Mohon tunggu...
sampe purba
sampe purba Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Insan NKRI

Insan NKRI

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pinasa Versus Jabi-jabi

1 Februari 2019   19:53 Diperbarui: 1 Februari 2019   20:09 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pinasa vs Jabi - jabi 

Oleh : Sampe L. Purba

Pinasa, atau nangka ( bahasa ilmiahnya Artocarpus heterophyllus) atau jack fruit dalam bahasa Inggeris, adalah salah satu jenis pohon yang memiliki arti khusus dalam budaya Batak. 

Nangka, dapat tumbuh hingga setinggi 20 - 30 meter, berdiameter hingga 1 meter, dengan daun lebar. Menyenangi curah hujan 1500 mm pada cuaca hingga 25C. Mulai berbuah pada usia tanaman 5 tahun, tidak mengenal musim. Usia produktifnya dapat melampaui dua tiga generasi manusia. Buahnya besar-besar dan montok, ranum menggantung berdesakan mulai dari batang tengah hingga ke dahan di pucuk. Enak. 

Satu teka-teki Naposo Batak dahulu melukiskan metafora keindahan dan ranumnya buah pohon ini adalah "gantung mokmok, aha ma i ito". 

Di berbagai daerah, seperti di sekitar pulau Jawa dan daerah Minang, nangka dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan, sayuran, uram rendang hingga gudeg. Nangka mentah, nangka matang semua tersaji enak.

 Tidak demikian dengan di tanah Batak. Makanan Batak tidak terlalu variatif, tetapi lebih kepada fungsional. "Butong mangan, mahap marlompan" (kenyang makan, hingga begah makan daging). Sayuran tidak disebut. Hingga saat ini, di desa sekitar danau Toba, kalau ada kenduri, indikator kepuasan jamuan adalah makanan dan lauk, minus sayuran. Malah nilai plusnya adalah tuak/ nira sebagai dessert.

 Tempat asal/ bona pasogit suatu klan/ sub percabangan marga disebut dengan bona pinasa (tanah asal leluhur). Komponis Bonar Gultom menggubah lagu yang sangat populer dan viral tahun 1960 an berjudul " Arga do bona ni pinasa ". Sering difestivalkan. Antar kecamatan, sekolah atau gereja. Pernah dioperette kolosalkan di ibu kota pertengahan 2012 berjudul "Arga do bona ni ni pinasa di akka na bisuk marroha" - Tanah leluhur bernilai tinggi, bagi mereka yang bijak bestari. Opera kolosalnya di JHCC waktu itu dibintangi oleh Chocky Sitohang dan Zivanna Letisya. Orangnya cantik.

 Desa tradisional Batak, terdiri dari beberapa rumah yang masih satu Ompu. Sekeliling desa, ditimbun/ uruk dengan benteng tanah. Lobang bekas galian sekeliling berfungsi sebagai selokan pembatas ke desa. 

Sekeliling benteng ditanami bambu diselang selingi pohon pinasa. Berfungsi sebagai penahan angin, panah musuh serta binatang buas. Keberadaan selokan akan memperlambat gerak musuh kalau terlanjur dapat menerobos gerbang desa. Konsep desain pertahanan desa ini, saya lihat mirip dengan pedesaan di sekitar Yunnan, pedalaman Selatan China di perbatasan Myanmar dan Himalaya. 

Makna tinggi dan pentingnya tanah luhur, tidak hanya bagi berlaku bagi orang Batak. Orang Tionghoa mengenal tradisi mudik setiap imlek, penduduk Nusantara berlebaran, orang India berendam ke Gangga. Bahkan jauh sebelum tahun Masehi, Kaisar Romawi kunopun memerintahkan penduduk di imperiumnya untuk pencacahan jiwa, kembali ke kampung asal keluhur. 

Dalam satu episode cerita kuno, untuk memenuhi perintah agung Kaisar Agustus Romawi, Joseph yang merantau ke Galilea di Tanah Nazereth, mudik ke Bethlehem Ephrata. Asal leluhurnya Raja David, penguasa zaman Purba ribuan tahun sebelumnya. Sementara musim mudik itu, Yesus atau Isa pun lahir. Desa leluhur asal nenek moyang, oleh penterjemah Alkitab disebut Bona ni Pinasa. Yusuf dan Maria mudik ke bona ni pinasana.

Sebetulnya hal mudik ini, tidak hanya berlaku untuk manusia. Juga binatang. Jutaan Wildeebest (sejenis kerbau kerempeng bertubuh seperti sapi), zebra dan rusa saban tahun mudik melintasi sungai Mara yang penuh buaya di pedalaman Afrika. Tidak semua selamat. Migrasi raksasa ini merupakan ritual alam tahunan yang oleh Pemerintah dan masyarakat dimanfaatkan menjadi event industri pariwisata safari alam. 

Ikan salmon di hutan Arizona, atau burung kiwi di Selatan Australia juga mudik setiap tahun ke desa kelahirannya. Burung Kiwi mudik sekaligus mencari pacar, jodoh atau menemui kembali pasangan, yang masing-masing mengembara sepanjang tahun tetapi solid setia dalam hubungan jarak jauh (long distance relationship). 

Simbolisme Pinasa

Pinasa atau nangka adalah lambang dan sumber kehidupan. Buah pinasa enak dan ranum. Pinasa tumbuh di kebun, dan sering ditanam di parik ni huta. 

Batang pohon nangka yang keras dan anti rayap, sangat cocok dibuat menjadi bahan Solu/ perahu tradisional dari kayu tunggal, soko guru/ plar utama rumah kayu, tongkat berukir dan pegangan pedang. Akar tunggangnya dapat menjadi bagian dari alat musik sarune, taganing dan kecapi.

 Jabi-jabi vs Pinasa 

"Di huta do panuanan pinasa, di balian parbandaan panuansn ni jabi-jabi"

Jabi-jabi (mirip dan sekeluarga dengan hariara/ pohon beringin - ficus benjamina) adalah juga tanaman yang penting dalam siklus kehidupan. Jabi-jabi bercabang banyak, berurat akar dari dahannya, rimbun dan tidak terlalu tinggi. Biasa ditanam di pekuburan yang ditinggikan undukannya/ disebut tabbak, di luar kompleks desa. 

Satu keluarga seketurunan leluhur biasanya memiliki satu kompleks pekuburan/ tabbak. Banyak orang Batak yang masih lahir di desa, sekalipun berjaya di perantauan, kalau meninggal kelak berharap dikubur di kompleks tabbak leluhurnya. Tidak memilih di Sandiego Hills. Ingat lagu Gr. Nahum Situmorang ?. Asia - Yunani, Australia sudah dikitari, namun kerinduannya dimakamkan di Pulau Samosir Tepian Danau Toba. Bona ni pinasana. 

Pohon jabi-jabi menjadi favorit burung burung kecil untuk bersarang dan mencari makan. Ulat ulat maupun buah pohon jabi-jabi yang kecil kecil sebesar biji padi gogo rancah. 

Orang-orang tua dahulu, dengan kearifan lokalnya, sering menggunakan pohon pinasa dan jabi-jabi sebagai perumpamaan dan perlambang. 

Pinasa di tanam di sekeling desa orang yang hidup. Buah pinasa besar besar. Satu buah, tidak mungkin habis dikonsumsi satu orang. Harus berbagi. Kalau disimpan terlalu lama bisa membusuk. 

Jabi-jabi ditanam di desa orang mati, di luar perkampungan (pekuburan/ parbandaan/ tabbak). Menghasilkan buah untuk sumber rezeki bagi burung burung. Tidak perlu harus berbagi. Masing-masing burung mencari makannya. 

Tidak demikian dengan manusia hidup. Perlu bertolong tolongan dan saling berbagi. Itu makanya pohon nangka (pinasa), yang ditanam di kampung orang hidup, tetapi jabi-jabi tempatnya adalah di kampung orang mati. 

Esensinya, orang yang hidup, bertetangga, bersaudara hendaknya saling berbagi. Bertolong tolongan. Hidup ini adalah kesempatan, jangan sia siakan. Berbuat baiklah kepada sesama. Otherwise, tidak ada bedanya kita dengan orang mati.

 Jakarta, menyongsong imlek Pebruari 2019

 Ps. Poda na tur ini, saya dapatkan dari Alm. Oppung Oppu Batara Guru Doli Samosir

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun