NAMA Pinangki Sirna Malasari, mendadak jadi sorotan publik, ketika foto dirinya bersama buronan kelas kakap, Djoko Tjandra dan pengacaranya, Anita Kolopaking, beredar di media sosial (medsos). Diduga, foto itu diambil saat ketiganya bertemu di Malaysia.Â
Terang saja, tak lama foto tersebut beredar luas di masyarakat, dan menjadi olok-olok warganet serta sasaran empuk para pewarta untuk mempublikasikannya di media massa, Kejaksaan Agung (Kejagung) langsung menonaktifkan Pinangki dari jabatan struktural jaksa.Â
Soalnya, bukan hanya mencemarkan nama baik institusi, Pinangki juga terbukti telah melakukan beberapa kali perjalanan ke luar negeri tanpa sepengetahuan (Baca : tanpa izin) pimpinan.Â
Berawal dari bukti-bukti tersebut. Pendek kata, Jaksa Pinangki akhirnya harus berurusan dengan kasus hukum pidana. Wanita cantik yang telah berkarier selama 15 tahun di lembaga Adhyaksa tersebut, ditetapkan sebagai tersangka.Â
Pinangki diduga kuat telah menerima hadiah sebesar Rp. 7 milyar dari buronan kelas kakap kasus hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra. Hadiah itu, sebagai upayanya membantu Djoko terbebas dari perkara hukum yang menjeratnya.Â
Karena perbuatannya tersebut, Jaksa Pinangki akan dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf b tentang Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Maka, untuk mendalami dan menjalani proses hukumnya lebih lanjut, kini Jaksa cantik Pinangki harus rela mendekam di penjara Rutan Salemba, Jakarta.Â
Namun demikian, penetapan tersangka dan penangkapan terhadap Jaksa Pinangki ini tidak serta merta membuat sejumlah kalangan puas. Pasalnya, tidak sedikit yang menduga, bahwa kasus Djoko Tjandra tak hanya melibatkan seorang jaksa saja. Akan tetapi, kemungkinan besar melibatkan pula sejumlah pejabat teras di Kejaksaan Agung.Â
Salah seorang yang percaya, bahwa bukan hanya Jaksa Pinangki saja yang terlibat adalah Ketua Komisi Kejaksaan, Barita Simanjuntak. Dia menyebut jaksa Pinangki tidak memiliki kewenangan dalam menentukan dihentikan atau dilanjutkannya suatu perkara. Dalam hal ini, Jaksa Pinangki diduga hanya sebagai penghubung.Â
"Jabatannya dia 'tidak memiliki akses' ke situ. Dia bukan penyidik. Tapi kami menduga dia memiliki pengaruh dalam kemampuannya sebagai penghubung kepada orang-orang tertentu," kata Barita, Kamis (13/8). Dikutip dari BBCNews Indonesia.Â
Masih dikutip BBCNews Indonesia, Pakar hukum Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan, juga meyakini, kemungkinan besar kasus ini melibatkan sejumlah pejabat teras di Kejagung.Â
Dia mendasarkan pada jumlah suap sebesar Rp. 7 milyar yang diberikan Djoko Tjandra terlalu besar, jika tanpa melibatkan pihak lain.Â
"Angka itu tidak masuk logika jika diberikan hanya untuk Pinangki. Tapi saya yakin uang itu diduga sebagai biaya untuk mengurus sesuatu dan diduga untuk kepentingan guna melibatkan orang lain," kata Agustinus.Â
Jika merujuk pada dugaan para pakar hukum tersebut di atas, memang rasanya sangat beralasan juga jika sebenarnya yang terlibat dalam skandal buron Djoko Tjandra ini tidak hanya Jaksa Pinangki.Â
Ya, sebagai Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Kejagung, Jaksa Pinangki sepertinya tidak memiliki kewenangan atau bukan penentu kebijakan, lolos tidaknya Djoko Tjandra dari jeratan hukum.Â
Kecuali, seperti apa yang dikatakan oleh Batita Simanjuntak dan Agustinus, posisi Jaksa Pinangki diduga hanya sebagai penghubung atau memberikan "rayuan maut" (Baca : menghasut dan meminta bantuan) pihak-pihak yang memiliki kekuatan atau kewenangan mampu meloloskan Djoko Tjandra.Â
Pertanyaannya kemudian, jika memang dugaan kedua pakar hukum di atas terbukti benar, lantas siapa-siapa saja pihak yang telah menjadi korban "rayuan maut" Jaksa PinangkiÂ
Untuk mengetahui jawabannya, tentu saja sudah menjadi kewenangan Jaksa Agung untuk mengungkap tabir tersebut hingga tuntas.Â
Jaksa Pinangki bukanlah satu-satunya aparatur negara yang terseret atau menjadi korban skandal kasus buron Djoko Tjandra.Â
Sebelumnya juga ramai menjadi pemberitaan media mainstream tanah air, tiga perwira tinggi Mabes Polri juga ikut terseret dalam pusaran kasus buron Djoko Tjandra.Â
Orang pertama yang terseret adalah Kabiro Kordinasi dan Perjalanan PPNS Bareskrim  Mabes Polri, Brigjen Pol Prasetyo Utomo. Dia diduga telah memberikan surat jalan secara sepihak, sehingga Djoko Tjandra bisa dengan santuy-nya pulang pergi Jakarta - Kalimantan.Â
Atas tindakan melencengnya itu, Prasetyo dicopot dari jabatannya dan dihadapkan pada kasus hukum pidana.Â
Kemudian, dua perwira tinggi polisi lainnya adalah Kepala Divisi Hubungan Internasional Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte dan Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigadir Jenderal Nugroho Slamet Wibowo.Â
Kedua perwira tinggi polisi ini diduga terlibat dalam sengkarut penghapusan red notice atas nama buronan Djoko Tjandra dari data Interpol sejak 2014 lalu.Â
Sebelumnya, ada satu lagi aparatur sipil negara yang terlibat dalam kasus Djoko Tjandra, yaitu Lurah Grogol Selatan, Jakarta Selatan, Asep Subahan.Â
Asep terbukti telah turut membantu Djoko Tjandra untuk memperlancar pembuatan e-KTP.
Hingga saat ini, kasus Djoko Tjandra masih terus dalam proses pemeriksaan aparat. Kita tinggu saja, apa dan siapa lagi yang terlibat dalam pusaran kasus buron Djoko Tjandra.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H