Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Freelancer - Serabutan

Ikuti kata hati..itu aja...!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ambyar Politik Trah Soeharto dan KO-nya Pangeran Cendana

5 Agustus 2020   19:33 Diperbarui: 5 Agustus 2020   19:35 3204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KELUARGA Cendana, begitu istilah untuk keluarga besar Presiden Kedua RI Soeharto. Nama ini tentu tidak asing di kalangan rakyat Indonesia. Nama ini pun familiar di kalangan politikus nasional.

Nama Cendana sesungguhnya merujuk ke Jalan Cendana, Menteng, yang jadi kediaman keluarga ini. Di sini, Presiden Soeharto bersama istrinya, Siti Hartinah atau akrab disapa Ibu Tien ini tinggal bersama keenam orang putra-putrinya. Mereka adalah Siti Hardijanti Rukmana, Hutomo Mandala Putra, Sigit Harjojudanto, Siti Hediati Heriyadi, Bambang Triatmodjo, dan Siti Hutami Endang Adiningsih.

Selama 32 tahun menjabat sebagai pemimpin negeri ini, membuat nama anak Soeharto mudah dikenal. Bukan hanya dikenal, mereka juga disebut-sebut memiliki kerajaan bisnis yang luar biasa banyak dan hampir tersebar di seantero tanah air.

Jamak, pada saat itu, tidak ada satu orang pun yang berani yang mengutak-atik kerajaan bisnis para putra-putri Presiden Soeharto. Siapa berani mengusik, maka harus siap menanggung resikonya.

Meski terkenal murah senyum, banyak pihak yang mengatakan, bahwa Presiden Soeharto tak segan menurunkan "tangan besi", jika ada pihak-pihak yang berani mengusik keluarganya, apalagi kekuasaannya. Tak heran, pada akhirnya kerajaan bisnis Keluarga Cendana makin beranak pinak.

Namun, hukum alam masih berlaku di dunia ini. Presiden Soeharto yang berambisi menjadi presiden seumur hidup, akhirnya tidak mampu melawan kodrat alam dan kekuatan massa. Melalui aksi demo besar-besaran, sang penguasa Orba itu akhirnya harus lengser dari jabatannya, tepat pada tanggal 21 Mei 1998.

Mungkin, setelah lengsernya Presiden Soeharto, segala akses dan kemudahan yang biasa didapat oleh para putrinya tidak lagi didapat. Namun, tetap saja harta kekayaan mereka masih "menggunung". Ibarat kata tidak akan habis tujuh turunan.

Karena kekayaan dan rindu kembali kekuasaan, para putra dan putri mantan Presiden Soeharto sempat beberapa kali terjun pada dunia politik, dengan langsung mendirikan partai politik sendiri. Hanya saja, partai yang dibentuknya ini tidak pernah bisa berkembang. Bahkan, sebaliknya, menghilang disingkirkan oleh regulasi yang berlaku.

Diantara anak-anak Presiden Soeharto yang pernah terjun langsung ke dunia politik tersebut adalah, Siti Hardijanti Rukmana atau Mbak Tutut, Siti Hediati Hariyadi dan Hutomo Mandala Putra atau Tomy Soeharto.

Mbak Tutut

Sewaktu ayahnya berkuasa, Mbak Tutut pernah dimasukan dalam Kabinet Pembangunan VII, sebagai Menteri Sosial. Sayang, jabatannya ini hanya bertahan dua bulan, karena Presiden Soeharto keburu dilengserkan dari jabatannya, 21 Mei 1998.

Runtuhnya rezim Orba, tak membuat ambisi politik Mbak Tutut kendur. Wanita kelahiran 23 Januari 1949 ini mendirikan Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB), pada tahun 2002 lalu. Sayang, partai yang dibentuknya ini gagal masuk ke parlemen Senayan, Jakarta.

Patah arang? Tidak. Mbak Tutut sempat kembali pada partai yang pernah membesarkan nama ayahnya, Partai Golkar. Hanya saja, kariernya seolah telah tamat. Dia tidak pernah sekalipun menduduki jabatan publik.

Siti Hediati

Bagi yang belum kenal, Siti Hediati adalah mantan istrinya Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto.

Selepas kekuasaan ayahnya runtuh, dia tidak seperti kakaknya mendirikan partai baru, melainkan tetap bergabung dengan Partai Golkar. Bahkan, pada Pilpres 2014, dia pernah didaulat sebagai salah seorang juru kampanyenya pasangan Prabowo - Hatta Rajasa.

Namun, pada Pemilu 2019 lalu, wanita yang juga akrab disapa Titiek Soeharto ini bergabung dengan Partai Berkarya, dan menduduki jabatan Ketua Dewan Pertimbangan. Lagi-lagi, Titiek pun harus menerima kenyataan, Partai Berkarya ambyar gagal lolos ke Parlemen.

Hutomo Mandala Putra

Pria yang terkenal dengan pangilan Tomy Soeharto ini trah bungsu dari Keluarga Cendana. Disebut-sebut, dia adalah putra kesayangan Presiden Soeharto, dan dijuluki sebagai "Pangeran Cendana".

Dibanding dengan saudara-saudaranya yang lain, Tomy Soeharto tampaknya memiliki syahwat politik paling tinggi. Dia sempat mencalonkan diri sebagai Ketua Umum Partai Golkar pada tahun 2009 lalu, tapi gagal. Dia kalah kuat oleh salah satu konglomerat tanah air, Aburizal Bakrie.

Gagal dari pencalonan, Tomy pun keluar dan mendirikan Partai Nasional Republik (Nasrep) pada tahun 2012. Sayang, partai ini tidak lolos verifikasi pemilu 2014, lalu tidak lagi terdengar lagi gaungnya.

Tak patah arang, pria yang pernah dipenjara atas tuduhan kasus pembunuhan Hakim Agung, Syafiuddin Kartasasmita tersebut kemudian mendirikan Partai Berkarya pada tahun 2016. Dan, Tomy didaulat sebagai ketua umumnya.

Banyak yang menduga, Partai Berkarya ini akan mampu berbicara banyak pada pemilu tahun 2019, mengingat sempat ramai akan kerinduan masyarakat terhadap kepemimpinan Soeharto, yang merasa kondisi ekonominya jauh lebih bagus dibanding dengan pemerintahan sesudahnya.

Namun, sama halnya dengan PKPB-nya Mbak Tutut yang ambyar, Partai Berkarya pun gagal masuk ke Gedung Parlemen, Senayan. Sebab, perolehan suara sah nasionalnya di bawah ambang batas parlemen (Presidential threshold) 4 persen.

Di-KO Muchdi PR 

Bagai jatuh tertimpa tangga, itulah yang dirasakan Tomy Soeharto. Pasca gagal masuk ke parlemen, Partai Berkarya pecah menjadi dua kubu. Yaitu, kubu Tomy dan kubu Muchdy PR.

Disebut-sebut, pecahnya partai ini, karena kepemimpinan Tomy Soeharto yang terlalu otoriter. Sikapnya itu menjadi salah satu alasan gagalnya Partai Berkarya lolos ke parlemen.

Pendek kata, dengan dalih demi menyelamatkan partai, kubu Muchdi PR menggelar Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub), pada 11 Juli lalu. Musyawarah ini menghasilkan, Muchdi PR selaku Ketua Umum partai dan Baharuddin Andi Picunang sebagai Sekretaris Jendral (Sekjen).

Kendati begitu, hasil Munaslub tersebut sempat ditolak mentah-mentah oleh kubu Tomy Soeharto, karena tidak sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Berkarya.

Tentu saja, apa yang diutarakan Tomy belum bisa membuktikan keabsahannya. Pun, dengan apa yang diklaim oleh kubu Muchdi PR. Kubu mana sebenarnya yang sah harus ditentukan oleh keputusan Menkumham.

Namun, sekarang silang pendapat atau siapa yang berhak mengklaim Partai Berkarya milik siapa terjawab sudah. Yang diakui pemerintah adalah Partai Berkarya kubu Muchdi PR, setelah mereka menerima Surat Keputusan tentang Pengesahan Perubahan Susunan Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Berkarya periode 2020-2025, dari Kementerian Hukum dan HAM.

Dikutip dari Kompas.com, Sekretaris Jenderal Partai Berkarya, Badaruddin Andi Picunang mengatakan, SK tersebut diterbitkan Kemenkumham pada 30 Juli 2020 dengan Nomor M.HH-17.AH.11.01 TAHUN 2020.

Dengan begitu, saat ini, posisi Ketua Umum Partai Berkarya dipegang Muchdi PR, yang sebelumnya posisi tersebut dipegang Tommy Soeharto. Kemudian, posisi Sekretaris Jenderal Partai Berkarya Badaruddin Andi Picunang menggantikan Priyo Budi Santoso.

"Tidak ada dualisme dalam kepemimpinan Partai Berkarya, kepengurusan baru hasil Munaslub merangkul semua pihak yang sejalan untuk memperbaiki dan membesarkan partai," kata Badaruddin dalam keterangan tertulis, Rabu (5/8/2020).

"Hanya satu kepemimpinan di bawah komando Muchdi Purwopranjono sebagai Ketua Umum dan Badaruddin Andi Picunang sebagai Sekretaris Jenderal," ujar dia.

Masih dikutip dari Kompas.com, Selain SK pengesahan kepengurusan DPP, Badaruddin mengatakan, pihaknya juga menerima SK tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Berkarya. Kemenkumham, kata Badaruddin, telah mencabut SK Nomor M.HH-07.AH.11.01 Tahun 2018 tentang AD/ART.

"Sehingga perubahan mendasarnya adalah perubahan logo partai (terlampir lampiran SK Menteri tentang perubahan AD/ART (logo/lambang) dan warna dasar bendera dari kuning menjadi putih)," ujarnya.

Dengan begitu, jelas sudah bahwa Partai Berkarya telah sah dipegang oleh kubu Muchdi PR. Ini artinya, lagi-lagi Tomy Soeharto harus menelan pil pahit. Pangeran Cendana tersebut di-KO oleh Muchdi PR.

Apakah kedepannya, Tomy Soeharto masih memiliki syahwat politik kuat, untuk mendirikan partai baru atau bergabung dengan partai yang sudah ada? Menarik kita tunggu.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun