Orang-orang tua dahulu, dengan kearifan lokalnya, sering menggunakan pohon pinasa dan jabi-jabi sebagai perumpamaan dan perlambang.Â
Pinasa di tanam di sekeling desa orang yang hidup. Buah pinasa besar besar. Satu buah, tidak mungkin habis dikonsumsi satu orang. Harus berbagi. Kalau disimpan terlalu lama bisa membusuk.Â
Jabi-jabi ditanam di desa orang mati, di luar perkampungan (pekuburan/ parbandaan/ tabbak). Menghasilkan buah untuk sumber rezeki bagi burung burung. Tidak perlu harus berbagi. Masing-masing burung mencari makannya.Â
Tidak demikian dengan manusia hidup. Perlu bertolong tolongan dan saling berbagi. Itu makanya pohon nangka (pinasa), yang ditanam di kampung orang hidup, tetapi jabi-jabi tempatnya adalah di kampung orang mati.Â
Esensinya, orang yang hidup, bertetangga, bersaudara hendaknya saling berbagi. Bertolong tolongan. Hidup ini adalah kesempatan, jangan sia siakan. Berbuat baiklah kepada sesama. Otherwise, tidak ada bedanya kita dengan orang mati.
 Jakarta, menyongsong imlek Pebruari 2019
 Ps. Poda na tur ini, saya dapatkan dari Alm. Oppung Oppu Batara Guru Doli Samosir
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H