Mohon tunggu...
samidi khalim
samidi khalim Mohon Tunggu... -

Profesi : Peneliti bidang Khazanah Keagamaan Balai Litbang Agama Semarang. Spesialis : Islam dan Budaya Jawa, Filologi Penddk : S1, S2, dan S3 diselesaikan di UIN WALISONGO SEMARANG Home : Semarang Hoby : Reading $ Writing

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tasawuf Sebagai Terapi

14 Juli 2010   02:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:53 5460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika mereka datang kepada kita dan mereka telah diberi ktia menyebutnya kebiasaan Freud, Jung, dan Schopenhaur oleh karena itu, mereka klien telah mengembangkan apa yang kita sebut pertahanan diri.

Menanggulangi ini bisa jadi sulit, dan beberapa kasus sangat sulit, akan tetapi trik atau tekniknya adalah memperkenalkan diri kita tidak sebagai "terapis" melainkan sebagai orang biasa ...... Akan tetapi kasus yang paling berat yang kita hadapi khususnya menangani gangguan psikologis adalah orang-orang yang telah mengembangkan resistensi terhadap terapi. (Omar Alishah 2002 : 196).

Pertama untuk mengantisipasi terjadinya resistensi secara berlarut-larut, pola wawancara diganti. Dalam hal ini kasus tersebut Agha lebih menyukai untuk secara "transparan" terapis harus memposisikan dirinya bukan lagi sebagai terapis, namun orang biasa. Setelah terapis dapat memasukkan jenis energi positif kepada klien untuk dapat terbuka dan cepat sembuh.

Kita harus dapat mengatakan kepada mereka dengan jelas sejak awal, Anda datang kepada saya untuk meminta bantuan. Saya dapat membantu anda, tetapi saya harus menyatukan energi anda dengan saya untuk mencapai ini, sehingga akhirnya anda dapat pergi melepaskan diri dari saya dan menjadi pulih, riil, sehat dan balans tanpa berhubungan dengan saya terus menerus" kita membantu mereka untuk menciptakan satu kepribadian yang tak tergantung kepada kita. (Omar Alishah 2004, 168)

Dimungkinkan sekali dalam buku ini, Agha tidak menspekan pada persoalan gejala-gejala gangguan kejiwaan semata, melainkan juga membahas tentang proses terapi bagi penderita fisik penilaian penting terungkap disini bahwa tradisi menunjukkan suatu hal yang benar-benar istimewa terhadap eksistensi terapi-terapi di luar tradisi. Sekalipun Anatolio Friedbeg memberikan pengantar pada buku ini bahwa konsep-konsep terapi tasawuf hanyalah membantu teknik dan pengetahuan terapi yang sudah ada tanpa berusaha menggantikan sama sekali teknologi medis modern, Agha juga memberi semacam ketegasan mengenai keterlibatan terapi-terapi yang akan dilakukan.

Setiap bagian terapi, warna musik, bedah osteopatik, atau apapun mempunyai fungsi sendiri-sendiri. Ini buka kompetisi atau seharusnya pun tidak. Jika seseorang menjalani pembedahan dan ditempatkan dalam lingkungan yang positif sesudahnya untuk pemulihan kesehatan, ini mungkin mempunyai peran yang sedikit lebih penting untuk dimainkan. Akan tetapi ini jangan atau seharusnya jangan menjadi sumber friksi atau perdebatan diantara tim. Prioritas untuk menggunakan suatu teknik pada seseorang pasien tergantung pada keadaan fisik dan mental pasien itu (Omar Alishah 2002 : 56).

Penegasan Agha Omar Alishah tersebut sedikit memberikan bahwa tidak ada suatu terapi tunggal yang mampu mengobati pasien hingga sembuh. Dalam konteks kejiwaan, sekalipun klien telah melewati proses-proses terapi namun perbaikan yang diperoleh hanyalah bersifat sementara.

Ada banyak teknik tapi tak satupun dari teknik ini berhasil secara sempurna. Teknik-teknik itu dapat membawa perbaikan sementara, tapi setelah itu pasien membutuhkan orientasi lain, teknik tunggal untuk menangani pasien yang mengalami gangguan psikologi yang dapat digunakan untuk setiap bentuk kejiwaan jelas tidak ada, sebab teknik tergantung pada jenis penyakit yang bersangkutan. (Omar Alishah 2002 : 20)

Penegasan tersebut adalah untuk menjawab kegelisahan seorang terapis peserta konggres yang merasa bahwa setiap kali terapis tersebut bekerja pada awalnya klien selalu dapat terbuka setelah mengalami terapi pertama, setelah itu klien menutup diri kembali. Hal ini membuktikan bahwa dalam tiap tahap terapi, teknik yang digunakan oleh seorang terapis tidak mutlak menggunakan teknik tunggal. Senada yang sama ditulis oleh Gerald Corey.

Para terapis yang berorientasi psikoanalitik dapat menggunakan metode-metode penafsiran mimpi, asosiasi bebas, analisis resistensi - resistensi dan transferensi, juga menangani hubungan masa lampau kliennya, tetapi pada saat yang sama mereka bisa menggabungkan sumbangan-sumbangan dari aliran lain, khususnya dari para neureudlan yang menekankan faktor-faktor sosial budaya dalam perkembangan kepribadian.

Dapat disebutkan disini bahwa Agha Omar Alishah menganut teknik penggabungan yang disesuaikan dengan tahapan terapi maupun kondisi terapi. Satu hal yang nampak seperti naif dalam pendapat Agha adalah persoalan pandangan manusia modern - Barat, mengenai otak yang identik dengan prinsip-prinsip dasar psikologi Barat. Sekalipun beberapa aliran psikologi pertama seperti psiko analisis sangat meremehkan eksistensi manusia dan hanya dengan menganalisis jaringan syaraf serta otak seluruh gejala tingkah laku dan gangguan manusia dapat diketahui maupun disembuhkan, namun beberapa aliran lain seperti humanisme dan transaksional justru memandang sebaliknya. Komentar Agha :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun