Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Freelancer - Serabutan

Ikuti kata hati..itu aja...!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Nyanyian Purnomo, Saat Jokowi "Paksakan" Karpet Merah buat Putra Mahkota

19 Juli 2020   13:51 Diperbarui: 19 Juli 2020   13:46 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

  • "Iya, gimana lagi. Saya ndak apa-apa. Wong dari dulu saya sudah menduga ke arah itu (Gibran). Sikonnya begitu kok," tutur Purnomo.

"Iya yang pertama tentunya karena Gibran putranya presiden. Kedua, barangkali masih muda. Saya kan sudah tua, mungkin begitu. Iya, tidak tahu pertimbangan DPP apa, yang tahu DPP, kenapa yang diberi rekomendasi Mas Gibran," sambung dia.

KEDUA narasi atau tepatnya sebuah keterangan di atas adalah pengakuan dari Ahmad Purnomo, yang saya kutip dari Kompas.com.

Iya, sebagaimana diketahui, Ahmad Purnomo adalah rival utama putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam perebutan tiket (Baca : rekomendasi DPP PDI Perjuangan) menuju pemilihan Wali Kota (Pilwakot) Solo 2020.

Ramai diwartakan oleh beberapa media mainstream, baik cetak, online maupun televisi nasional, sebelum diumumkan soal siapa yang berhak mendapat tiket Pilwakot Solo, Ahmad Purnomo diundang Jokowi ke Istana Presiden, Kamis (16/7/2020).

Pada pertemuan itu, Wakil Wali Kota Solo tersebut diberi tahu Presiden Jokowi, bahwa dia ternyata gagal maju pencalonan, karena rekomendasi jatuh ke tangan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung sang presiden.

Seperti pengakuannya yang tertulis di atas, Purnomo tak merasa kaget. Hal itu menurutnya sudah bisa diperkirakan sebelumnya. Dia merasa sudah tua, sedangkan Gibran masih sangat muda dan juga merupakan anak presiden.

Saya tidak begitu peduli dengan masalah perbedaan usia yang disampaikan Purnomo. Sebab, tak sedikit dari sekian banyak calon pemimpin daerah dalam Pilkada serentak 2020 itu, usianya sudah tidak muda lagi.

Namun, yang menarik perhatian adalah penekanan kalimat Purnomo soal "anak presiden". Sepertinya kata itulah yang menjadi kunci sukses Gibran, mendapatkan rekomendasi DPP PDI Perjuangan.

Keterangan Purnomo ini juga semakin menguatkan dugaan, statusnya sebagai putra presiden merupakan "fasilitas mewah" Gibran mendapatkan tiket pencalonan.

Malah, sangat mungkin, "fasilitas mewah" yang dimiliki Gibran bisa kembali digunakan pada saat kontestasi Pilwakot Solo berlangsung.

Sekarang saja nada-nadanya sudah mulai tampak. Beberapa partai politik, seperti Golkar, Gerindra, PPP dan PAN mulai merapat dan menyatakan dukungannya pada Gibran yang berpasangan dengan Teguh Prakosa.

Hal itu bisa diindikasikan, bahwa mereka telah mencoba realistis. Memaksakan untuk menandingi pasangan Gibran - Teguh pun adalah sebuah kemustahilan. Peluang menangnya sangat tipis.

Kenapa? Karena fasilitas mewah yang dimiliki Gibran memang akan sangat sulit tertandingi.

Pertama, dia diusung oleh PDI Perjuangan, partai yang sangat dominan di Kota Solo atau Surakarta. Seperti diketahui, Kota Solo adalah salah satu basis partai berlambang banteng gemuk moncong putih putih di Jawa Tengah.

Kedua, status Gibran sebagai putra presiden. Ditambah lagi, sebelum Presiden RI, Jokowi pernah dianggap telah menorehkan tinta emas sewaktu menjabat Wali Kota Solo.

Kedua faktor tersebut di atas, diyakini akan sangat memudahkan Gibran guna meraih simpati publik di sana.

Kembali pada keterangan Ahmad Purnomo pada awak media, selepas pertemuannya dengan Presiden Jokowi. Selain menyatakan soal perbedaan usia dan status Gibran, dia juga sempat memohon bantuan untuk kekurangan biaya pembangunan mesjid di Kompleks Sriwedari, yang nilainya mencapai Rp. 100 milyar. Katanya, permohonan itu disanggupi oleh Presiden Jokowi.

Kendati demikian, dia membantah, jika biaya pembangunan mesjid dimaksud merupakan konfensasi atas kegagalannya maju Pilwakot Solo.

Bahkan, belakangan Purnomo pun meralat bahwa Presiden Jokowi sempat menawarkan kemungkinan adanya peluang untuk dia berkarier di Jakarta. Menurutnya, isu itu hanya bisa-bisanya para awak media saja.

Intervensi Politik

Benar tidaknya apa yang diucapkan Ahmad Purnomo, hanya mereka berdua yang tahu persisi. Tapi, pemanggilannya ke Istana Presiden adalah fakta.

Tak ada yang salah tentang pemanggilan tersebut, sepanjang hal itu berkaitan dengan urusan pemerintahan. Tapi, saat pemanggilan tersebut hanya untuk memberitahukan soal rekomendasi DPP PDI Perjuangan, kenapa harus Presiden Jokowi yang harus menyampaikan. Bukankan hal itu adalah domain dari partai pengusung.

Tak berlebihan kiranya ada suara-suara sumir, bahwa Presiden Jokowi dinilai telah melakukan kesalahan besar. Mantan Gubernur Jakarta itu telah memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan politik praktis putra sulungnya.

Presiden Jokowi telah offside dan out of the line dengan memanfaatkan fasilitas negara (Istana Presiden) untuk negosiasi politik praktis, apalagi demi memuluskan jalan politik putra sulungnya sendiri.

Dalam pandangan saya, pemanggilan Purnomo ke Istana Presiden adalah wujud "pemaksaan" atau intervensi politik Jokowi terhadap Purnomo, agar karpet merah menuju pencalonan Pilwakot diberikan pada putra sulungnya dimaksud.

Hal tersebut merupakan preseden buruk bagi Jokowi. Sebab, mantan Wali Kota Solo ini telah melakukan abuse of power dan upaya nepotisme.

Dengan begitu, semakin memperkuat anggapan atau dugaan sejumlah kalangan, dengan majunya Gibran pada Pilwakot Solo, adalah upaya Jokowi untuk melanggengkan dinasti politiknya di Kota Solo.

Perjalanan Gibran Menuju Cawalkot Solo

Satu atau dua tahun lalu, mungkin tak ada seorang pun yang menyangka, bahwa salah satu putra Presiden Jokowi akan terjun pada dunia politik praktis.

Bahkan, pada suatu kesempatan, Presiden Jokowi dan isterinya sempat mengatakan, bahwa kedua putranya, Gibran dan Kaesang sepertinya tak berminat untuk mengikuti jejak ayahnya, terjun dalam dunia politik praktis. Pasalnya, kedua putranya ini hanya ingin fokus pada bisnis yang sedang ditekuni.

Seperti diketahui, kedua putra Presiden Jokowi, khususnya Gibran memang telah cukup lama bergerak dalam bisnis kuliner. Salah satu bisnisnya yang terkenal adalah "Markobar". Bisnis ini merupakan bisnis jualan martabak.

Namun, putaran waktu telah mengubah segalanya. Tiba-tiba saja, Gibran mendaftar ke DPC PDI Perjuangan Surakarta, sebagai kader "banteng" pada bulan September 2019.

Tak lama berselang, Gibran pun memutuskan akan turut ambil bagian pada Pilkada serentak 2020, dengan maju sebagai Cawalkot Solo. 

Keputusannya ini sempat membuat konstelasi politik internal PDI Perjuangan Surakarta memanas. Sebab, Gibran ditolak mendaptar. Dalihnya, DPC PDI Perjuangan Surakarta telah bulat mendukung Ahmad Purnomo - Teguh Prakosa untuk maju pada Pilwakot Solo.

Gibran tak patah arang. Setelah sempat menemui Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri di kediamannya, Jalan Teuku Umar 27-A, Jakarta Pusat, dia pun akhirnya mendaptar di DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Tengah.

Meski, belum jelas siapa yang akan diberikan rekomendasi, Gibran sudah memulai petualangannya dalam dunia politik. Dia, mengikuti jejak ayahnya dengan melakukan blusukan, untuk melakukan konsolidasi sekaligus menyampaikan niatnya maju Pilwakot Solo.

Pendek kata, Jumat (17/07/2020), teka-teki siapa yang mendapatkan tiket maju Pilwakot Solo terjawab. Gibran - Teguh Prakosa berhak maju dan Ahmad Purnomo terlempar dari persaingan.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun