Di daftar itu tertulis bahwa Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok menduduki jabatan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMB). Sementara Erick Tohir sendiri menjadi Menteri Perdagangan.
Setelah coba memeras otak (ciee kaya yang betul), saya coba untuk sedikit berhipotesis. Setidaknya ada dua alasan, kenapa Erick Tohir terpaksa diganti.Â
Sengaja saya pakai kata "terpaksa" karena saya masih percaya kalau sebenarnya Presiden Jokowi masih membutuhkan tenaga dan pikiran Erick Tohir di Kementrian BUMN.
Pertama, belakangan Erick Tohir kerap bersinggungan dengan politisi PDI Perjuangan sekaligus Anggota Komisi I DPR RI, Adian Napitupulu.
Seperti diketahui dan kerap menjadi pemberitaan di media massa, mantan aktivis'98 ini belakangan getol menyerang Erick Tohir. Ada dua serangan Adian terhadap bos Mahaka ini dalam waktu yang berdekatan.
1. Adian pernah mempertanyakan masalah pernyataan Erick, tentang mafia alat kesehatan guna penanganan Pandemi Covid-19. Pertanyaan Adian ini disampaikan lewat sebuah surat terbuka yang bertajuk, Jujur Saja Siapa Mafianya Pak Menteri?
Dalam surat terbuka dimaksud, Adian sepertinya ingin menegaskan bahwa sebenarnya yang mendominasi impor alat kesehatan (Alkes) itu justru BUMN sendiri.
2. Surat terbuka Adian kali ini bertajuk BUMN dan UMKM Dalam Cerita dan Angka, Siapa Pahlawan Sesungguhnya?
Anggota Komisi I DPR RI ini menyoroti cara Erick dalam mengelola BUMN, terutama dalam penempatan jajaran pejabat di berbagai perusahaan pelat merah tersebut.
Tak hanya itu, Adian juga menyentil terkait besarnya hutang BUMN sekitar Rp. 5600 triliun. Jumlah ini jauh lebih besar daripada utang luar negeri Malayasia yang hanya Rp. 3.500 triliun
Nah, dalam pandangan sederhana saya, jika Erick Tohir masih tetap pada jabatan yang sama, bukan tidak mungkin serangan Adian terhadapnya makin menjadi. Dan ini tidak akan sehat bagi pemerintahan Jokowi.