor, travelling, dan bahkan bercerita tentang kesedihannya dalam menjalani LDR dengan pacarnya yang saat ini ada di Columbia. Ada pula Mr. Hasan yang senang mengajari saya berbahasa Turki. Carlos pun sempat mengajari saya berbahasa Spanyol tahun lalu.
Di sisi lain, ada pula Ahmet dari Ankara yang senang berbagi tentang kebudayaan Turki. Ada pula Lamia Barakat dan Elshaimaa yang easy going untuk berbagi pengalaman saat menjadi awardee of Fulbright Scholarship sebagai Teaching Assistant di universitas ternama USA. Dan lain lain yang tak dapat saya tulis satu per satu.