Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Freelancer - Serabutan

Ikuti kata hati..itu aja...!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Lupakan Dulu Jadi Menteri, Baiknya AHY Urus Internal Partai dan Nasir Adik Nazarudin

4 Juli 2020   14:19 Diperbarui: 4 Juli 2020   14:22 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

MENARIK, itu yang saya rasakan saat membaca tulisan sahabat K'ners, Om Gege yang berjudul, " Menanti AHY Memecat Nasir Adik Nazarudin".

Sebelum masuk ke tema judul artikelnya, Om Gege mengupas sedikit tentang kondisi Partai Demokrat terkini.

Memang benar, saat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mewarisi tampuk kepemimpinan Partai Demokrat dari ayahnya, Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), benar-benar dihadapkan pada pekerjaan rumah seabreg.

Betapa tidak, Partai Demokrat yang sempat meraih puncak keemasannya pada Pemilu tahun 2009 lalu dengan mampu menjadi kampiun, perlahan namun pasti mulai digerogoti dan terancam roboh.

Tiba saatnya jatuh ke tangan AHY, partai yang berlambang Mercy ini tak lebih dari sekadar partai yang benar-benar membutuhkan sentuhan ekstra dari "si pemilik baru" dalam hal ini AHY selaku Ketua Umumnya.

Ibarat sebuah rumah, SBY mewariskan Partai Demokrat pada putra sulungnya tersebut bukanlah rumah yang langsung siap ditempati dengan tenang sambil menikmati fasilitas yang ada di dalamnya. 

Melainkan, rumah yang atapnya penuh bocor, tiang-tiangnya keropos habis dimakan rayap serta laintainya yang sangat kotor penuh debu.

Betapa tidak, jauh sebelum AHY terlibat jauh dalam konstalasi politik nasional atau boleh jadi dia tengah fokus menunaikan tugasnya sebagai tentara, Partai Demokrat sudah kerap dirundung masalah.

Masalah ini bukan sembarangan. Tapi, masalah akut yang biasa hinggap pada penguasa, yaitu kasus korupsi. Ya, kasus yang diklaim sebagai extraordinary crime ini kerap terjadi pada Demokrat, justeru di saat pendiri partai, SBY kala itu menjabat sebagai presiden.

Sebut saja nama-nama kader Partai Demokrat yang pernah terjebak dalam pusaran korupsi tersebut diantaranya adalah Andi M. Mallarangeng, Anas Urbaningrum (kasus korupsi Hambalang), Jero Wacik (kasus operasional menteri), Sutan Bhatoegana (korupsi ESDM), Angelina Sondakh (Korupsi Wisma Atlet).

Dari sekian deretan kader Partai Demokrat yang terjebak kasus korupsi, tentu saja yang paling menghebohkan dan rasanya akan paling diingat publik, yaitu kasus yang menjerat Muhamad Nazarudin. 

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat ini terlibat kasus korupsi Mega Proyek Wisma Atlet dan kasus pencucian uang.

Ya, bagi Partai Demokrat, Nazarudin seolah menjadi tokoh utama diantara kasus korupsi yang terjadi di tubuh partai berlambang Mercy tersebut. Namanya begitu melangit, popularitasnya mampu mengalahkan tokoh-tokoh politik nasional kala itu.

Nah, kasus demi kasus inilah, partai yang lahir pada 9 September 2001 itu lambat laun tenggelam. Dari yang asalnya jadi pemuncak, kini tak ubahnya sebuah partau kelas medioker belaka.

Nilai tawar yang sudah begitu tinggi, kini sekadar untuk dilirik saja mereka harus benar-benar bekerja ekstra keras. Hal ini disebabkan citra partai yang sudah teranjur hancur oleh beberapa skandal korupsi oleh nama-nama yang disebutkan tadi.

Sayang, belum juga AHY sempat membetulkan atap rumah yang bocor, atau mengganti tiang-tiangnya yang keropos, dia justru harus dipusingkan dengan prilaku salah seorang kadernya, Muhamad Nasir. Prilaku Nasir ini justru lebih mengotori lantai rumah yang sebelumnya sudah penuh debu.

Aksi Nasir yang marah atau cenderung ngamuk dibarengi kata-kata tak pantas terhadap Dirut PT Inalum (MIND ID) Orias Petrus Moedak, jauh melebihi kejengkelan Jokowi saat sidang kabinet paripurna.

Jelas bukan itu poinnya. Aksi marah Nasir ini bukan tidak mungkin sangat berpotensi membawa Partai Demokrat lebih terpuruk lagi.

Lalu, siapa Nasir?

Boleh jadi publik tidak cukup pamiliar dengan nama yang satu ini. Tapi, bila dijelaskan bahwa dia adalah adik kandung Nazarudin, setidaknya publik akan mengatakan, " Oohh, dia".

Mampukah AHY Benahi Internal Partai?

Nasi sudah menjadi bubur dan AHY harus bertanggungjawab penuh atas warisan yang diberikan terhadapnya.

Jika ingin warisan ini bisa kembali berdiri tegak dan ditempati, bahkan layak kembali untuk dijual, sudah barang tentu AHY harus mulai dengan langkah-langkah perbaikan besar-besaran di tubuh internal.

Sebut saja mengganti pengurus-pengurus partai yang sekiranya hanya bisa lebih memperkeruh suasana dan membawa Partai Demokrat ke jurang lebih dalam. Dan yang paling penting, sejauh mana sikap AHY terhadap Nasir.

Sebab, seperti telah disinggung di atas, sikap premanisme Nasir saat marah dan mengusir Dirut Inalum pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VII DPR RI dan holding BUMN tambang, Selasa (30/6), bukan tidak mungkin akan lebih mencoreng nama Partai Demokrat di mata publik.

Artinya, jika AHY tidak segera menentukan sikap yang jelas terhadap Muhamad Nasir, langkahnya untuk mendongkrak kembali citra partai bakal jauh lebih sulit.

Namun, saya rasa sebagai mantan militer, semestinya AHY mampu menunaikan tugasnya membenahi Partai Demokrat lebih baik termasuk memberikan sanksi tegas terhadap Muhamad Nasir.

Hanya saja hal ini perlu waktu yang tidak sebentar. AHY harus benar-benar fokus dulu mengurusi internal partai hingga ke akar-akarnya, sehingga citra buruk yang melekat pada partai ini perlahan bisa tergerus.

Untuk bisa fokus, saya kira AHY jangan dulu cepat-cepat bermimpi menjadi ini dan itu di jabatan pemerintahan. Baik itu menjadi menteri (jika ditawari Presiden Jokowi) apalagi menjadi presiden pada 2024 mendatang.

Saya kira, lebih baik AHY pergunakan segenap tenaga dan pikirannya demi kemajuan partai terlebih dahulu. Toh, dia masih muda. Masih banyak kesempatan yang akan menunggu di depan kelak.

Jika AHY bisa membuktikan dan membawa Partai Demokrat kembali pada puncak keemasan seperti beberapa tahun silam. Jangankan hanya jabatan menteri, jadi presiden pun rasanya bukan mustahil dia peroleh.

Syaratnya, bekerja keras, benahi partai dan sabar menunggu kesempatan.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun