Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Freelancer - Serabutan

Ikuti kata hati..itu aja...!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Din Syamsuddin Berkemas, Nyindir atau Pasrah?

19 Oktober 2020   20:09 Diperbarui: 19 Oktober 2020   20:38 1459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PASCA terjadinya aksi penolakan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) di sejumlah daerah yang berlangsung dari tanggal 6 hingga 8 Oktober 2020 membuat konstelasi politik memanas. 

Beberapa tokoh politik dicurigai bahkan dituduh sebagai dalang. Salah satu contohnya Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Kelompok Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).

Kedua pihak ini dicurigai karena memang sebelumnya telah getol menyuarakan penolakan UU Ciptaker yang dinilai bakal merugikan kaum buruh di tanah air. Bahkan, pihak KAMI siap bergabung dengan buruh dan mahasiswa untuk sama-sama menolak produk legeslasi yang disahkan pada Senin, 5 Oktober 2020.

Dalam perjalanannya, SBY mengklarifikasi bahwa tidak pernah melakukan seperti apa yang dituduhkan. Menurutnya tuduhan tersebut adalah fitnah keji dari pihak yang tak menyukainya. Presiden ke-6 ini pun hingga hari ini aman.

Tidak halnya dengan KAMI. Sejumlah petinggi dan anggota kelompok yang dideklarasikan pada 18 Agustus tersebut ada yang terpaksa berurusan dengan pihak kepolisian.

Sejauh ini telah delapan orang yang diamankan aparat kepolisian. Empat orang ditangkap di Jakarta dan empat lainnya di Medan, Sumatera Utara.

Adapun nama-nama petinggi dan anggota KAMI yang tertangkap itu adalah Juliana, Devi, Khairi Amri dan Wahyu Rasari Putri, Anton Permana, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat dan Kingkin. Penangkapan terhadap kedelapan orang tersebut diduga kuat telah menyebarkan rasa kebencian dan isu hoaks terkait UU Ciptaker pada grup WhatsApp.

Peristiwa ditangkapnya petinggi dan anggota KAMI ini memantik sejumlah kritik terhadap pemerintah, khususnya kepolisian Republik Indonesia. Mereka dinilai telah mempersempit kebebasan berpendapat dan ruang kritik publik. Dan, hal tersebut dianggap telah melenceng jauh dari semangat reformasi.

Namun begitu, Kapolri, Jendral Idham Azis, dengan tegas mengatakan, pihaknya tidak akan pandang bulu dan mentolerir terhadap tindakan atau prilaku yang akan mengancam kondusifitas dan keamanan negara

Mungkin karena ketegasan pihak kepolisian ini pula, salah seorang Presidium KAMI, Din Syamsuddin mengaku telah berkemas dan menyiapkan diri bila ada hal-hal yang 'kurang baik' akan menimpa dirinya. Termasuk, jika ada penangkapan terhadap dirinya oleh pihak kepolisian terkait aktivitas kritis terhadap pemerintah.

Dikutip dari Pikiran Rakyat.com, Din mengaku, dirinya telah "selesai" dengan urusan dunia. Dia tidak gentar jika harus ditangkap, karena menganggap perjuangannya juga diniatkan karena Allah SWT .

"Alhamdulilah  saya sudah selesai dengan dunia. Karena perjuangan ini diniatkan lilah, maka saya bertawakkal 'alallah. Saya sudah siapkan koper berisi pakaian, Al Quran dan beberapa buku, jika suatu waktu saya ditangkap bahkan ditahan," kata Din.

Namun demikian, mantan Ketua PP Muhamadiyah dua periode itu mengaku jika dirinya aman.

"Insya Allah aman," ungkapnya.

Nyindir atau Pasrah?

Pernyataan Din Syamsuddin yang telah berkemas jika terjadi sesuatu pada dirinya, cukup menggelitik dan menarik. Dalam hipotesa sederhana penulis pernyataannya ini boleh jadi menyiratkan dua kemungkinan.

Pertama, Din sebenarnya sedang menyindir pemerintah dan pihak kepolisian. Dia ingin mengatakan, dalam beberapa waktu terakhir pemerintah begitu gampangnya menciduk siapapun yang berusaha kritis.

Kebebasan berpendapat masyarakat yang dijanjikan reformasi nyatanya tak berjalan mulus. Saat ini telah cukup banyak aturan hukum yang dengan gampang bisa menjerat siapapun dan terancam pidana. Misal UU ITE, pasal penghinaan terhadap pejabat publik termasuk presiden.

Bahkan, tak jarang kritik-kritik yang dilontarkan masyarakat terhadap pemerintah atau presiden bisa menjadi delik aduan. Apabila yang mendapat kritik tidak terima atau merasa terhina.

Dengan segala tektek bengek aturan pembungkaman tersebut bukan mustahil akan banyak mengurungkan niat publik untuk bersuara. Imbasnya akan sangat mempengaruhi penerapan kebijakan pemerintah.

Kedua, Din memang sebenarnya telah pasrah terhadap apa yang akan menimpa dirinya. Meski begitu, ia tak ingin dan tak bisa dibungkam. Pemrakarsa KAMI ini akan terus melancarkan kritikannya terhadap pemerintah.

Makanya, Din mengaku telah berkemas atau bersiap-siap jika suatu saat dirinya memang harus ditangkap.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun