Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat ini terlibat kasus korupsi Mega Proyek Wisma Atlet dan kasus pencucian uang.
Ya, bagi Partai Demokrat, Nazarudin seolah menjadi tokoh utama diantara kasus korupsi yang terjadi di tubuh partai berlambang Mercy tersebut. Namanya begitu melangit, popularitasnya mampu mengalahkan tokoh-tokoh politik nasional kala itu.
Nah, kasus demi kasus inilah, partai yang lahir pada 9 September 2001 itu lambat laun tenggelam. Dari yang asalnya jadi pemuncak, kini tak ubahnya sebuah partau kelas medioker belaka.
Nilai tawar yang sudah begitu tinggi, kini sekadar untuk dilirik saja mereka harus benar-benar bekerja ekstra keras. Hal ini disebabkan citra partai yang sudah teranjur hancur oleh beberapa skandal korupsi oleh nama-nama yang disebutkan tadi.
Sayang, belum juga AHY sempat membetulkan atap rumah yang bocor, atau mengganti tiang-tiangnya yang keropos, dia justru harus dipusingkan dengan prilaku salah seorang kadernya, Muhamad Nasir. Prilaku Nasir ini justru lebih mengotori lantai rumah yang sebelumnya sudah penuh debu.
Aksi Nasir yang marah atau cenderung ngamuk dibarengi kata-kata tak pantas terhadap Dirut PT Inalum (MIND ID) Orias Petrus Moedak, jauh melebihi kejengkelan Jokowi saat sidang kabinet paripurna.
Jelas bukan itu poinnya. Aksi marah Nasir ini bukan tidak mungkin sangat berpotensi membawa Partai Demokrat lebih terpuruk lagi.
Lalu, siapa Nasir?
Boleh jadi publik tidak cukup pamiliar dengan nama yang satu ini. Tapi, bila dijelaskan bahwa dia adalah adik kandung Nazarudin, setidaknya publik akan mengatakan, " Oohh, dia".
Mampukah AHY Benahi Internal Partai?
Nasi sudah menjadi bubur dan AHY harus bertanggungjawab penuh atas warisan yang diberikan terhadapnya.