Hal ini jelas tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur yang diajarkan oleh masyarakat Bugis. Yang notabene Akbar Faisal sendiri adalah orang Bugis dari Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan.
Dengan cara nyinyirnya seperti itu, Akbar tidak cocok dengan nilai "sittinaja" atau kepatutan. Dalam konsep sitinaja, kepatutan ini berarti menempatkan segala sesuatu pada tempatnya dan sesuai dengan porsinya.
Konsep sitinaja dalam suku Bugis membuat masyarakatnya harus mampu menempatkan dirinya sesuai kedudukan. Misalnya berbicara sesuai dengan porsi dan ukurannya, tidak ngibul dan seenaknya sendiri.
Apa yang dilakukannya sungguh menciderai nilai-nilai luhur Bugis yang ada. Ia mengabaikan sopan santun dan rasa kepatutan hanya demi "mungkin" panggung politik.
Padahal kalau dipikir-pikir, reshuflle di masa seperti ini justru sangat riskan. Karena perombakan kabinet dapat menganggu keberlangsungan kebijakan yang telah berjalan. Apalagi saat ini semua pihak sedang fokus mengatasi dampak krisis.
Oleh karena itu, alih-alih sebagai penghukuman, ungkapan Presiden Jokowi terkait reshuffle itu sepertinya lebih sebagai pengingatan. Harapannya agar para menteri bisa bekerja lebih baik dan cepat.
Sangat wajar jika pemimpin itu memacu anak buahnya dengan berbagai cara. Presiden Jokowi mungkin menggunakan lecutan 'reshuflle' agar semua menteri bisa bekerja optimal sesuai harapannya.
Yang jelas, semua itu demi kemajuan bangsa dan negara Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H