Nampaknya pemerintah dalam hal pengambilan keputusan untuk menentukan UMP ternyata masih menjadi bulan-bulanan baik dari buruh maupun pengusaha. DKI misalnya, buruh merasa pemerintah masih berpihak kepada pengusaha, eh ternyata para pengusaha bersama bapak Presiden RI malah meyindir bapak Jokowi karena membela buruh. Ini betul-betul hal yang sangat memalukan Pemerintah sendiri. Hal ini diduga disebabkan karena penggunaan indikator makro yang menyesatkan sebagai dasar penentuan UMP tanpa dilihat secara terinci dan faktual. Kashian Pemerintah makan buah simalakamanya sendiri, tidak makan dicerca buruh, dimakan eh masih juga dicerca buruh bersama pengusaha.
Kementrian Tenaga Kerja dan Dinas Tenaga kerja mestinya lebih pro aktif menncari indikator lain yang lebih relevan untuk digunakan melengkapi ataupun menggagntikan indikator makro ekonomi yang selama ini dipakai sebagai dasar penentuan UMP. Dengan demikian angka UMP bisa ditetapkan dalam beberapa kataggori yang lebih realistis, tidak seperti sekarang ini dimana UMP itu hanyalah satu angka yang dipaksakan berlaku bagi seluruh perusahaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H