Mohon tunggu...
samidi khalim
samidi khalim Mohon Tunggu... -

Profesi : Peneliti bidang Khazanah Keagamaan Balai Litbang Agama Semarang. Spesialis : Islam dan Budaya Jawa, Filologi Penddk : S1, S2, dan S3 diselesaikan di UIN WALISONGO SEMARANG Home : Semarang Hoby : Reading $ Writing

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tasawuf Sebagai Terapi

14 Juli 2010   02:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:53 5460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah itu, pertinggi antusiasme kita sendiri tentang subyek itu, banyak berbicara tentang hal itu, membawa ke hal apa saja yang kita inginkan, guna mengisi kekurangan-kekurangan pada gambar kita, bagian dari kemampuan kita tentu bagaimana kita melakukan hal ini, bagaimana cara kita membimbing mereka. Dengan cara demikian kita menemukan gambar kita dan menyempurnakannya. (Omar Alisha 2004 : 36)

Setelah mulai mempercayai atas keahlian terapis untuk memecahkan masalah yang dihadapi klien, maka Agha menyampaikan bahwa terapis perlu menyampaikan baik dengan mensisipkan diantara pembicaraan atau secara langsung suatu nada yang harmonis dengan perkataan yang harmonis dengan perkataan yang bermakna ke arah positif melalui cara yang meyakinkan. Tulis Agha.

Masalahnya di sini adalah tidak banyak perubahan nada suara atau hasil nada-nada harmonis yang meyakinkan, yakni apa yang kita pilih untuk disampaikan dalam nada suara bagaimana.......... Kita semua tahu bahwa dalam terapi kita memiliki kata-kata seperti : sembuh, pulih semakin sehat, dan kita mengucapkan kata-kata ini dalam nada dan cara yang meyakinkan (Omar Alisha, 2002: 147).

Kekuatan tradisi di sini nyata-nyata telah terlihat dan hal tersebut bukanlah suatu hal yang abstrak dan magis, melainkan lebih dari sekedar sebuah teknik bagaimana dalam sesi wawancara terapis juga berfungsi sebagai pembangkit energi dalam diri klien. Pertama; bahwa kata-kata positif yang diucapkan dengan nada yang benar dan dengan waktu yang tepat akan bersifat sebagai pemicu munculnya energi positif atau optimisme. Kedua; adalah bagaimana melakukan semuanya dengan cinta. Dalam tradisi tasawuf, cinta adalah semacam implementasi dari ikhlas. Atau sebaliknya apapun yang kita lakukan dengan cinta kita akan ikhlas. Konsep cinta dan ikhlas juga bukanlah sesuatu barang baru dalam tradisi, namun penting sekali dalam kehidupan modern saat sekarang ini untuk dimasukkan ke dalam tehnik-tehnik terapi, masalah cinta ini disinyalir oleh Agha sebagai sesuatu yang sangat jangka ditemukan dalam psikologi barat. Analisis Agha Omar Alishah

Frankl sejalan dengan pendapat Agha mengenai pola mengintegrasikan cinta ke dalam proses terapi, hal ini diungkapkan sendiri oleh Frankl

Dengan bertindak secara spiritual dalam cinta dia dapat melihat ciri-ciri dan bentuk esensial pada orang yang dicintai; atau lebih dari pada itu, dia melihat apa yang potensial dari dalam dirinya; yang belum teraktualisasikan tetapi harus diaktualisasikan. Karena dengan cintanya, seseorang yang sedang mencintai dapat menjadikan orang yang dicintainya mengaktualkan potensi-potensi. (victor E. Frankl, 2003 : 127)

Seseorang terapis harus mampu mencintai klien serta melakukan terapeutik berdasarkan cinta. Dari situlah penyembuhan dapat dimulai dengan baik, tanpa cinta, mustahil sebuah awal yang baik dalam proses penyembuhan dapat terjadi.

3. Proses Terapi

Setelah melakukan wawancara awal, proses berikutnya adalah asosiasi bebas, beberapa mengenai asosiasi bebas ini dalam terapi Granada telah disebutkan pada bagian wawancara awal. Hal kemudian yang juga digunakan Agha dalam terapi Granadanya adalah penafsiran. Dalam kasus gangguan kejiwaan yang ditangani oleh terapi Granada, Agha menulis :

Keahlian dan kemampuan kita adalah mengidentifikasi orang semacam itu dengan reaksi mereka, dan memberikan terapi kepada mereka yang tidak menyerupai suatu terapi. Kita sesungguhnya meminta mereka untuk membantu kita memeriksa problem mereka, apa yang kita minta mereka untuk melakukan itu adalah melibatkan diri dalam suatu proses kerjasama. (Omar Alishah 2004: 171)

Proses berikutnya adalah analisis dan penafsiran resistensi. Ada hal lain yang diberikan oleh Agha sehubungan dengan teknik tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun