Mohon tunggu...
Sela setia
Sela setia Mohon Tunggu... Petani - Gadis Pemalu

menulislah, apapun! suatu saat pasti berguna -PAT

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Salah Tafsir Akbar Faisal terkait Kemarahan Presiden Joko Widodo

2 Juli 2020   12:35 Diperbarui: 2 Juli 2020   12:30 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarahan Presiden Joko Widodo dalam rapat kabinet di Istana Negara, Jakarta, Kamis (18/6) lalu, ditafsirkan bermacam-macam oleh banyak kalangan setelah menonton rekaman rapat yang ditayangkan oleh akun Youtube Sekretariat Presiden pada Minggu (28/6) kemarin.

Sebagian pihak menilai, kemarahan Presiden Jokowi itu merupakan sinyal kuat akan adanya pergantian menteri di kabinet (baca: reshuffle). Sebab dalam pernyataannya Presiden menyebut akan membubarkan lembaga atau mengganti menteri jika langkah extraordinary tidak segera diambil.

Perbincangan seputar itu pula yang akhirnya mewarnai acara Indonesian Lawyer Club (ILC) yang dipandu oleh Karni Ilyas. Pembahasan tentang reshuffle kabinet ini menghadirkan sejumlah narasumber, di antaranya, Akbar Faisal, Effendi Gazali, Faisal Basri, Ali Mochtar Ngabalin, dan Sujiwo Tejo.

Akbar Faisal dengan lantang mengatakan bahwa menteri-menteri saat ini kurang koordinasi. Sehingga kesannya Presiden tidak mendapat dukungan dari para pembantunya.

Selain itu, Akbar Faisal juga membeberkan, bahwa kualitas menteri pada periode ini sangat tidak berbobot dibanding susunan kabinet pada periode pertama.

Oleh karena itu, dirinya meminta Presiden untuk tidak segan-segan melakukan reshuffle kabinet. Bahkan kalau perlu separuh dari menteri saat ini diganti.

Pernyataan Akbar Faisal ini sebenarnya lebih mirip sebagai ungkapan politisi dibandingkan sebagai pengamat politik yang jernih. Pasalnya, dia membicarakan kinerja para menteri tanpa satupun indikator yang terukur.

Seharusnya dia mengomentari performa seorang pejabat publik seyogianya dilandasi oleh pengukuran yang jelas. Karena kinerja itu bisa dikuantifikasi. Bisa diriset.

Jika tanpa itu, maka penilaian biasanya hanya berdasarkan suka atau tidak suka (like and dislike). Kalau ini yang dikedepankan, maka tak bisa diterima akal sehat bila dia menyebut para menteri bobrok.

Sederhana saja untuk membantah Akbar Faisal, ucapan yang ia lontarkan itu ukurannya apa?

Oleh karena itu, ungkapan Akbar Faisal itu lebih mirip politisi yang sedang mencari panggung, alih-alih obyektif. Mungkin dalam pikirannya, siapa tahu dia bisa mendapatkan celah, atau minimalnya, dapat untung jika ada menteri yang tersandung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun