Sebuah disertasi dari San Anselmo, California, membandingkan proklamasi ini dengan Davidic State, sebuah proklamasi yang dicanangkan Raja Daud di Selatan tanah Yahudi yang dijanjikan itu. Kecuali bahwa kemerdekaan ini adalah sebuah realitas baru, saya kurang sependapat karena secara geografis tanah itu tidak lebih luas dari wilayah Jakarta -- Bogor sekarang.
Tetapi Soekarno memang tidak mengubah sistem pemerintahan yang dikuatkan setelah Politik Etis (1904) mendapatkan kegagalannya. Sebuah sistem administrasi negara baru dicomot begitu saja oleh Hatta. Dan itu terkait dengan kondisi sosial yang membuncah setelah kemerdekaan. Oleh sebab itu, mudah-mudahan dugaan saya salah, selama 76 tahun kemerdekaan selalu menyisakan rasa tidak puas pada sebagian besarnya.
Mulai dari pemberontakan Darul Islam hingga PRRI dan Reformasi 98 yang tidak menghasilkan apapun. Dan sekarang sebagian ingin mengganti Pancasila. Mengganti dengan apa? Belum lagi ribut-ribut soal buzzer Rp, sementara yang lain bercoleteh apa saja di luar kepentingan negara tidak mendapat julukan yang sepadan.
===========
Generasi tua telah berkiprah, sedemikian rupa dalam merumuskan Pancasila. Dan generasi muda terlalu potensial untuk mencapai kemerdekaan dengan radikalisme yang dimainkannya. Tetapi selanjutnya apa?Â
Dalam kondisi seperti sekarang ini saya teringat orde yang menggantikan Soekarno. Dimana-mana dia mengkampanyekan agar kemerdekaan diisi dengan Pembangunan, sebuah kata 'ideal' yang tidak berwujud apapun selain proses fisik yang mestinya melibatkan semua pihak disertai P4 Pancasila, berlangsung terus-menerus. Tetapi di Dusseldorf kata itu menjelma menjadi sebuah autokritik politik yang sulit dicarikan solusinya. Tibalah saatnya untuk mengartikan itu dengan luas dan luwes. Â
Merdeka!!!
Salam dan Hormat. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H